Jumat 02 Aug 2013 08:25 WIB
Politik Mesir

Pemerintah Ancam Berangus Pro-Mursi

 Kaum perempuan Mesir bergabung dengan aksi unjuk rasa menolak kudeta dan mendukung Presiden Mursi di luar Masjid Rabiah Al Adawiyah, Nasr City, Kairo, Rabu (31/7).   (AP / Khalil Hamra)
Kaum perempuan Mesir bergabung dengan aksi unjuk rasa menolak kudeta dan mendukung Presiden Mursi di luar Masjid Rabiah Al Adawiyah, Nasr City, Kairo, Rabu (31/7). (AP / Khalil Hamra)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pemerintah sementara Mesir, Rabu (31/7), secara resmi memerintahkan polisi untuk membubarkan demonstran pro-Presiden terguling, Muhammad Mursi. Perintah resmi ini merupakan sinyal keras dari pihak penguasa untuk kembali melakukan penindakan. Mendengar hal ini, pengunjuk rasa mempersenjatai diri dengan tongkat dan helm. Tak hanya itu, ribuan massa juga bersembunyi di belakang gundukan pasir dan melakukan penjagaan berkala.

Seperti dilaporkan laman Aljazirah, Kamis (1/8), pemerintah meminta polisi untuk membubarkan aksi duduk yang dilakukan kelompok pendukung Mursi. Pemerintah menegaskan, mereka telah menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional. Untuk itu, pemerintah memberikan mandat kepada kepolisian untuk mengambil langkah yang diperlukan guna membubarkan massa pro-Mursi.

Meski demikian, seperti dikatakan Menteri Dalam Negeri Mohammed Ibrahim, langkah-langkah penindakan itu akan dilakukan secara bertahap. ''Saya berharap mereka segera bubar sebelum aparat datang,'' ujar dia.

Juru Bicara Partai Kebebasan dan Keadilan, Ahmed Sobaei mengatakan, perintah terbaru dari penguasa Mesir itu seperti membuka jalan bagi pembantaian selanjutnya. Polisi, menurut dia, sedang bersiap untuk kembali membantai rakyat yang tak bersalah. ''Mereka akan menyerang warga sipil tak bersenjata yang berusaha melakukan aksi duduk demi legitimasi,'' kata Sobaei.

Terkait hal ini, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Marie Hard mengimbau Pemerintah sementara Mesir yang dikendalikan militer untuk menghindari kekerasan. Ia juga meminta pejabat pemerintah sementara dan pasukan keamanan menghormati hak berkumpul secara damai. ''Itu jelas termasuk aksi duduk,'' ucap dia, Kamis (1/8).

Saat ini, massa pro-Mursi masih melakukan aksi duduk di luar Masjid Rabiah al-Adawiya di Kairo Timur dan di dekat Universitas Kairo. Sementara Ikhwanul Muslimin tetap menolak bekerja sama dengan pemerintah sementara yang mereka sebut pengkhianat. Ikhwanul Muslimin juga menolak berpartisipasi dalam rencana transisi yang didukung militer.

Sejauh ini, aparat keamanan sudah menindak tegas organisasi yang juga dilarang di era Husni Mubarak ini. Sejumlah tokohnya, termasuk Mursi, ditahan. Dalam dua bentrokan hebat antara massa pro-Mursi dan aparat, lebih dari 130 orang tewas.

Tekanan hebat yang dialami kelompok pro-Mursi diyakini akan membuat mereka semakin kuat. Mantan Gubernur Kafr el Sheikh yang juga tokoh Ikhwanul Muslimin, Saad el Huseini mengatakan, semakin banyak darah tumpah maka akan semakin banyak rakyat yang bergabung. Ia menilai, pasukan keamanan sangat bodoh karena tak melakukan langkah bertahap untuk membubarkan aksi kelompok pro-Mursi. Sementara, dari Amerika Serikat (AS) dilaporkan, Senat menolak menyetujui proposal bantuan dana Gedung Putih ke Mesir.

Anggota Senat dari Partai Republik, Rand Paul menjadi promotor utama penolakan tersebut. Dari 99 kursi di Senat, 86 di antaranya tidak setuju dengan rencana Presiden Barack Obama itu. ''Bantuan (ke Mesir) harus segera diakhiri,'' ujar Paul seperti dilansir Washington Times, Kamis (1/8).

Pascakudeta militer di Mesir, Obama memutuskan untuk membantu Mesir lewat kucuran dana 1,5 miliar dolar AS. Komitmen bantuan itu segera mengundang kecurigaan internasional. Sebab, pada saat yang sama, Obama enggan menyebut penggulingan Mursi sebagai kudeta militer. Menurut Paul, sikap tersebut menunjukkan inkonsistensi diplomasi AS. Bagi dia, lengsernya Mursi jelas disebabkan oleh kudeta. n ichsan emrald alamsyah/bambang noroyono ed: wachidah handasah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement