Selasa 10 Mar 2015 17:00 WIB

Nani Zulminarni, Mencetak Perempuan Pekerja Mandiri

Red:

Perempuan itu  melangkah mantap menaiki panggung setelah pembawa acara menyebut namanya. Sosoknya begitu sederhana, tanpa pulasan wajah, dan  busananya pun terlihat bersahaja.

Nani Zulminarni, perempuan itu, berbicara di depan khalayak dalam acara L'oreal Beauty for A Better Life di Ice Palace, Lotte Shopping Avenue Jakarta, beberapa waktu lalu. Gerakan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) yang ia dirikan berhasil menjadi mitra untuk menerima program pelatihan bagi perempuan. Pekka terpilih sebagai mitra karena fokus pada pemberdayaan perempuan dengan keterbatasan ekonomi di Indonesia.

"Bentuk pelatihannya berupa keterampilan tata rias dan perawatan rambut," kata Nani. Hasil kerja sama tersebut melibatkan 94 perempuan anggota Pekka yang berada di Karawang, Cianjur, dan Sukabumi, Jawa Barat. Para profesional tata rias rambut memberikan pelatihan selama hampir setahun pada 2014. Bekal kemampuan tersebut mampu menjadi media penumbuh kepercayaan diri perempuan. Para peserta pelatihan dapat memanfaatkan keterampilannya untuk mencari nafkah, misalnya, menjadi penata rambut atau bahkan membuka usaha salon sendiri.

Ini bukan kali pertama Pekka berkontribusi memberdayakan potensi perempuan. Sejak berdiri pada 2001, organisasi yang lahir dari komunitas ini sudah bergerak merangkul perempuan. Awalnya Nani mendapat tawaran dari Komisi Nasional (Komnas) Perempuan untuk mendokumentasikan hidup para perempuan yang menjanda akibat konflik 1998. Nani yang juga aktivis perempuan ini tidak hanya ingin mendokumentasikan, tapi juga membuat perempuan jadi lebih berdaya. Saat itu Pekka lahir, kemudian mengembangkan program kerjanya.

Perempuan di Pekka mayoritas merupakan janda. Mereka menjanda karena suami telah meninggal dunia atau pergi tanpa pamit dan menikah lagi dengan wanita lain. Sementara para janda tersebut harus membesarkan anak-anaknya.

Tidak hanya para janda, banyak juga perempuan yang masih berstatus sendiri tetapi harus bekerja. Faktor terbesarnya perihal ekonomi sehingga mereka terpaksa menjadi tulang punggung keluarga. Ada pula perempuan yang masih memiliki suami, namun penghasilannya tidak mencukupi keperluan rumah tangga. Hal tersebut memaksa para istri bekerja demi menambah pemasukan.

Pada saat bersamaan, status janda masih memiliki stigma negatif di Indonesia. Apabila seorang janda tidak menikah lagi dan dekat dengan seorang laki-laki, ada saja tudingan miring. Atau, dalam status hukum sering kali disepelekan jika mengurus akta kelahiran anak. Hasilnya, tidak sedikit anak-anak mereka yang tumbuh tanpa memiliki catatan sipil dan kependudukan.

"Ini yang memotivasi saya untuk ambil peran," jelas perempuan kelahiran Ketapang, 10 September 1962, ini. Belum lagi mereka yang tinggal di desa atau jauh dari kota. Banyak dari mereka putus sekolah hingga buta huruf. Sebuah persoalan besar dan membutuhkan usaha keras untuk memberantasnya.

Bukan santunan dana

Pekka tidak memberikan para anggotanya berupa santunan dana. Bantuan itu lebih ke arah pengembangan keterampilan  berupa simpan pinjam, pendidikan, hingga perlindungan hukum. Bagi mereka yang berprofesi sebagai petani atau pedagang diberikan pendidikan demi mengembangkan usahanya. Sementara yang tidak memiliki keterampilan diberikan bekal di bidang kecantikan dan kesenian. Dengan koperasi simpan pinjam mereka mampu meningkatkan pendapatan keluarga.

Anggota Pekka juga mendapat bantuan agar bisa terkoneksi dengan perusahaan atau organisasi lain dalam membantu pekerjaan mereka. Kemudian, memberikan perlindungan hukum untuk membuat akta kelahiran anaknya.

Kebahagiaan Nani adalah ketika melihat senyum bahagia dari para janda. "Saya suka menjadi tempat mereka mencurahkan isi hatinya," ungkap perempuan peraih Ashoka Fellowship 2007 ini.

Ia selalu terkenang saat datang ke Pekka,  wajah mereka suram dipenuhi kesedihan dan beban hidup. Namun, semua bisa berubah menjadi tawa bahagia dan semangat. Keberadaan organisasi memberikan pandangan berbeda bagi kehidupan mereka. Tidak hanya membawa perubahan tapi juga menemukan rekan seperjuangan yang memompa semangat.

Nani ingin kehidupan perempuan pekerja, baik janda atau bukan, bisa lebih baik. Mereka tidak lagi merasa malu terhadap lingkungan dengan statusnya sehingga menghilangkan kepercayaan dirinya. Justru para perempuan ini harus berani unjuk gigi.

Dengan masa lalu pahitnya pernikahan, membesarkan anak tanpa suami, atau menjadi tulang punggung keluarga, perempuan tetap bisa bekerja dan hidup mandiri. Pernikahan memang membuat hidup lebih berbeda karena ada sosok suami sebagai pendamping. Namun,  dengan garis hidup berbeda tidak sepantasnya harus menyerah.  Perempuan tetap bisa memiliki kebahagiaan dalam hidup dan berprestasi.

Nani bercerita, saat awal membawa Pekka ke tengah masyarakat. Suatu tahap yang tak berlangsung dengan mudah. Cibiran dan dengungan menyindir kerap terdengar ke telinganya. ''Saya menghadapinya dengan santai dan menunjukkan bukti nyata,'' katanya.

Hingga saat ini lebih dari 33 community center dan 19 supporting center resmi berdiri. Semua terwujud hasil dari koperasi simpan pinjam para anggota. Pusat organisasi tersebut ada di 53 kabupaten dari 700 desa yang tersebar di 19 provinsi seluruh Indonesia. Pekka  tak bekerja sendiri. Lebih dari 1.400 organisasi dengan visi dan misi serupa menjadi rekan setia dalam memberdayakan perempuan. N ed: nina chairani

***

Mandiri Sejak Dini

Nani  Zulminarni telah terbentuk  mandiri sejak muda. Ia sudah terbiasa tinggal jauh dari orang tua sejak remaja. Yakni, saat duduk di bangku pesantren setara dengan sekolah menengah atas (SMA). Pernikahannya juga kandas di tengah jalan setelah memiliki tiga orang putra. Sejak saat itu, ia menjadi orang tua tunggal membesarkan ketiga buah hatinya.

Kemandiriannya kemudian membawa hidupnya menjadi seorang aktivis perempuan. Begitu lulus dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Nani bekerja di Pusat Pengembangan Agrobisnis (PPA). Ia lantas dipercaya mendirikan dan mengelola Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) yang masih di bawah naungan PPA.

Pekka merupakan buah jerih payahnya  memperjuangkan hak-hak perempuan, khususnya janda. Ambisinya ke depan, ia ingin perempuan Pekka  lebih memiliki jiwa pemimpin. "Secara perlahan motivasi kepemimpinan akan kami berikan bagi anggota," kata Nani.

Perempuan, dalam visinya, harus bisa memimpin dirinya sendiri bahkan sebuah institusi hingga negara sekalipun. Kontribusi Nani  selama puluhan tahun di bidang kewanitaan juga membawa namanya ke kancah politik. Namanya sempat dinominasikan menduduki bangku menteri pemberdayaan perempuan 2014-2019. Bahkan, dunia internasional juga mengakui perannya sebagai aktivis pembawa perubahan. Ia mendapat Global Fairness Award 2014 di Washington DC, Amerika Serikat, di penghujung tahun lalu.

Di usianya yang tak lagi muda Nani tetap lincah menjalani aktivitas keseharian. Dalam sepekan selalu ada saja panggilan menjadi pembicara atau kerjaan di luar kota. Tetapi, semua tetap ia jalani dengan senang hati.

Kegiatannya ini juga mendapat dukungan penuh dari keluarga besar, terumata ketiga buah hatinya. Ketiga putranya juga sudah cukup dewasa sehingga tak perlu khawatir meninggalkan mereka sejenak untuk urusan pekerjaan. Nani menyatakan, hanya ingin berbuat baik dan bermanfaat bagi sesama hingga pada akhir usianya.  ''Saya masih ingin mewujudkan mimpi bersama Pekka dan keluarga,'' kata nenek seorang cucu ini. n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement