Ahad 12 May 2013 09:09 WIB
Konflik Mesuji

Konflik Lahan di Mesuji Makin Parah

Tanah di Register 45 Mesuji, Bandar Lampung
Foto: antaralampung.com
Tanah di Register 45 Mesuji, Bandar Lampung

REPUBLIKA.CO.ID, MESUJI - Konflik kepemilikan lahan di kawasan Register 45 Sungai Buaya, Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung, makin parah. Menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, perambah kawasan hutan tersebut makin banyak, bahkan telah menggusur pemilik aslinya.

"Dulu yang menduduki dan mengaku pemilik sah kawasan tersebut ada 5.000 orang, lalu bertambah menjadi 10 ribu orang, dan sekarang saya kira sudah lebih dari 10 ribu orang. Ini jelas membuat masalah makin kompleks," ungkap Menhut saat berdialog dengan warga Mesuji, Jumat (10/5).

Menhut menyatakan masalah ini harus segera diselesaikan dan keterlibatan pemerintah daerah, terutama dari pemerintah daerah (pemda) tingkat dua, sangat penting untuk menyelesaikan kasus ini. Dengan perubahan fungsi lahan, yang tadinya untuk kawasan hutan lalu dipakai untuk areal pertanian, tentu akan mengganggu keseimbangan alam.

Menhut pun meminta bupati agar tidak takut menggunakan kewenangannya untuk menyelesaikan kasus ini. "Jadi, kami dudukkan dulu persoalan register ini. Dengan adanya otonomi daerah, kewenangan bupati sekitar 80 persen, pemerintah pusat hanya 20 persen," ujar Zulkifli.

Meski memiliki kewenangan yang lebih kecil ketimbang pemda, jelas Menhut, pemerintah pusat tetap berkomitmen untuk secepatnya menyelesaikan kasus sengketa lahan tersebut. Karena itu, Menhut meminta pemda untuk memberikan data-data yang selengkapnya terkait dengan pemilik sah lahan tersebut.

Setelah mendata secara lengkap dan benar, bupati bisa mengajukan surat resmi ke pemerintah pusat. "Jadi, bupati jangan takut bertindak. Ini karena Kementerian Kehutanan hanya menangani taman nasional. Mengenai hutan lindung, konservasi, dan hutan register itu kewenangan pemda. Sangat besar kewenangan pemda," jelas Zulkifli.

Saat ini, menurut Zulkifli, Kemenhut hanya bisa mengimbau para perambah lahan agar meninggalkan kawasan tersebut. Sebagai bagian dari solusi untuk itu, pihaknya juga telah mencadangkan lahan seluas 7.000 hektare untuk masyarakat adat dan hak ulayat.

"Jadi, bupati tinggal mendata siapa-siapa yang berhak menerima, lalu kami akan berikan. Saya datang ke Mesuji untuk mempercepat finalisasi penyelesaian Register 45. Sebetulnya, memang pada 2010 lalu menurut kami sudah kami cadangkan 7.000 hektare untuk adat dan hak ulayat. Kami, pemerintah pusat dan daerah, sudah sepakat 7.000 ha untuk masyarakat adat dan sekarang ini tinggal siapa yang dapat," kata Zulkifli.

Zulkifli menjelaskan, pendataan yang benar, cepat, dan akurat itu penting agar tidak timbul masalah baru. Apalagi, pihaknya telah mengambil keputusan dengan memberikan lahan di kawasan Register 45 kepada masyarakat adat yang sudah tercatat turun-temurun berada di kawasan tersebut. Pemerintah sudah mencadangkan 7.000 ha supaya bisa dikelola kembali oleh masyarakat. Untuk teknis pendistribusiannya, Menhut menyerahkannya kepada bupati dan pemda.

"Untuk itu, saya berharap bagi mereka yang benar-benar bagian dari kepemilikan tanah adat dan ulayat dapat didata oleh pemda. Jadi, jangan sampai orang yang tidak wajib mendapat bagian, orang yang seharusnya menerima tidak mendapatkan haknya. Jika itu terjadi, akan muncul masalah baru yang lebih pelik," ujar Menhut.

Pemerintah pusat, menurut Menhut, sudah mengedepankan pendekatan persuasif sejak 2010, tetapi tak membuahkan hasil. Tapi, sekarang sepertinya pendekatan dengan cara tersebut sudah tidak tepat lagi.

Menurut Bupati Mesuji Khamamik, jumlah perambah di kawasan tersebut semakin banyak. Dia memperkirakan, saat ini ada lebih dari 16 ribu orang yang tidak bertanggung jawab yang mayoritas dari luar Mesuji, bahkan dari luar Provinsi Lampung, masuk dan mendiami kawasan tersebut. "Mereka mendirikan rumah-rumah, menebang, dan membakar pohon-pohon yang ada, kemudian menggantinya dengan tanaman singkong dan jagung," kata Khamamik.n rakhmat hadi sucipto ed: subroto

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement