Senin 18 Nov 2013 05:25 WIB
Penghimpunan Zakat

Zakat PNS Belum Maksimal

Indonesian government regulates zakat or charity. Yet, the real value is fewer than its potential. (illustration)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Indonesian government regulates zakat or charity. Yet, the real value is fewer than its potential. (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penghimpunan zakat di lingkungan aparatur negara belum maksimal. Menurut Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Prof KH Didin Hafidhudin, pemicunya, antara lain, ketiadaan aturan pemerintah yang mewajibkan penyaluran zakat karyawan yang tergolong muzaki di kementerian lewat Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Baznas.

Didin berpandangan, perlu instruksi presiden (inpres) untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat di intansi birokrasi. Dia berkeyakinan, inpres tersebut bisa mendongkrak perolehan zakat. “Target Rp 5 triliun bisa tercapai,” ujar dia sesaat sebelum peluncuran Gerakan Ekonomi Syariah di silang Monas, Jakarta, Ahad (17/11).

Dia menilai, pemahaman zakat para aparatur negara di kementerian masih sebatas individual, belum institusional. Selain inpres, solusinya perlu peningkatan sosialisasi, penguatan kelembagaan zakat yang amanah dan dipercaya, inovasi program pendayagunaan zakat, bukan sebatas penyaluran tunai, melainkan pemberdayaan. Penguatan regulasi dan sinergi antarlembaga keuangan juga mendesak direalisasikan. 

Saat ini, ungkap Didin, zakat yang terkumpul berkisar Rp 2 triliun hingga Rp 3 triliun. Pada 2013, zakat pada akhir tahun diprediksi bisa tembus angka Rp 3 triliun. Proyeksi itu diyakini tercapai mengingat  per Oktober 2013 sudah mencapai Rp 2,4 triliun.

Wakil Sekretaris Baznas M Fuad Nasar mengatakan, pascapengesahan UU Pengelolaan Zakat, yang antara lain, mengatur lingkup kewenangan pengumpulan zakat melalui UPZ di lingkungan Kementerian/Lembaga dan BUMN, hasilnya belum memenuhi harapan.

Dari seratus lebih UPZ yang dibentuk Baznas, hanya tujuh UPZ yang aktif. Mulai dari pelaporan penyetoran hingga penghimpunan zakat. Padahal, potensi zakat yang seharusnya bisa dihimpun dari pegawai/karyawan cukup besar. "Ini fakta yang perlu kami sampaikan ke publik."

Fuad menilai, kesadaran berzakat mereka cukup tinggi, tetapi pengoordinasiannya yang kurang. Rendahnya dukungan pimpinan dianggap sebagai salah satu faktornya. Tak sedikit pimpinan dan penentu kebijakan yang belum  memahami  konsepsi zakat dalam konteks bernegara. Kondisi ini diperburuk dengan belum terjangkaunya sosialisasi zakat hingga level penentu kebijakan atau top management. 

Menurut Fuad, regulasi pembentukan UPZ dianggap kurang tegas. Apalagi, masih kuatnya kecenderungan untuk membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ) secara mandiri di  lingkungan BUMN dibanding bersinergi dengan Baznas. Saat ini, Baznas dengan Kemenag tengah menyusun konsep kebijakan optimalisasi pengumpulan zakat di lingkup Kementerian/Lembaga dan BUMN melalui Baznas.

Kontraproduktif

Pengamat Filantropi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr Amelia Fauzia beranggapan, rendahnya kesadaran berzakat para aparatur negara bukan dipicu oleh ketiadaan peraturan yang mewajibkan.

Keengganan sebagian karyawan berzakat di UPZ bukan lantas mereka tidak berzakat sama sekali. Mereka lebih memilih berzakat di lembaga lain ataupun menyalurkan langsung ke mustahik. Fakta ini diperkuat melalui temuan dalam penelitiannya belum lama ini.

Seperti yang pernah terlihat di Era Orde Baru. Meskipun Pemprov DKI ketika itu memungut zakat dari para karyawannya, tetap saja para muzaki dari lembaga berpelat merah itu berzakat di lembaga lain. 

Menurut Amelia, meskipun aturan penting, dia berpendapat, bila tetap dipaksakan dengan penerbitan aturan yang mengekang, justru akan kontrapodukif. Dia mengkritik 'budaya' mengeluarkan ragam aturan-aturan yang notabene kerap terabaikan sendiri.

Lebih baik, ungkap dia, saat ini yang perlu dilakukan oleh pegiat zakat adalah memperkuat kinerja lembaga agar lebih profesional, transparan, dan inovatif. Dengan demikian, para muzaki di lembaga pemerintahan tersebut tertarik dan lantas dengan sadar menyalurkan zakat mereka lewat UPZ tersebut. “Masyarakat kita berpikir kritis sekarang,” tutur dia. n amri amrullah  ed: nashih nashrullah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement