Jumat 06 Jan 2017 11:00 WIB

Malnutrisi Masih Jadi Problem Dunia

Red:

Kekurangan gizi masih menjadi ancaman serius dunia. Laporan independen bertajuk Global Nutrition Report 2016 yang disusun oleh International Food Policy Research Institute mengungkapkan bahwa 44 persen dari 129 negara yang disurvei mengalami tingkat kekurangan gizi dan problem obesitas yang sangat serius.

Malnutrisi memanifestasikan dirinya dalam berbagai cara: tumbuh kembang anak menjadi lambat; rentan terhadap in feksi; dan saat dewasa rentan obesitas dan atau darahnya mengandung terlalu banyak gula, garam, lemak, atau kolesterol; atau mereka yang kekurangan vitamin atau mineral penting. Malnutrisi bertanggung jawab untuk hampir separuh dari semua kematian anak-anak di bawah usia lima tahun. Bersama-sama dengan pola makan yang buruk, malnutrisi menjadi penyebab nomor satu beban penyakit global. Setidak nya 57 negara mengalami tingkat serius dari baik dalam kekurangan gizi maupun kelebihan berat badan atau obesitas pada orang dewasa.

"Satu dari tiga orang di dunia saat ini menderita beberapa bentuk kekurangan gizi," kata Lawrence Haddad, wakil pim pinan Independent Expert Group dan peneliti senior di International Food Policy Research Institute. "Kita sekarang hidup di dunia di mana kekurangan gizi dianggap sebagai bentuk kenormalan baru dan ini sungguh mengerikan."

Laporan penelitian yang antara lain didanai oleh Bill & Melinda Gates Founda tion, UK Department for International Development, pemerintah Kanada, dan Komisi Eropa itu diluncurkan di tujuh kota di seluruh dunia Beijing, Johannesburg, Nairobi, New Delhi, New York, Stockholm, dan Washington DC dan menjadi perhatian internasional baru tentang kecukupan gizi. Penting digarisbawahi bahwa kurang gizi tak hanya terjadi di negara-negara berkonflik, namun juga di negara-negara yang lemah kebijakan pangannya.

Biaya kekurangan gizi sungguh tak murah menurut penelitian ini. Sebanyak 11 persen dari produk domestik bruto (PDB) hilang setiap tahun di Afrika dan Asia karena kekurangan gizi. Kerugian GDP global dari gizi buruk per tahun lebih besar dari apa yang hilang setiap tahun selama krisis keuangan 2008-2010. Ini belum termasuk masa depan yang banyak terengut dari ratusan juta anak-anak yang tumbuh kembangnya tak optimal akibat kekurangan nutrisi.

Penelitian lain yang dihajat Save the Children juga membuahkan hasil tak jauh beda. Hingga 2030, dunia masih harus ber gelut dengan malnutrisi, terutama di ka lang an anak-anak. "Malnutrisi adalah keadaan darurat sehari-hari," kata Roberto Cabrera, direktur Save the Children. "Nutrisi yang baik adalah soal hidup atau mati; 45 persen dari kematian anak balita terkait dengan kekurangan gizi," katanya, seperti dikutip Guardian. Melihat tren saat ini, ia menyatakan masih akan ada 129 juta anak-anak yang kekurangan gizi pada tahun 2030, dengan anak-anak di lebih dari 50 negara diproyeksikan akan kekurangan gizi hingga ke abad berikutnya.

Sebanyak 13 negara, termasuk Papua Nugini dan Eritrea serta Niger dan Malawi - di mana kerawanan pangan merupakan masalah terbesar stunting atau kekerdilan diperkirakan baru bisa diberantas dalam 122 tahun setelah 2030, yaitu pada 2152. Stunting adalah hasil dari gizi buruk pada dua tahun pertama kehidupan anak, yang menyebabkan pertumbuhan fisik serta perkembangan emosional, sosial, dan kognitif anak terganggu.

Secara global, tingkat kekurangan gizi anak telah menurun sepertiga sejak tahun 1990. Anak-anak yang tinggal di daerah pe desaan 1,37 kali lebih mungkin untuk meng alami stunting dibandingkan di daerah perkotaan, kata laporan itu. Anakanak dari keluarga miskin juga dua kali lebih mungkin untuk meninggal sebelum mereka mencapai usia lima tahun.

Namun penanggulangan gizi buruk tidak hanya melibatkan makanan, kata Jo Lehmann, dari WaterAid. Akses terhadap air bersih dan praktik-praktik kebersihan yang baik juga penting untuk mengatasinya. "Di masa lalu, sebagian besar program gizi buruk hanya terfokus pada makanan, pa dahal seperti diperingatkan WHO (Organi sasi Kesehatan Dunia), sekitar 50 persen dari kekurangan gizi dikaitkan dengan infeksi yang disebabkan oleh air yang tidak aman dan sanitasi yang buruk," kata Leh mann.

Kedua studi ini menyarankan agar malnutrisi harus menjadi perhatian banyak negara untuk menghindari banyak kerugian di masa depan. "Semua cerita malnutrisi akan berakhir membahagiakan asal ada komitmen politik untuk mengatasinya," kata Haddad."Di mana para pemimpin pemerintahan, masyarakat sipil, akademisi, dan kalangan bisnis berkomitmen dan bersedia terlibat mengatasinya. Meskipun tantangan malnutrisi tidak terelakkan, pada akhirnya itu adalah pilihan politik." Cabrera menyatakan hal yang sama.

"Jika kita akan mengakhiri kekurangan gizi pada tahun 2030, atau bahkan di abad beri kutnya, maka semua pihak pemerintah, donor, dan dunia bisnis harus siap un tuk mengartikulasikan komitmen, sumber daya, dan rencana untuk mengatasinya," katanya. "Tanpa itu semua, nonsense." ¦

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement