Selasa 28 Oct 2014 11:00 WIB

Mencari Yang Hilang Di Tasikmalaya

Red:

Daerah itu masih gelap, dikepung awan hitam dari gunung yang beberapa hari lalu meletus. Ta pi, trauma sudah sedikit hilang bagi penghuninya. Sebagian orang telah mengungsi ke beberapa daerah yang sudah aman. Tidak terbayang saat itu bagaimana paniknya anak-anak manusia. Pastinya, belum ada aba-aba per ingat an gunung meletus. Naluri yang menuntun me reka mengungsi, mengiringi sato-sato, hewan dalam bahasa Sunda, lari meninggalkan alam beranak-pinaknya. Saat itu, Galunggung meletus.

Pagi selang beberapa hari mereka kembali ke sekitar wilayahnya. Baru saja kering liur di su dut bibir, pagi itu mereka lihat kondisi wilayah telah berganti wajah. Semua serbahitam, permukiman mereka tergenang pasir hitam. Beberapa waktu lalu seisi gunung tumpah di Tasikmalaya.

Ibarat Sahara di Afrika Utara yang berpindah ke Jawa Barat, sebuah catatan kisah pada abad ke-7 semasa Kerajaan Galuh. Peristiwa itu pula yang membuat daerah ini dikenal dengan nama keusik ngalayah (pasir di manamana), satu versi catatan cikal bakal nama Tasikmalaya.

Tuhan tak mengirim bencana tanpa anugerah membuntuti di belakangnya. Begitu juga dengan Tasikmalaya. Tumpahan pasir dan material gunung api di Galunggung, membuat tanah di Priangan Timur ini tumbuh subur. Padi dibikin riang berbisik di antara kaki para petani. Tanaman tumbuh tinggi tanpa harus disiram dan dipupuki. Sebagian besar daratan subur Tasikmalaya, merupakan bekas timbunan pasir gunung Galunggung.

Jadilah kesuburan dan keelokan Tasikmalaya diendus banyak kerajaan nusantara. Mulai dari Galuh, Pajajaran, Sumedang Larang, hingga Mataram Islam. Semua berlomba, mencari celah memaksimalkan kekayaan alam untuk dikeruk demi kelangsungan hidup rakyatnya. Hingga pada akhirnya, anugerah itu berpindah tangan ke Hindia Belanda. Catatan buram, saat Pulau Jawa dikuasai negeri orang.

Menjadi kota kolonial

Saya di Kota Tasikmalaya beberapa waktu lalu. Merekam ulang bagaimana kemudian kota ini dikemas rapi menjadi kota kolonial yang begitu masyhur. Peninggalan kolonial Belanda menjadikan kota ini lepas dari trauma letusan Galunggung berabad-abad lalu. Kehebatan itu yang kemudian membuat Tasik menjadi satu pelabuhan transit terbesar di daerah Priangan.

Kota Tasikmalaya merupakan buah perjalanan sejarah dari keberadaan Kabupaten Sukapura, sebuah daerah kekuasaan VOC pascaperundingan wilayah antara kompeni dan Sultan Amangkurat II pada 1677. Sebelum ber na ma Kabupaten Tasikmalaya, daerah ini berna ma Kabupaten Sukapura. Kota Tasikmalaya sebagai pusat pemerintahan, tempat saya pijaki saat ini, barulah diberlakukan pemerintah Hindia Belanda pada 1901. Boleh jadi, sejak saat itulah Tasikmalaya dibangun sebagai the little netherland in west java. Barulah pada 1908, saat bupati dijabat RAA Wiratanuningrat, kabupaten Sukapura diganti namanya menjadi kabupaten Tasikmalaya.

Pengamat sejarah Tasikmalaya, Muhajir Salam, menyebut kepindahan pusat pemerin tahan dari Manonjaya pun berdasarkan pertimbangan ekonomis dan strategis. Tasikmalaya merupakan daerah subur penghasil kopi, salak, dan nila. Keberadaan Tasikmalaya dinilai lebih strategis untuk mengumpulkan hasil bumi sebelum diekspor ke Batavia. "Secara geopolitik pun Tasikmalaya sangat strategis, berada di te ngah-tengah jalur ketera api trans-Jawa," ujar Muhajir Salam yang juga menjabat direktur Soekapoera Institute.

Sejak 1901, lanjut Muhajir, saat terbukanya jalur kereta api Bandung-Jogjakarta, Tasikmalaya telah menjadi daerah spesial yang terhubung dengan kota-kota penting di Pulau Jawa. Sebagai kabupaten Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah, Tasikmalaya menjadi daerah yang sa ngat strategis, baik secara politik maupun ekonomi. n

***

Sebuah Keprihatinan Sejarah

Sejak kepindahan pusat ibu kota ke Tasikmalaya, daerah ini berkembang menjadi kota modern. Perkembangan ini, ungkap Muhajir, tidak terlepas dari peran bupati Tasikmalaya saat itu, RAA Wiratanuningrat (1908-1937). Pembangunan fisik kota menjadi hal yang paling dominan sepanjang 30 tahun kepemimpinannya. Bahkan, Muhajir mengklaim, Tasikmalaya menjadi kota yang paling modern di Priangan setelah Bandung.

Bermain ke sekitaran alun-alun Kota Tasikmalaya menjadi satu hal yang wajib saya lakukan. Setidak nya, cerita Muhajir, menjadi satu ca tatan penting bagaimana sebuah kota yang ditinggalkan kolonial un tuk bangsa yang kemudian merde ka. Konon, kota ini masih mening gal kan banyak bangunan bersejarah.

Hanya saja sayangnya, banyak peninggalan bangunan bersejarah yang telah hilang dalam ingatan ma syarakat Tasikmalaya. Kota se besar Tasikmalaya, hingga saat ini belum memiliki data banyaknya ba ngunan bersejarah peninggalan era kolonial. Hal ini didapat saat saya sejenak mendatangi kantor arsip daerah setempat. "Pendataan ba ngun an bersejarah belum kami la ku kan sejauh itu," ujar salah satu pe tu gas yang enggan disebutkan na manya.

Jadilah beberapa sisa bangunan bersejarah, yang tentu telah ber ubah fungsinya, kami raba melalui arsip yang diberikan Soekapoera Institute milik Muhajir Salam, dan beberapa cerita dari sepuh setempat. Perjalanan kami mulai dari Masjid Agung Tasikmalaya.

Masjid Agung Tasikmalaya menjadi satu keramaian tersendiri di Kota Tasik. Merupakan masjid yang didirikan seiring pemindahan ibu kota kabupaten dari Manonjaya. Ha nya saja, banyak bangunan di sekitaran Masjid Agung, kini telah rata dengan tanah ataupun berubah fungsinya.

Berdasarkan cerita Markies Wi rat maja (86 tahun) sepuh setempat, dahulu di hadapan Masjid Agung, berdiri sebuah bangunan besar ber gaya kolonial. Masyarakat setempat mengenalnya dengan istilah kantor Asisten Residen. Tak jauh dari Mas jid Agung juga, berdiri sebuah bangunan bergaya Jawa Eropa, saat ini masih berdiri, namun tidak difung sikan seiring pemindahan kabupaten Tasikmalaya kemudian ke Singa parna.

"Runtuhan kantor asisten residen, yang kini menjadi bekas ge dung DPRD," ujar Markies. Berdasarkan catatan sejarah, Kota Tasikmalaya berada di bawah pemerintahan kabupaten Sukapura yang dipimpin oleh seorang bupati yang tunduk pada konstitusi dan legislasi kolonial rezim Hindia Belanda. Secara hierarkis, kabupaten adalah pemerintahan terendah yang diurus oleh bangsa pribumi. Sementara hierarki pemerintahan di atas kabupaten adalah asisten residen, residen, dan gubernur jenderal.

***

Pecinan Tasik Di Pasar Cihideung

Kebangkitan Tasikmalaya juga tidak bisa terpisahkan dari keberadaan aktivitas perniagaannya. Masa-masa keemasan itulah yang membuat Kota Tasikmalaya tumbuh pesat menjadi jantung peradaban modern di Priangan Timur.

Untuk urusan ini, perantau Cina mengambil peran. Keberadaan pecinan Tasikmalaya masih dapat ditemukan di sebuah pasar lama yang dikenal masya rakat dengan Pasar Cihideung. Di sepanjang jalan inilah, keberadaan denyut ekonomi Tasikmalaya tidak berubah dari masa ke masa.

Kehidupan pecinan merupakan peninggalan yang abadi di sini. Meski arsitektur pertokoan telah banyak berubah, namun dominasi Tionghoa di pasar yang berada di belakang Masjid Agung ini masih dominan. Pasar ini sekaligus menjadi sentra belanja dan oleh-oleh para pengunjung kota Tasik. n

***

Melacak Bangunan Tua Tersisa

1. GEDUNG DAKWAH

Pada zaman kolonial, bangunan ini digunakan sebagai gedung societeit, tempat berkumpulnya para pejabat Hindia Belanda. Berdampingan dengan Gedung Societeit, merupakan bangunan yang dulu digunakan sebagai gedung bioskop.

2. GEDUNG FKPPI

Bangunan dengan sentuhan kolonial yang begitu kental. Bangunan yang terletak di belakang kompleks DPRD Tasikmalaya ini zaman kolonial digunakan sebagai landraad peng adil an militer di era Hindia Belanda.

3. BANK MANDIRI SYARIAH

Gedung Controleur, Markies Wi rat madja mengenalnya. Bangunan ini digunakan Hindia Belanda untuk meng atur sekaligus memantau pemerintahan kabupaten Tasikmalaya.

4. GEDUNG DPD GOLKAR

Masih sederet dengan gedung Con troleur, bangunan yang difung si kan sebagai markas salah satu partai ini merupakan bekas bangunan kantor kepolisian pada era Hindia Belanda.

5. KANTOR DAMRI

Berada tak jauh dari stasiun Tasikmalaya, gedung ini merupakan bekas peninggalan kolonial yang dulu difungsikan sebagai tempat penyimpanan man gaan, batu bara tempat bahan bakar penggerak kereta.

6. APOTEK RESIK

Di sebelah Selatan Masjid Agung, sebuah bangunan berbentuk persegi yang kini dijadikan sebuah apotek. Masih dikenang Markies, bangunan itu dahulu dilintasi sebuah jalur trem. Bangunan itu sendiri, merupakan gudang makanan bagi keperluan hidup masyarakat kota Tasik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement