Selasa 31 Jan 2017 18:00 WIB

Tuhan, Jangan Tinggalkan Aku (96)

Red:

"Sekarang dia sudah tidur tenang, Mama. Jangan diganggu."

"Baiklah, kita ambil penginapan saja. Besok pagi kita ke sini lagi, oke?"

"Ya, Mama, sepertinya begitu sajalah."

Tak ada yang berkata-kata lagi, ketika mereka kembali ke mobil sewaan, meminta sopir untuk mencari penginapan terdekat.

Dalam diam yang mencekam, Fatin mencermati mimic anaknya.

Begitu sedih, muram dan sesekali ada titik-titik bening mengalir dari sudut-sudut matanya.

"Oh, Anakku, maafkan Mama, ya, maafkan," bisiknya seraya merengkuh bahunya, memeluknya erat-erat.

"Tidak apa-apa, Mama. Jangan bilang begitu. Mama sama sekali tidak salah," balas Ridho nyaris tak terdengar.

@@@

16

SEBAB CINTA MEMAAFKAN

esungguhnya banyak perubahan terjadi di kawasan Cianjur. Banyak bangunan baru, perumahan dan industri rumah. Tampak bisnis ekonomi kecil, memanfaatkan tenaga kerja dari kalangan ibu-ibu rumah tangga.

Ajaibnya, di dusun Bojongsoang tampak tidak banyak berubah. Sejauh mata memandang pesawahan, bukit menghijau, ladang dan sungai masih mengalir deras. Kalaupun ada yang baru adalah beberapa bangunan usaha penggilingan beras.

Seolah-olah tidak tersentuh oleh perkembangan dunia di luar sana, pikir Fatin.

Ia setengah melamun, menerawang dari balik jendela kendaraan.

Sepintas kilas kenangan masa kanak-kanak berseliweran di tampuk matanya.

Sawah itu, tentu saja bukan milik ayahnya lagi!

Nun di situlah ayahnya pernah berusaha keras mempertahankan karung-karung padi yang diangkut oleh para begundal suruhan rentenir.

"Bagaimana, Ma, sudah betul ini jalannya?" tanya Ridho, sama ikut mengedarkan pandangan keluar jendela kendaraan.

"Iya, ini sudah betul. Hampir tidak ada perubahan yang berarti.

Aneh sekali," gumam Fatin, tak habis pikir.

(Bersambung)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement