Senin 10 Aug 2015 16:00 WIB

“Shadow Economy”

Red:

Banyak alasan yang menyebabkan keuangan Yunani mengalami masalah yang sangat berat. Kegagalan pemerintah dalam menarik pajak menjadi salah satu penyebab terparah masalah tersebut.

Dalam sebuah laporannya beberapa waktu lalu, Washington Post menyebut pada 2010 saja Pemerintah Yunani hanya mampu mengumpulkan 10 persen penarikan pajak dari total yang seharusnya dibayar oleh para wajib pajak. Ini tentu angka yang sangat memprihatinkan. Surat kabar AS tersebut mengungkapkan, 89,5 persen pajak tak tertagih pada tahun tersebut.

Fakta sangat kontras terjadi di Jerman. Di negara ini pajak yang terkumpul hanya 2,3 persen.

Dengan fakta tersebut, wajarlah Yunani menghadapi masalah ekonomi yang sangat serius hingga saat ini. Korupsi dan pengemplang pajak ternyata menjadi akar masalah yang imbasnya terus meluas hingga seka rang. Bahkan, Yunani nyaris hancur total karena gagal membayar utang-utangnya kepada kreditor dari Uni Eropa, Bank Sentral Eropa, serta Dana Moneter Internasional (IMF).

Berdasarkan data OECD, seperti dilaporkan BBC News, pada 2010 Pemerintah Yunani berhasil menarik pajak sebesar 70,3 miliar euro (93,1 miliar dolar AS atau Rp 1.040,6 triliun). Angka itu sebanding dengan 34 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Yunani, tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata Uni Eropa yang mencapai 38,5 persen dari total PDB.

Kontribusi pajak di Italia cukup tinggi, mencapai 41,7 persen dari total PDB, sedangkan Jerman 38,3 persen dari total PDB. Inggris juga lebih baik dibanding Yunani, mampu mengoleksi pajak hingga 35,5 persen dari total PDB pada 2010 lalu.

Mengapa sumbangan pajak terhadap PDB di Yunani masih kecil? BBC News menilai, itu terjadi karena terjadi "shadow economy" (ekonomi bayangan) di negara tersebut. Apa maksudnya?

Banyak perusahaan dan orang yang menghasilkan uang, tetapi sedikit yang mau membayar pajak penghasilan (PPh). Atau kemungkinan lainnya adalah sedikit yang menyetor pajak pertambahan nilai (PPN) kepada negara.

Orang banyak mengira konstruksi dan turisme menjadi sektor yang paling banyak mengemplang pajak. Namun, berdasarkan studi yang dilakukan Nikolaos T Artavanis (University of Massachusetts), Adair Morse (University of California, Berkeley), dan Margarita Tsoutsoura (University of Chicago), industri yang paling banyak menghindari pajak adalah medis, hukum, teknik, serta media.

Lalu, sebuah studi yang dilakukan IMF menunjukkan, pada 1999 hingga 2010 terjadi ekonomi bayangan di Yunani hingga 27 persen dari total PDB negara itu. Sementara, di negara-negara kaya lainnya, angka penyelewengan uang negara itu rata-rata 20,2 persen dari total PDB.

Apa arti dari studi IMF tersebut? Artinya, hampir satu dari empat negara anggota Zona Euro selama ini selalu berusaha menghindari pajak. Pemerintah Yunani rata-rata kehilangan potensi pendapatan pajak 28 miliar euro (31 miliar dolar AS atau Rp 414,4 triliun) setiap tahun.

Richard Murphy, yang melakukan studi "shadow economy" di Eropa, menyatakan Yunani tak seburuk negara-negara tetangganya. "Yunani mempunyai masalah, tetapi masalah Bulgaria dan Rumania yang terburuk. Masalah Italia juga serius. Tapi, kasus penggelapan pajak ini telah membuat Yunani mengalami krisis parah," katanya.

Ada juga bukti lain yang menunjukkan Yunani tidak pandai mengumpulkan pajak, bahkan di luar "shadow economy". Pada 2011, hasil survei OECD menempatkan Yunani sebagai salah satu negara kaya terburuk di dunia dalam mengumpulkan penerimaan PPN dan pembayaran jaminan sosial. Ketika OECD mencoba melakukan survei pada periode 2005 hingga 2009, mereka banyak menemukan data yang hilang.

Studi dari Institute of Economic Affairs (IEA) yang berbasis di London, Inggris, menyebutkan, "shadow economy" Yunani pada 2012 hampir setara dengan seperempat output nasional, tepatnya pada angka 24 persen. Ini termasuk salah satu tingkat tertinggi di Eropa, meski lebih rendah dari angka pada awal dekade yang melampaui 28 persen.

Di antara anggota OECD, kasus pekerja migran ilegal di Yunani ternyata tertinggi. Migran ilegal di negara itu mencapai 4,45 persen dari total tenaga kerja. "Penyebab ekonomi bayangan ini mencakup pajak dan beban jaminan sosial, kejahatan pajak, kualitas lembaga negara, peraturan pasar tenaga kerja, tingkat pembayaran transfer, dan kualitas pelayanan publik," ungkap laporan IEA dalam kesimpulannya, seperti dilaporkan Ekathimerini, beberapa waktu lalu.

Ekonomi bayangan ini juga terkait dengan banyaknya jumlah wirausaha di Yunani. Studi IEA menyebut orang yang bergerak di bidang wirausaha atau bekerja tanpa tergantung pada orang lain sudah mencapai 48 persen. Jumlah yang terbilang sangat besar dibandingkan negara Uni Eropa lainnya.

Bila kelompok tersebut selalu terperangkap dalam "shadow economy", tentu potensi pemasukan negara yang menguap sangat besar. Ironisnya, ini sudah berjalan selama bertahun-tahun. Pemerintah tak bisa berbuat apa-apa, bahkan membiarkannya.

Friedrich Schneider, profesor di Universitas Johannes Kepler di Linz, Austria, sudah meneliti kasus "shadow economy" ini selama bertahun-tahun. Dia yakin jumlah yang terlibat dalam ekonomi bayangan di Yunani mencapai setengah dari total kegiatan ekonomi negara itu. Ekonomi bayangan ini melengkapi kegiatan ekonomi resmi, bahkan mampu menambah kesejahteraan dan PDB secara keseluruhan. Tapi, ekonomi bayangan ini bisa lebih berbahaya.

Faktanya, orang yang bekerja sebagai pembersih rumah, buruh harian lepas, tukang pipa, dan pengamen jalanan mungkin tidak membayar pajak atau asuransi sosial. Mereka tak memberi pemasukan pada kas negara. Tapi, banyak uang yang akan habis di supermarket, pompa bensin, utilitas, dan tagihan-pada telepon seluler (ponsel) karena terkena pajak pertambahan nilai (PPN) serta beban pajak lainnya.

Pemerintah tentu menghadapi tantangan untuk memutuskan ekonomi bayangan itu berkah atau justru akan menjadi kutukan bagi negara. Menurut Schneider, pemerintah tak serius mengatasi ekonomi bayangan ini karena beberapa alasan. Di antaranya, pendapatan yang diperoleh dari ekonomi bayangan ternyata meningkatkan standar hidup mereka yang jumlahnya bisa mencapai sepertiga dari total penduduk yang bekerja.

Lalu, 40-50 persen dari kegiatan ini memiliki karakter yang saling melengkapi. Dampaknya, menciptakan nilai tambah dan meningkatkan output keseluruhan. Pajak terdahulu mungkin dianggap moderat karena dua pertiga dari pendapatan yang diperoleh dalam ekonomi bayangan segera dihabiskan dalam ekonomi resmi. Pertimbangan lainnya, orang-orang yang bekerja dengan "shadow economy" memiliki sedikit waktu untuk hal-hal lain yang kurang berguna, seperti terlibat aksi demonstrasi.

Schneider telah meneliti ide-ide tersebut dengan Aristidis Bitzenis, profesor di University of Macedonia di Thessaloniki. "Kami percaya mentransfer bagian dari ekonomi bayangan menjadi ekonomi riil adalah cara untuk mengatasi spiral deflasi," jelas Bitzenis. "Tapi, bagaimana itu bisa dilakukan secara adil tanpa membuat wajib pajak, seperti pegawai negeri merasa iri?"

Masalah ekonomi bayangan ini terkait erat dengan korupsi di Yunani. Bisa dibilang, korupsi dan "shadow economy" bagai dua sisi mata uang. Sama saja mengerikannya.

Peringkat korupsi Yunani yang dikeluarkan oleh Transparency International membaik, tetapi posisinya masih buruk. Kerugiannya akibat kejahatan ini pun masih besar. Schneider memperkirakan kerugian akibat korupsi di Yunani mencapai 19,7 miliar euro pada 2008. Namun, angkanya melejit menjadi 27,3 miliar euro pada 2011.

Meski demikian, angka kerugian dari korupsi di Yunani ternyata masih lebih kecil dibandingkan dengan di Jerman. Schneider menyatakan besarnya kerugian akibat korupsi di Jerman belasan kali dari Yunani. Pada 2011 korupsi di Jerman merugikan negara hingga 150 miliar euro.

Mengatasi ekonomi bayangan tidaklah mudah. Schneider menggambarkannya seperti memisahkan gandum dari sekamnya. Tanpa perencanaan matang, justru akan timbul kerusuhan di Yunani. Demonstrasi mungkin tak akan pernah hilang dari jalanjalan di Athena dan kota-kota lainnya. Pemerintah dan semua pihak perlu bekerja sangat keras. ¦

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement