Ahad 30 Oct 2016 17:00 WIB

Akar Gerakan Penerjemahan Alquran

Red:

Gerakan penerjemahan Alquran di Barat mulai pada abad ke-12 berangkat dari penggunaan bahasa Latin.

Terjemah Alquran adalah interpretasi dari kitab suci umat Islam ke dalam bahasa lain selain bahasa Arab. Alquran awalnya diturunkan dalam bahasa Arab. Tetapi, saat ini isi Alquran telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Seperti Afrika, Asia, dan Eropa. Kendati demikian, terjemahan Alquran ke dalam bahasa non-Arab merupakan satu masalah yang menimbulkan kontroversi berkepanjangan dalam sejarah Islam Menurut Afnan Fatani dalam Translation and Quran, terjemah Alquran pertama kali dilakukan oleh Salman al-Farisi ke dalam bahasa Persia. Ia menerjemahkan surah al-Fatihah ke dalam bahasa Persia pada awal abad ke-7.

Sementara, terjemahan Alquran secara lengkap dilakukan antara abad ke-10 dan 12 dalam bahasa Persia. Raja Samanid, Mansur I (961-976), memerintahkan sekelompok sarjana dari Khurasan untuk menerjemahkan Tafsir ath-Thabari yang awalnya dalam bahasa Arab ke dalam bahasa Persia. Kemudian pada abad ke-11, salah satu siswa dari Abu Mansur Abdullah al-Ansari menulis tafsir lengkap Alquran dalam bahasa Persia. Pada abad ke-12, Abu Hafs Umar al-Nasafi menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Persia. Naskah dari ketiga buku telah diterbitkan beberapa kali. Tidak diketahui secara pasti terkait corak Alquran terjemahan ke dalam bahasa Persia ini. Ini disebabkan tidak adanya bukti-bukti tertulis yang ditemukan.

Pada masa Nabi, barangkali tidak ada tidak ada yang yang pernah membayangkan kemungkinan bahwa Alquran mesti diterjemahkan ke dalam secara sebagian atau seluruhnya ke dalam suatu bahasa asing.

Ketika itu, Islam memang belum melangkah ke luar kawasan Arab. Tetapi, dengan tersebarnya Islam memasuki kawasan-kawasan non-Arab, khususnya Persia, untuk tahap awal setelah wafatnya Nabi, kebutuhan pemeluk baru Islam non-Arab terhadap terjemahan Alquran muncul ke permukaan. Namun, versi lain menyebutkan, terjemahan Alquran secara lengkap dilakukan ke dalam bahasa Yunani dan digunakan oleh Nicetas Byzantius, seorang sarjana dari Konstantinopel. Terjemahan ini  ditulis antara 855 M dan 870 M.

Namun, tidak ada yang tahu tentang tujuan pembuatan terjemahan ini. Meskipun begitu, menurut Christian Hogel dalam An Early Anonymous Greek Translation of the Qur'an, sangat mungkin bahwa terjemahan pada masa itu merupakan terjemahan yang lengkap. Sebelum berkembangnya bahasa-bahasa Eropa modern, yang berkembang di Eropa adalah bahasa Latin. Terjemahan Alquran dimulai ke dalam bahasa Latin. Terjemahan ini dilakukan untuk keperluan Biara Clugny pada 1135.

W Montgomery Watt dalam Bell's Intrduction to the Quran menyebutkan pertanda dimulainya perhatian Barat terhadap studi Islam adalah dengan kunjungan Peter the Venerable, Abbot of Clugny ke Toledo pada abad ke-12.

Di antara usahanya adalah menerbitkan serial keilmuan untuk menandingi kegiatan intelektual Islam saat itu, terutama Andalusia. Salah satu bagian dari kegiatan tersebut adalah menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Latin yang dilakukan Robert of Ketton (Robertus Retanensis) dan selesai pada Juli 1143. Dari terjemahan bahasa Latin inilah kemudian Alquran diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa Eropa.

Menurut Islam Kotob dalam Alquran dan Terjemahannya, terjemahan Scweigger ke dalam bahasa Jerman diterjemahkan di Nurenburg (Bavaria) pada 1616. Terjemahan ke dalam bahasa Prancis yang dilakukan oleh Du Ryer diterbitkan di Paris pada 1647 dan terjemahan ke dalam Rusia diterbitkan di St petersburg pada 1776.

Di kalangan umat Islam timbul pula usaha menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Inggris. Di antara faktor pendorong penerjemahan Alquran adalah meluasnya pengertian yang salah akibat penulisan atau terjemahan para orientalis secara tidak benar. Ketidakbenaran tersebut terjadi karena kesengajaan untuk menyimpangkan ajaran dan kandungan Alquran yang benar atau karena kesalahpahaman dan keterbatasan pengetahuan mereka tentang bahasa Arab dan ajaran Islam.

Sarjana Muslim yang pertama menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa bahasa Inggris adalah Muhammad Abdul Hakim Chan dari Patiala pada 1905. Mirza Hazrat dari Delhi juga menerjemahkan Alquran dan diterbitkan pada 1919.

Di antara terjemahan yang perlu disebutkan adalah yang dilakukan oleh Hafizh Ghulam Sarwar yang diterbitkan antara 1929 dan 1930. Dalam terjemahannya itu ia memberikan ringkasan pada surah-surah, bagian demi bagian, tetapi tidak memberikan catatan kaki yang cukup pada terjemahannya.

Selain itu, ada juga nama Muhammed Marmaduke Pickthall dari Inggris, ahli dalam bahasa Arab. Terjemahnnya dilakukan kalimat demi kalimat dan diterbitkan pada 1930. Terjemahannya telah dicetak berulang kali. Sampai 1976 telah lima kali cetak ulang. Pada terjemahannya diberi pengantar yang menguraikan tentang Alquran, sejarah singkat Nabi Muhamaad, dan tajwid. Pada setiap awal surah diberi keterangan singkat tentang nama surat dan pada bagian akhir dilengkapi dengan indeks.

Terjemahan Muhammed Marmaduke Pickthall tersebut diberi judul The meaning of the Glorious Koran, dilengkapi teks ayat lengkap yang mendapat tanda tashih dari ulama Mesir 1342 H.

Terjemahan Alquran yang terkenal di dunia Barat ataupun Timur adalah terjemahan Abdullah Yusuf Ali, The Holy Qor'an. Terjemahannya dilengkapi dengan uraian pengantar dan catatan kaki. Pada awal surah dilengkapi dengan keterangan singkat tentang surah dan kesimpulan ayatnya. Dicetak pertama 1934.

Terjemahan Alquran lainnya yang dilakukan oleh orang Islam adalah terjemahan NJ Dawood dari Irak, The Koran, diterbitkan oleh Penguin Classic 1956. Terjemahannya mendapat pujian beberapa orientalis karena berkualitas.

Bahasa dunia

Terjemahan ke dalam berbagai bahasa dilakukan ke dalam bahasa Persia, Turki, Urdu, Tamil, Pastho, Benggali, Jepang, dan berbagai bahasa di kepulauan timur dan beberapa bahasa Afrika. Juga terdapat terjemahan Alquran ke dalam bahasa Cina. Terjemahan Urdu yang pertama dimulai oleh Syeh Abdul Qadir dari Delhi (w 1826). Kemudian setelah itu banyaklah dilakukan terjemahan ke dalam bahasa Urdu yang sebagian dari terjemahan itu tidak sampai tamat.

Di antara terjemahan yang lengkap yang dipergunakan sampai sekarang ini terjemahan dari Syah Rafi Uddin dari Delhi, Syah Asyraf Ali Thanawi, dan Maulvi Nazir Ahmad (w 1912).

Beberapa tahun terakhir ini, Alquran telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa atas bantuan Liga Dunia Islam (World Islamic League) dan Dar al-Ifta wa al-Irsyad yang bermarkas di Saudi Arabia. Mujamma' Khadim al-Haramain al-Syarifain al-Malik Fahd untuk Pencetakan Mushaf telah mencetak terjemah Alquran ke dalam berbagai bahasa, seperti Inggris, Prancis, Turki, Urdu, Cina, Hausa, dan Indonesia. ed: nashih nashrullah

Pro dan Kontra Menyikapi Pengalihbahasaan

Masalah terjemahan Alquran muncul pertama kali di kalangan pengikut baru Islam asal Persia dalam kaitannya dengan pembacaan Alquran dalam shalat. Apakah boleh menggunakan terjemahan atau tidak. Permasalahan ini menimbulkan beberapa perbedaan pandangan di kalangan ulama. Taufik Adnan Amal dalam Rekonstruksi Sejarah Alquran menjelaskan, Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafiyah memperbolehkan hal ini. Berbeda dengan Mazhab Hanafiyah, mayoritas Mazhab Suni lainnya (Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanbaliyah) menegaskan bahwa teks Alquran mesti dibaca dalam bahasa aslinya, yakni bahasa Arab.

Pandangan Mazhab Hanafiyah tentang kebolehan penggunaan terjemahan di Alquran  telah memberi tanda bahaya, bahkan memperkeras gagasan ortodoksi Islam tentang terjemahan Alquran pada umumnya.

Untuk menentang penggunaan terjemahan dalam shalat, fuqaha Mazhab Suni lainnya membatasi persetujuan mereka terhadap penerjemahan Alquran untuk tujuan-tujuan di luar shalat. Dan gagasan inilah yang mendominasi ortodoksi Islam selama berabad-abad.

Menurut gagasan mayoritas dalam ortodoks Islam, terjemahan Alquran adalah suatu kemustahilan. Gagasan ini terutama didasarkan pada karakter ijaz (keunikan) Alquran, yang tidak bisa diimitasi atau ditandingi manusia dengan cara apa pun. Menurut sudut pandang ini, karakteristik tersebut akan hilang dalam terjemahan Alquran karena terjemahan dibuat oleh mansusia.

Al-Jahizh (w 869 M) dalam salah satu karyanya, kitab al-Hayawan/ bahkan menegaskan kemustahilan penerjemahan syair-syair Arab ke dalam bahasa-bahasa lainnya, terlebih bahan-bahan yang berhubungan dengan Islam dan Alquran sendiri. Dengan demikian, gagasan seperti ini telah menjadikan bahasa Arab sebagai lingua sacra (bertentangan dengan pandangan umum yang menganggap bahwa sebagai produk budaya manusia).

Lebih jauh, ortodoks Islam menegaskan bahwa suatu terjemahan Alquran yang sekaligus bersifat literal dan tepat dari segi maknanya adalah mustahil. Tetapi, satu terjemahan dalam pengertian tafsir dapat dilakukan berdasarkan asumsi bahwa teks orisinil Alquran tidak tergantikan olehnya.

Jadi, naskah-naskah Alquran, menurut sudut pandang ini, dapat dilengkapi dengan semacam kuasi terjemahan yang bersifat interlinear. Dan inilah yang dilakukan selama beabad-abad oleh sarjana Muslim, bahkan hingga dewasa ini. ed: nashih nashrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement