Jumat 19 Jul 2013 08:25 WIB
Politik Mesir

UE Minta Muhammad Mursi Dibebaskan

Aksi unjuk rasa pendukung Presiden Muhammad Mursi di Nasr City, Kairo, Senin (15/7). (AP/Nasser Shiyoukhi)
Aksi unjuk rasa pendukung Presiden Muhammad Mursi di Nasr City, Kairo, Senin (15/7). (AP/Nasser Shiyoukhi)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO — Desakan agar Presiden Mesir terguling, Muhammad Mursi, dibebaskan dari tahanan kembali bergaung. Kali ini desakan itu dilontarkan oleh Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE) Catherine Ashton saat bertemu dengan sejumlah petinggi Mesir, termasuk Presiden sementara Adli Mansur di Kairo, Rabu (17/7)

“Saya yakin, beliau (Mursi) harus dibebaskan. Saya juga yakin, beliau dalam keadaan baik. Saya ingin sekali melihatnya,” ujar Ashton, seperti dikutip Aljazirah.

Terkait pemerintahan sementara Mesir yang baru saja dilantik, ia berpendapat, penting  bagi semua pihak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan meski ia mengakui saat ini terjadi polarisasi politik yang parah di Mesir.

Ia juga menekankan perlunya inklusivitas sehingga pemerintah mestinya berupaya agar Ikhwanul Muslimin mau berpartisipasi. “Penting, semua pihak terlibat dalam memperjuangkan masa depan negara,” katanya.

Dalam kabinet Mesir yang dilantik Selasa (16/7), kaum teknokrat dan liberal mengambil bagian penting. Sebaliknya, tak ada satu pun tokoh Ikhwanul Muslimin. Sejak awal, Ikhwanul Muslimin memang menolak bergabung dalam pemerintahan sementara.

Kelompok Islam pendukung Mursi ini menilai, pemerintahan Mesir saat ini tidak sah alias inkonstitusional. “Kami tidak mengakui siapa pun dalam kabinet itu,” ujar Juru Bicara Ikhwanul Muslimin Gehad el-Haddad. Hanya satu hal yang diinginkan Ikhwanul Muslimin saat ini, yaitu mengembalikan Mursi ke posisinya semula sebagai Presiden Mesir. 

Selain menemui para petinggi dalam pemerintahan sementara Mesir, Ashton juga mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin, termasuk perdana menteri pada masa pemerintahan Mursi, Hisham Kandil. Menurut Amr Darrag, salah satu tokoh Ikhwanul Muslimin yang bertemu dengan Ashton, petinggi UE ini tidak menawarkan solusi untuk mengatasi krisis politik Mesir.

Namun, kata Darrag, hal itu tak menjadi masalah karena pihaknya tak mengharapkan dukungan dari manapun. “Ikhwanul Muslimin bisa mengandalkan dirinya sendiri,” ujarnya.

Keprihatinan atas berlanjutnya penangkapan politik di Mesir juga disampaikan Menlu AS John Kerry. Di tengah kunjungannya di Amman, Yordania, Kerry menyeru Pemerintah Sementara Mesir untuk melindungi hak-hak rakyat.

“Kami sangat menaruh perhatian pada kebebasan orang untuk dapat berpartisipasi karena kita pikir itu merupakan bagian penting dari pemulihan jantung dan jiwa Mesir,” katanya.

Kerry juga mengulangi ucapan sebelumnya bahwa sulit bagi AS untuk menyimpulkan apakah penggulingan Mursi merupakan kudeta militer atau tidak. AS, menurut Kerry, akan melihat kembali, menilai, serta tidak terburu-buru menghakimi tindakan militer Mesir.

Ia bahkan secara implisit membenarkan tindakan militer Mesir karena mampu mencegah kemungkinan pecahnya perang saudara. “Saat itu, Mesir dalam kondisi hidup atau mati, bahkan mengarah kepada perang saudara, militer pun akhirnya maju.”

Demo berlanjut

Bersamaan dengan kian menguatnya tekanan internasional agar Mursi segera dibebaskan dari tahanan, puluhan ribu demonstran, baik yang pro maupun anti-Mursi, kembali turun ke jalan, Kamis (18/7) dini hari. Mereka menggelar unjuk rasa di dua tempat berbeda di Kairo.

Para demonstran pro-Mursi menggelar aksi di depan kantor perdana menteri. Mereka memprotes pembentukan kabinet baru Mesir. Namun, aparat langsung memukul mundur ketika mereka mencoba bergerak ke Lapangan Tahrir, tempat berkumpulnya demonstran anti-Mursi. n ichsan emrald alamsyah ed: wachidah handasah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement