Kamis 02 May 2013 01:08 WIB
HUT Papua

Bintang Kejora Nodai Peringatan 50 Tahun Papua

Bintang Kejora, bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Foto: napiremkorwa.blogspot.com
Bintang Kejora, bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM).

REPUBLIKA.CO.ID, SORONG — Peringatan 50 tahun bergabungnya Papua dengan Indonesia, Rabu (1/5),  dinodai insiden pengibaran bendera Papua Merdeka, Bintang Kejora, di Kampung Ibdi, Kecamatan Biak Timur. Kepolisian Biak pun menahan enam orang yang terlibat insiden itu.

Laporan Antara menyebutkan keenam warga sipil itu ditangkap saat mengikuti kegiatan bersama puluhan warga lainnya saat memperingati Hari Antiintegrasi atau ‘hari aneksasi’ yang juga diperingati setiap tanggal  1 Mei. Terungkapnya kasus pengibaran bendera terjadi saat aparat keamanan gabungan melakukan patroli dan mendapatkan sekelompok warga sedang melakukan kegiatan yang mencurigakan dengan berorasi yang menghasut serta memecah belah NKRI. 

Kabid Humas Polda Papua Kombes Gede Sumerta ketika dikonfirmasi belum memberikan keterangan yang lengkap. Ia hanya menjelaskan bahwa hingga Rabu siang,  pihaknya sudah mengamankan enam orang, yakni YW, YA, YB, OW, MG, dan GSY.

Selain mengamankan keenam warga, aparat keamanan menyita berbagai barang bukti, seperti satu pucuk senjata jenis airsoft gun, 39 butir amunisi senjata api jenis laras panjang, lima bilah parang, beserta tujuh anak panah. Ketika ditanya apakah keenam warga yang ditahan itu terlibat dalam kasus pengibaran bendera Bintang Kejora, Gede menegaskan mereka ditangkap saat bersama sekelompok warga lainnya berorasi serta berupaya memecah belah NKRI.

Namun, Gede menegaskan secara keseluruhan situasi kamtibmas di tanah Papua saat ini aman dan terkendali. Tidak hanya di Biak, insiden pengibaran bendera juga terjadi di daerah Timika. Namun, aksi itu berhasil digagalkan oleh Kepolisian Resor Mimika.

Kapolres Mimika AKBP Jeremias Rontini mengatakan dalam kejadian itu polisi mengamankan 10 warga dan menyita sepucuk bendera Bintang Kejora, sebatang pohon pinang ukuran sekitar 10 meter, dan tali. Sejumlah warga yang diamankan tersebut akan didalami keterlibatannya. Jika terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, mereka akan diproses lebih lanjut. “Kita ikuti aturan negara, bukan aturan warga negara. Siapa yang bersalah tetap kita proses,” kata Rontini.

Upaya aparat penegak hukum itu merupakan aksi gabungan dari Perintis dan Pengendali Massa Polres Mimika dibantu Polsek Mimika Baru, Brimob Detasemen B Polda Papua, dan Garnizun TNI. Di lokasi kejadian, aparat sempat mengeluarkan tembakan peringatan ke udara untuk memaksa warga menghentikan aksinya.

Bupati Kabupaten Jayapura Mathius Awoitauw menyesalkan masih adanya penyampaian aspirasi masyarakat Papua dengan cara melanggar hukum. Menurutnya, dialog merupakan cara alternatif menyampaikan aspirasi, khususnya dalam memperingati kembalinya Papua ke Indonesia. “Apa pun aspirasinya, pemerintah daerah membuka ruang dialog,” kata Mathius di Sentani.

Berbeda dengan daerah lainnya, di Kota Sorong peringatan 50 tahun bergabungnya Papua ke Indonesia relatif lebih aman. Bahkan, Pemerintah Kota Sorong menyambut baik usulan dari DPRD Kota Sorong tentang penyebutan sebagai Kota Bhinneka Tunggal Ika. “Kami menyambut baik usulan tersebut,” kata Wali Kota Sorong EC Lambert Jitmau.

Menurut Lambert, penyebutan itu akan menggambarkan kemajemukan masyarakat Kota Sorong. Yaitu, bercampurnya etnis dari Sabang sampai Merauke. ed. muhammad hafil

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement