Selasa 01 Apr 2014 12:11 WIB

Menunggu Janji Presiden

Dua TKI dan bayi mereka.
Foto: Antara
Dua TKI dan bayi mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, Halimah, bibi seorang Tenaga Kerja Indonesia bernama Siti Zaenab, tiba di Bangkalan, Jawa Timur, sekitar pukul 23.00 WIB pada Ahad (30/3) malam. Bersama Syarifuddin yang merupakan anak pertama Siti Zainab, Halimah baru saja pulang dari Arab Saudi.

Di Arab Saudi, Halimah bertemu langsung dengan TKI yang terlibat kasus pembunuhan itu. “Ya, alhamdulillah keadaan Zaenab di penjara Madinah sehat dan di sana ia selalu menghabiskan waktu dengan mengaji,” kata dia.

Dalam pertemuan tersebut, sambung Halimah, petugas penjara Madinah hanya memberikan waktu setengah jam. “Zaenab berpesan kepada saya untuk merawat kedua anaknya,” ujar dia. Selain bertemu Zainab, lanjut Halimah, dia juga telah bertemu dengan Mahkamah Pemaafan.Kepada Mahkamah Pemaafan, dia mengajukan permohonan maaf ke keluarga korban. Pihak keluarga dan ahli waris masih melakukan musyawarah terkait pengajuan maaf tersebut. “Keputusannya satu minggu lagi,” kata dia.

Syarifuddin mengaku bahagia telah bertemu dengan orang tuanya di penjara Madinah Arab Saudi. “Ibu berpesan kepada saya untuk selalu berdoa supaya ibu bebas dari hukuman mati dan bisa berkumpul kembali di kampung halaman,” ujar dia.

Pada 18 Juli 2000, Zaenab divonis hukuman pancung di Arab Saudi setelah terbukti membunuh majikannya Nurah bin Abdullah. Eksekusi ditunda untuk menunggu putra korban yang bernama Walid Abdullah al-Ahmadi memasuki masa akil balig.

Setelah akil balig, Walid Abdullah al-Ahmadi menyatakan tidak memaafkan Siti Zaenab. Keputusan putra Nurah bin Abdullah itu pun disahkan Pengadilan Tingkat Banding (Mahkamah Isti'naf). Pemerintah mengupayakan pembebasan TKI dengan cara bernegosiasi dengan keluarga korban. Hasilnya, keluarga korban meminta uang diyat atau tebusan Rp 90 miliar.Menurut Halimah, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono berjanji masih mengupayakan pembebasan bagi para TKI yang terjerat hukuman mati di Arab Saudi. “Hal ini disampaikan Presiden kepada saya secara langsung di Semarang,” kata dia.

Ia menuturkan, bibi Siti Zaenab yang bernama Halimah ini sempat bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Semarang beserta tiga keluarga TKI lainnya yang juga terjerat hukuman mati di Arab Saudi. Ketiga keluarga TKI itu berasal dari Majalengka, Brebes, dan Semarang.Pakar hukum Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, ada tiga alasan mengapa pemerintah tidak harus membayar uang pengganti atau diyat. “Pertama, harus dipahami bahwa diyat merupakan uang yang harus dibayarkan pelaku kejahatan atau keluarganya, bukan oleh pemerintah,” kata dia.

Kedua, kata Hikmahanto, bila pemerintah yang membayar diyat maka ke depan akan ada tuntutan untuk terus menaikkan nilai diyat dari keluarga korban kejahatan yang dilakukan WNI. Terakhir atau ketiga, ujar Hikmahanto, adalah tidak adil bagi masyarakat di Indonesia bila uang negara harus digunakan untuk membayar diyat.

“Perlu diingat, TKI yang terancam hukuman mati saat ini lebih dari 30. Bila dari jumlah ini keluarga korban meminta nilai diyat yang fantastis, apakah ini tidak akan menggerus APBN,” kata dia. n antara ed: ratna puspita

Informasi dan berita lain selengkapnya silakan dibaca di Republika, terimakasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement