Selasa 17 Jan 2017 14:00 WIB

Berdamai dengan Si Bercak Putih

Red:

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sesekali pernah melihat orang lain yang melihat perbedaan kulit di tubuhnya. Beberapa bagian wajah, tangan, siku luar, kulit di persendian tangan, ataupun di ujung-ujung jarinya terlihat putih dibandingkan kulit di permukaan badan lainnya.

Salah satu masalah kulit tadi adalah vitiligo, yaitu kondisi kulit yang tidak mampu membentuk warna. Pasien vitiligo memiliki bercak-bercak putih pada kulit yang terlihat kontras dengan warna kulit dasar mereka. Meski tidak mengancam jiwa, vitiligo dapat memengaruhi penampilan sehingga membuat kepercayaan diri pasiennya menurun.

Spesialis kulit dan kelamin dari DC Beauty Clinic di Pantai Indah Kapuk, dr Kardiana Purnama Dewi SpKK, mengatakan, vitiligo ditandai dengan gejala munculnya bercak tanpa pigmen yang dapat mengenai kulit atau membran mukosa, seperti bibir. Lokasi kemunculan bercak ini, lanjut Dewi, cukup sering dimulai dari ujung-ujung jari.

Seiring dengan bertambahnya waktu, bercak-bercak putih ini bisa semakin melebar dan meluas. "Kadang-kadang, di awal bercaknya belum putih total. Kita sebutnya hipopigmentasi, pigmennya berkurang. Tapi, lama-kelamaan bercaknya akan semakin putih," kata dia saat dihubungi Republika di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dewi mengatakan, penyebab pasti dari vitiligo masih dalam penelitian. Namun, saat ini penyakit vitiligo kerap dikaitkan dengan kondisi autoimun. Di sisi lain, faktor genetik juga dianggap berperan dalam timbulnya vitiligo.

Secara umum, penyakit yang dapat terjadi di berbagai kelompok usia ini dapat dibagi ke dalam tiga tipe berdasarkan luas area bercaknya, yaitu lokal, generalisata, dan universal. Bercak putih pada vitiligo lokal, terangnya, hanya ditemukan di area tertentu tubuh.

Untuk bercak pada vitiligo generalisata meliputi lebih banyak area. Sedangkan, vitiligo universal meliputi hampir seluruh area tubuh. "Tapi, tidak kena rambut ataupun mata (seperti albino). Mungkin satu badan putih semua sampai seperti bule, tapi rambut dan mata tidak," ujar Dewi.

Meski vitiligo murni tidak mengancam jiwa, bercak putih pada penderita vitiligo tidak memiliki pigmen. Padahal, pigmen berfungsi untuk memberi perlindungan dari paparan sinar matahari yang dapat meningkatkan risiko kanker kulit.

Karena itu, Dewi mengatakan, penting bagi penderita vitiligo untuk mengenakan tabir surya, khususnya di area-area bercak putih. Penggunaan tabir surya minimal dimulai sejak pukul 08.00 atau 09.00 hingga pukul 17.00.

Terkait pemilihan tabir surya, Dewi mengatakan, tabir surya dengan SPF berapa pun cukup untuk memberikan perlindungan. Namun, jika sedang berada di area dengan terik matahari yang lebih menyengat, penderita vitiligo disarankan memilih tabir surya dengan SPF lebih tinggi. "Bukan berarti tidak ada pigmen, langsung berjemur panas agar lebih hitam. Itu malah berisiko. Boleh terkena panas, tapi harus dilindungi sunblock," kata Dewi.

Terapi merangsang pigmen

Dewi mengatakan, terapi pengobatan untuk vitiligo ada beberapa macam. Salah satunya ialah terapi cahaya atau fototerapi, yaitu penyinaran di area bercak-bercak putih pada penderita vitiligo. Dahulu, Dewi mengatakan, fototerapi yang cukup populer digunakan pada pasien vitiligo ialah terapi PUVA yang mengombinasikan psoralen dan UVA. Kini, fototerapi yang lebih umum digunakan ialah narrowband UVB yang merupakan UVB dengan panjang gelombang khusus, biasanya 311 nanometer.

Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, kata dia, fototerapi bisa dikombinasikan dengan krim topikal. Kombinasi fototerapi dan obat topikal dapat merangsang melanogenesis atau pembentukan pigmen melanin di area bercak-bercak putih pada kulit penderita vitiligo.

Menurut spesialis kulit dan kelamin dari Bamed Skin Care, dr Radityo Anugrah SpKK, pemberian krim topikal dan fototerapi merupakan beberapa opsi yang bisa membantu memberi rangsangan agar bercak-bercak putih pada pasien vitiligo bisa kembali memiliki warna kulit yang senada dengan warna kulit dasar penderita. Apabila terapi ini tidak berhasil merangsang kembali pembentukan pigmen, opsi terakhir adalah tandur kulit atau cangkok kulit. "Kulit (normal) yang diambil berukuran kecil, 0,5 cm," ungkap Radityo.

Meski begitu, dia menekankan, cangkok kulit bisa dilakukan jika vitiligo yang diderita pasien sudah dalam keadaan stabil. Stabil di sini berarti bercak-bercak putih pada kulit penderita tidak bertambah luas dan lesi-lesi baru juga tidak lagi bermunculan.

Jika vitiligo yang dideritanya tak merespons yang baik dengan terapi pengobatan yang optimal, Radityo menegaskan agar pasien tersebut waspada. Soalnya, vitiligo yang diderita pasien tersebut bisa saja berkaitan dengan beberapa penyakit yang dideritanya.

Dia mengatakan, ada beberapa penyakit yang kerap dikaitkan dengan vitiligo, khususnya penyakit autoimun, seperti diabetes tipe 1 dan lupus. Selain itu, vitiligo juga dapat mejadi salah satu penanda atau gejala dari adanya kelainan tiroid pada pasien. "Karena berhubungan dengan penyakit-penyakit inilah, makanya harus dicari penyebabnya vitiligo itu. Vitiligonya gampang didiagnosis, tapi penyebab utamanya kadang-kadang harus dicari lebih lanjut."

Selain terapi, lanjutnya, pasien vitiligo disarankan mengenakan tabir surya dan sedikit berjemur secara rutin. Namun, durasi berjemur yang dianjurkannya hanya beberapa menit. Jika paparannya berlebihan, dapat memicu munculnya bercak vitiligo di bagian tubuh lainnya.

Di samping itu, pasien vitiligo aktif disarankan tidak menggunakan pakaian ketat. Alasannya, bekas dari pakaian ketat ini dapat memicu timbulnya lesi-lesi vitiligo baru di area tersebut. "Misal, pinggangnya terlalu ketat, kadang bisa muncul lesi baru di bagian yang ketat tersebut," jelas Radityo.

Radityo menyadari bahwa penyakit vitiligo dapat mengurangi kepercayaan diri pasiennya. Meski tujuan terapi pengobatan vitiligo adalah mengembalikan warna kulit seperti semula, proses tersebut membutuhkan waktu.

Karena itu, selama proses terapi, pasien vitiligo dapat memanfaatkan kosmetik dekoratif untuk menyamarkan bercak-bercak putih di kulit mereka. Kosmetik yang disarankan adalah yang bersifat full coverage. Dengan begitu, aplikasi kosmetik yang dibutuhkan untuk menyamarkan bercak tidak terlalu banyak. "Cukup sering dokter menganjurkannya untuk menutupi vitiligonya, sementara diobati," kata Radityo.     rep: Adysha Citra Ramadani, ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement