Selasa 11 Jun 2013 09:04 WIB
Tenaga Kerja Indonesia

Pelayanan TKI di Jeddah Buruk

Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Foto: Antara/Ismar
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelayanan pemerintah yang buruk menjadi pemicu aksi rusuh para tenaga kerja Indonesia (TKI) di Jeddah, Arab Saudi, Ahad (9/6) petang. Para pejabat terkait TKI di luar negeri pun diminta berintrospeksi diri atas tidak maksimalnya pelayanan mereka kepada TKI.

Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, pejabat pelaksana di lapangan belum memiliki mental sebagai pelayan. "Tapi, (mereka memiliki mental) sebagai raja yang dilayani," kata Marzuki, Senin (10/6). Upaya membenahi mentalitas pejabat harus lewat proses panjang, terutama melanjutkan reformasi birokrasi.

Marzuki menyampaikan hal itu menanggapi aksi rusuh para TKI yang menuntut pelayanan dokumen imigrasi di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah. Para TKI melakukan pembakaran dan pelemparan batu. Satu TKI asal Madura Marwah bin Hassan (57 tahun) meninggal, sedangkan petugas keamanan KJRI bernama Mustafa terluka parah, dan ratusan TKI lainnya pingsan.

Kejadian ini bermula dari adanya kebijakan amnesti atau pemutihan bagi seluruh warga negara asing yang tidak memiliki izin tinggal mulai pekan kedua Mei 2013 hingga 3 Juli 2013. Mereka dimungkinkan pulang ke negaranya secara mandiri tanpa harus membayar denda atau menjalani hukuman.

KBRI Riyadh dan KJRI Jeddah memberikan layanan pendataan dan penerbitan dokumen keimigrasian untuk kepulangan ke Tanah Air dan untuk mendapatkan izin tinggal atau bekerja di Arab Saudi. Pada Ahad (9/6), para TKI mengantre dan saling berdesakan untuk mendapatkan pelayanan.

Mereka mendapat kabar, pemutihan hanya berlaku hingga Ahad (9/6). Mereka pun panik. Apalagi, ribuan TKI ini sudah antre berhari-hari sementara pelayanan berjalan lambat.

Di luar udara panas mencapai 40 derajat Celcius. Para TKI pria pun memaksa masuk dan melemparkan berbagai benda ke gedung KJRI. Mereka juga mencoba memanjat tembok KJRI dan merusak kawat berduri. Menjelang malam, para TKI mulai membakar barang-barang yang ada di sekitar pintu gerbang dan tembok pembatas sehingga kobaran api dan kepulan asap membubung tinggi.

Direktur Migrant Care Anis Hidayah menegaskan, selama ini pemerintah hanya memberikan pelayanan di dalam gedung, sementara yang di luar gedung tidak pernah diurus. "Ini kebobrokan pemerintah. Pemerintah tidak melakukan apa-apa. Harusnya pemerintah justru menyambut baik pemutihan ini," kata Anis.

Duta Besar RI untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur mengakui tidak memiliki petugas yang cukup dalam pengurusan amnesti. "Kami akui saat ini tak maksimal,'' ujar dia. Dalam sehari, jumlah petugas mencapai 120 orang. Pengurusan dokumen bisa melayani 6.000 orang, tapi pada Ahad (9/6) mencapai 12 ribu orang.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar belum menganggap serius kejadian di KJRI Jeddah itu. Dia menyebut pemberitaan insiden ini terlalu dibesar-besarkan. "Itu hanya plastik yang dibakar. Dilebih-lebihkan saja," kata dia.

Direktur Informasi dan Pelayanan Media Kementerian Luar Negeri PLE Priatna mengatakan, setiap harinya rata-rata 7.000 WNI mendaftarkan diri untuk program amnesti. Menurut dia, angka tersebut cenderung meningkat. Pemerintah telah mengirimkan 100 ribu paspor dan surat perjalanan laksana paspor (SPLP) ke KBRI Riyadh dan KJRI Jeddah.

Komisi IX DPR berencana menggelar rapat dengan Kemenakertrans, Kemenkum HAM, Kemenlu, dan Kemenag untuk membahas insiden ini. Wakil Ketua Komisi IX DPR Nova Riyanti Yusuf menyatakan kejadian ini benar-benar memalukan dan merusak citra bangsa Indonesia di dunia internasional. n m akbar wijaya/ichsan emrald alamsyah/fenny melisa/qommarria rostanti/lingga permesti ed: m ikhsan shiddieqy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement