Selasa 17 Jun 2014 12:00 WIB

RUU Pengelolaan Dana Haji Dinilai Mubazir

Red:

JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Dana Haji dinilai sejumlah kalangan sebagai sesuatu yang mubazir. RUU yang menghendaki pengelolaan dana haji berada di bawah badan khusus di luar Kementerian Agama (Kemenag) dinilai pula tidak akan banyak berpengaruh terhadap perbaikan penyelenggaraan ibadah haji.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

"Itu namanya sami mawon alias jeruk makan jeruk," ujar Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kurdi Mustofa kepada Republika, Senin (16/6). RUU Pengelolaan Dana Haji, lanjut dia, hanya akan membuat Kemenag lepas tanggung jawab. Ia juga meminta pemerintah dan DPR memprioritaskan perbaikan di sisi hulunya, yakni menyeriusi perampungan amandemen UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Lepas tanggung jawab yang dimaksud Kurdi disebabkan badan khusus yang nantinya dibentuk hanya bertugas mengelola keuangan haji, tapi untuk wewenang dan keputusan penggunaannya tetap berada di bawah persetujuan Menteri Agama (Menag).

"Nantinya, akan sama saja, badan hanya suruh kerja, suruh cari duit, tapi yang menggunakan Kemenag karena mereka yang menyelenggarakan haji," lanjutnya. Kesimpulan tersebut ia dapatkan setelah membaca draf RUU Pengelolaan Dana Haji.

Sebelumnya, seperti dimuat di laman resmi Kemenag, Menag Lukman Hakim Saifuddin meyakini, pembahasan RUU Pengelolaan Dana Haji akan selesai dalam waktu tiga bulan ke depan. "Kami (Kemenag dan DPR) sudah bicara dan sepakat RUU ini akan selesai dalam waktu tiga bulan lagi," kata Menag saat bersilaturahim dengan Rais 'Am Syuriah PBNU KH Mustofa Bisri (Gus Mus) di Rembang, Jawa Tengah, Sabtu (14/6).

Menurut RUU tersebut, nantinya penyelenggaraan dan pengelolaan keuangan haji akan dipisah. Penyelenggaraan ibadah haji akan tetap dilakukan Ditjen Penyelengaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, sementara pengelolaan keuangan haji akan dilakukan suatu badan. "Badan ini akan diisi orang-orang yang kredibel dan terpercaya dalam mengelola keuangan," kata Menag.

Selama ini, menurut mantan wakil ketua MPR itu, penyelenggaraan dan pengelolaan keuangan haji dilakukan Kemenag dan akhirnya ada temuan dari KPK. "Keduanya memang berat. Jadi, agar meringankan dan tidak ada temuan KPK maka keduanya dipisah," katanya.

Dalam pandangan Kurdi, target penyelesaian pembahasan RUU dalam waktu tiga bulan adalah sesuatu yang tidak perlu. Sebab, RUU tersebut tidak akan lagi penting jika amandemen UU Nomor 13 Tahun 2008 sudah rampung. "Sebagaimana saran KPK, Kemenag cukup menjadi regulator saja," terangnya.

Jangan terburu-buru

Hal senada diungkapkan Ketua Umum Majelis Pimpinan Pusat Rabithah Haji Indonesia Ade Marfuddin. Menurutnya, RUU Pengelolaan Dana Haji menjadi tidak penting karena pembahasannya sudah ada dalam amandemen UU Nomor 13 Tahun 2008.

"Dalam amandemen, sudah pasti nantinya ada muatan-muatan, salah satunya bagaimana pengelolaan dana haji yang baik, jadi tidak perlu merumuskan RUU Pengelolaan Dana Haji secara terpisah," kata dia. Dalam amandemen, akan ada juga pembahasan soal investasi dana haji yang harus mendukung kepentingan jamaah haji sebesar-besarnya.

Jika pun ada pembahasan soal RUU, lanjut dia, teknisnya tidak boleh dilakukan secara terburu-buru dengan menargetkan waktu tiga bulan. Ia menilai, anggota dewan yang sekarang pun sudah tidak representatif lagi untuk dilibatkan dalam penggodokan RUU. Pembahasan RUU harusnya dilakukan pemerintah bersama anggota dewan pada periode pemerintahan yang baru.

"Kalau dipaksakan dan hanya kejar target maka akan lahir UU prematur, jangan dipaksakan digodok oleh anggota dewan yang sekarang," katanya. rep:c78 ed: wachidah handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement