Selasa 26 Aug 2014 12:00 WIB
resensi

Petunjuk demi Petunjuk

Red:

Setelah buku Indonesia X-Files dicetak ulang tujuh kali cetak ulang dalam tempo enam bulan, Noura Books menerbitkan Indonesia X-Files 2. Buku seri pertamanya terbit tiga bulan sebelum kematian penulisnya, dr Abdul Mun'im Idries SpF. Ahli forensik yang meninggal pada September 2013 pada usia 66 tahun ini semasa hidupnya banyak membantu polisi di banyak kasus yang menyita perhatian publik. Di buku seri kedua ini, Mun'im menyuarakan sejumlah hal yang ia ketahui terkait kasus kejahatan seksual, keputusasaan, dan narkotika.

Selain lebih tipis dari seri pertamanya, Indonesia X-Files 2 tak ditulis dengan gaya bertutur. Saat tubuhnya semakin lemah oleh gangguan batu empedu, ia tetap bersemangat berbagi pecahan-pecahan informasi. Sebagai pelengkap, dilampirkan pula petikan wawancaranya dengan sejumlah media massa. Lewat Indonesia X-Files 2 ia memaparkan pandangannya tentang hubungan sebab-akibat aneka kejadian yang ada di sekitar kita, seperti kejahatan seksual, bunuh diri, dan penyalahgunaan obat-obatan. Isinya masih relevan dengan kondisi masa kini, terutama tentang aborsi dan bunuh diri. Ia berharap, pembaca dapat belajar untuk menghindari diri dan keluarganya dari hal-hal yang tak diinginkan tersebut.

Pada bab pertama, Mun'im mengingatkan masyarakat, dokter pun bisa berbuat salah. Ketika terbukti melakukan pelanggaran kode etik kedokteran, Majelis Kode Etik Kedokteran akan menyerahkan keputusannya kepada ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sanksinya ditetapkan oleh ketua IDI, entah berupa teguran lisan, tertulis, hingga reedukasi. Di bab kedua, Mun'im menunjukkan integritasnya sebagai dokter. Ia tak takut untuk berbeda pandangan dengan sejawatnya dalam kasus aborsi.

Mun'im menjelaskan, aborsi berbeda dengan pembunuhan anak. Ia juga menolak aborsi dilegalkan. "Ya, enggak boleh. Jangan, dong. Kok, dilegalkan, ikuti saja ketentuan KUHP dan UU Kesehatan. Cuma perbaiki UU Kesehatan. Yang memberikan indikasi medis harus dokter yang lain, bukan dokter yang sama. Biar masyarakat tidak meniru atau melakukan aborsi, polisi harus tetap menyelisik dan pengadilan menghukum mereka yang bersalah melakukan aborsi dan melanggar hukum." (hal 23).

Di bab ketiga, Mun'im mengajak masyarakat untuk menghindari keputusasaan yang berakhir dengan bunuh diri. Lantas, di bab keempat, ia memaparkan tentang perlunya penggalian kuburan (ekshumasi) dan pembedahan mayat di tempat yang sama. Tentang penyusunan laporan hasil visum et repertum, ia mengingatkan sejawatnya agar terbiasa mengutarakan opini dalam bahasa yang dapat dimengerti hakim.

Sebelum menutup kisahnya di bab kelima mengenai narkotika, Mun'im kembali berpesan kepada insan pers agar tetap ingat dengan tanggung jawab sosialnya. Jika alat kejahatan terpublikasikan, pelaku dapat mengatur alibi dan menghilangkan senjata yang merupakan barang bukti. Di samping itu, wartawan peliput berita kejahatan yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia sebaiknya memiliki pengetahuan Ilmu Kedokteran Forensik praktis.

Pembaca mungkin akan merasa tak terpuaskan keingintahuannya dengan membaca Indonesia X-Files 2. Kasus yang dijadikan contoh tidak terulas gamblang. Mun'im seolah pergi menyimpan banyak informasi yang belum diketahui publik. Masih adakah catatannya yang terserak untuk buku seri berikutnya? ed: reiny dwinanda

JUDUL     : INDONESIA X-FILES

PENULIS  :DR ABDUL MUN'IM IDRIES SPF

PENERBIT: NOURA BOOKS

CETAKAN: I, JUNI 2014

TEBAL    : 188 HALAMAN

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement