Kamis 02 May 2013 01:18 WIB
Politik Dinasti

Nepotisme Caleg Memutus Kaderisasi

Pengundian nomor urut parpol
Foto: Antara/Prasetyo Utomo
Pengundian nomor urut parpol

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon pemilih diminta kritis terhadap nepotisme calon legislatif (caleg). Sebab, caleg yang dipilih karena hubungan kekerabatan dinilai sebagai caleg instan dan memutus kaderisasi di tubuh partai.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Hanta Yudha, mengatakan beberapa partai politik (parpol) telah membangun kaderisasi yang berjenjang. Namun, kaderisasi itu cenderung terputus saat rekrutmen calon anggota legislatif.

Sehingga, kata Hanta, caleg yang memiliki hubungan kekerabatan dengan mudah menyalip kader partai yang sebenarnya sudah bekerja keras untuk partai. “Caleg tersebut hanya memiliki keistimewaan dari silsilah keluarga, serta memiliki kekuatan modal dan popularitas,” kata Hanta saat diskusi di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu (1/5).

Menurutnya, tidak adanya regulasi dalam membatasi politik dinasti harus disiasati oleh calon pemilih. Antara lain, kata Hanta, melalui penelusuran rekam jejak calon kerabat tersebut. "Lihat kapan dia masuk partai, kalau dia masuk sudah lima tahun tidak bisa disebut kader instan," katanya.

Hanta menyatakan, efek negatif dari munculnya caleg instan dari kalangan kerabat partai itu bisa diantisipasi. Yakni, dengan menggunakan sistem proporsional terbuka yang membuat parpol harus mau terbuka tentang calegnya kepada masyarakat. Parpol harus mengurai caleg yang diusung dengan dilengkapi jejak rekamnya.

Meski sulit, kata dia, penyelenggara pemilu dan media bisa membantu memublikasikannya. “Agar calon pemilih mengetahui siapa yang pantas dipilih dan mana yang tidak laik,” katanya. Selain itu, ujar Hanta, perlu digagas pembangunan demokratisasi dalam seleksi parpol. Sehingga, ada kriteria perekrutan caleg yang jelas. Kriteria itu, lanjut dia, dibuat dengan standardisasi yang sama bagi semua peserta pemilu. Standardisasi rekrutmen caleg tersebut harus dituangkan dalam peraturan atau Undang-Undang Pemilu.

Dalam aturan tersebut, kata Hanta, diurai bagaimana seleksi calon yang harus diikuti semua partai. "Jika ada standardisasi yang diatur secara jelas dan bersifat konstitusional, persoalan pencalegan termasuk politik dinasti bisa ditekan," kata Hanta.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Leo Nababan mengatakan, di antara bakal calon anggota legislatif dari Partai Golkar memang ada beberapa nama yang memiliki hubungan kekerabatan dengan petinggi partai. Namun, ditegaskannya, mereka merupakan aktivis partai yang telah bergabung dan aktif di partai cukup lama dan bukan calon dadakan.

"Ada Dave Laksono anaknya Pak Agung Laksono dan Taufan Eko Nugroho menantunya Ical. Tapi, mereka berdua itu bukan orang baru di Golkar," kata Leo.

Dave Akbarshah Fikarno Laksono merupakan putra Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono. Menurut Leo, Dave sudah pernah maju menjadi caleg pada Pemilu 2009 lalu. Dave, lanjut dia, juga aktif terlibat dalam berbagai organisasi selain Partai Golkar. Selain itu, kata Leo, Dave menjabat sebagai ketua umum

Dewan Pengurus Pusat (DPP) Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI). Menurut Leo, penempatan Dave pada nomor urut satu untuk Daerah Pemilihan (Dapil) VIII Jawa Barat sudah sesuai mekanisme dan survei yang dilakukan partai di daerah tersebut. "Bagi kami, tidak ada politik dinasti. Semuanya melalui mekanisme perekrutan yang sama,” ujar leo.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hermanto membantah menerapkan adanya nepotisme, dalam proses rekrutmen calon legislatif (caleg) di daftar calon sementara (DCS). Menurut adik ipar Ani Yudhoyono ini, partai menerapkan mekanisme pembobotan yang ketat ketika hendak mengangkat kader ke struktur jabatan tertentu. “Tidak ujug-ujug ada,” kata Agus Hermanto.

Agus mencontohkan, posisi Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) sebagai sekretaris jenderal Demokrat tidak merepresentasikan politik dinasti.

Agus mengatakan, penempatan Ibas sudah melalui berbagai pertimbangan komprehensif. Agus menyatakan, tidak semua politik dinasti berefek negatif. Meskipun anak Agus Hermanto, Lintang Pramesti, menjadi caleg Demokrat untuk Dapil VIII Jawa Barat dan keponakan Agus, Putri Permatasari, mencalonkan diri di Dapil I Jawa Tengah. “Kalau sekonyong-konyong muncul, itu baru negatif. Karbitan!” kata Agus Hermanto. n c51/ira sasmita ed: muhammad fakhruddin

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement