Rabu 02 Oct 2013 06:05 WIB
Venezuela vs AS

Venezuela Usir Diplomat AS

Presiden Venezuela, Nicolas Maduro
Foto: whatsnextvenezuela.com
Presiden Venezuela, Nicolas Maduro

REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS – Pemerintah Venezuela mengusir tiga diplomat Amerika Serikat (AS), Senin (30/9). Presiden Nicolas Maduro menyatakan, mereka melakukan pertemuan dengan oposisi dan mendorong aksi sabotase terhadap negara yang dipimpinnya.

Selama tiga bulan terakhir gerak-gerik mereka dipantau. ‘’Kami mendeteksi sejumlah pejabat Kedubes AS bertemu kelompok kanan, membiayai, dan mendorong mereka menyabotase sistem energi listrik dan ekonomi kami,’’ kata Maduro dalam pidato di televisi.

Aksi ini merupakan bentuk perselisihan terbaru antara Venezuela dengan AS. Terutama sejak kemenangan Maduro pada pemilu April 2013 menyusul kematian Hugo Chavez. Maduro menegaskan pihaknya memiliki bukti kuat atas tuduhannya itu. Ketiga diplomat diyakini terlibat dalam sabotase jaringan listrik pada September lalu yang dilakukan oposisi. Mereka juga menyuap perusahaan-perusahaan Venezuela agar mau menurunkan tingkat produksi.

Akibatnya, barang-barang kebutuhan langka. Di antaranya kertas toilet, gula, dan tepung. Diplomat-diplomat AS diberi waktu selama 48 jam untuk meninggalkan negeri pengekspor minyak itu. Menurut Maduro, tak ada toleransi atas tindakan yang memicu kekerasan di Venezuela.

’’Yankees pulanglah. Keluar dari Venezuela. Saya tak peduli aksi balasan apa yang akan ditempuh pemerintahan Presiden Barack Obama,’’ kata Maduro. Tiga diplomat yang diusir adalah Kelly Keiderling, yang menjabat sebagai charge d'affaires.

Sejak 2010, AS tak memiliki duta besar (dubes) di Venezuela demikian pula sebaliknya. Keiderling merupakan diplomat senior. Ia bertugas di Caracas sejak Juli 2011 sebagai wakil kepala misi diplomatik. Kini dia menjalankan tugas charge d'affaires untuk sementara waktu. Dua diplomat lainnya adalah Elizabeth Hunderland dan David Mutt. Kedubes AS di Caracas menolak semua tuduhan. ‘’Kami tak terlibat konspirasi untuk merongrong Pemerintah Venezuela,’’ demikian pernyataan Kedubes AS.

Mereka mengaku belum secara resmi menyampaikan tanggapan kepada Pemerintah Venezuela. Pemimpin oposisi Venezuela, Henrique Capriles mencemooh tindakan Maduro. Ia menganggap tindakan pengusiran sebagai gurauan belaka.

‘’Pengusiran diplomat hanya kedok untuk menutupi ketidakmampuan pemerintahan Maduro yang sosialis dalam mengelola negara,’’ ujar Capriles melalui akun Twitter. Ia menyatakan kebijakan dan retorika Maduro merupakan penyebab krisis di Venezuela. Enam bulan lalu, Maduro mengusir dua atase militer AS. Beberapa jam sebelum ia mengumumkan kematian Chavez akibat kanker. Informasi menyebutkan, salah satu atase itu mencoba menggerakkan kudeta terhadap Chavez.

Maduro pun meyakini sakitnya Chavez disebabkan oleh musuh-musuhnya, termasuk AS. Pekan lalu, ia membatalkan keberangkatan ke New York, AS untuk mengikuti Sidang Umum PBB. Ia merasa nyawanya terancam bila tetap terbang ke markas PBB itu.

Sebelumnya, Presiden AS Barack Obama mengatakan setelah kematian Chavez, hubungan dua negara diharapkan lebih baik. Ia merespons tindakan Chavez selama ini. Desember 2010, misalnya, Chavez menolak memberikan visa kepada Larry Palmer yang ditunjuk jadi dubes.

Penyebabnya, Palmer pernah menyatakan keterlibatan Venezuela dengan kelompok pemberontak di Kolombia. ‘’Siapapun yang datang ke sini sebagai duta besar harus menunjukkan rasa hormat,’’ kata Chavez waktu itu. Sebagai tindakan balasan, AS mengusir dubes Venezuela. Pada Juni lalu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Venezuela Elias Jaua bertemu Menlu AS John Kerry di Guetemala. Mereka sepakat memperbaiki hubungan tapi belum juga tercapai. n bambang noroyono/reuters ed: ferry kisihandi

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement