Senin 29 Sep 2014 12:00 WIB

Masalah Barcode dan Mahram Menjadi Sorotan

Red:
Jamaah Haji Indonesia di Masjid Nabawi (Ilustrasi)
Jamaah Haji Indonesia di Masjid Nabawi (Ilustrasi)

JEDDAH — Pelayanan penyambutan jamaah haji Indonesia secara umum berjalan baik dan lancar. Namun, ada beberapa masalah yang menonjol dan perlu mendapat perhatian, yakni soal barcode dan mahram bagi jamaah haji berjenis kelamin perempuan.

Hal tersebut dikatakan Kepala Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Jeddah Ahmad Abdullah Yunus kepada Media Center Haji (MCH) Jeddah di Kantor Daker Jeddah, Arab Saudi, Ahad (28/9) pagi waktu Arab Saudi (WAS).

Mengenai barcode , Yunus sempat melayangkan proses ke Kementerian Haji Arab Saudi karena banyaknya barcode pada paspor milik jamaah haji. "Ada enam barcode pada paspor jamaah. Kalau hilang satu saja, jamaah haji ini akan ditahan di ruang Imigrasi. Ini pernah terjadi meski akhirnya bisa lolos setelah dilakukan negosiasi," katanya.

Keenam barcode yang ditempel pada paspor milik jamaah adalah barcode kedatangan di Arab Saudi, kepulangan dari Arab Saudi, Imigrasi, Kementerian Haji Arab Saudi, Maktab Wukala (bukti untuk akses ke tenda maktab selama di Arafah, Muzdalifah, dan Mina), dan Naqabah (organda setempat). 

Menurut Yunus yang sudah 10 tahun menjadi petugas haji, seharusnya barcode cukup satu, namun mencakup semua entry data. Dalam barcode terpadu tersebut, setiap petugas, baik Imigrasi, panitia haji, petugas kontrol maktab, maupun Naqabah, tinggal mengecek keberadaan barcode dengan 'menembakkan' alat pendeteksi barcode atau scanner. Apalagi, kata dia, kebijakan tersebut merupakan bagian dari e-passport yang disepakati Kementerian Haji Arab Saudi dan Kementerian Agama (Kemenag) RI.

"Intinya, kami minta agar entry data dipermudah, jangan malah dipersulit," katanya.

Masalah kedua adalah penahanan sejumlah mahram (pendamping) jamaah haji perempuan usia muda oleh petugas Imigrasi Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Yunus menekankan, sebenarnya kasus ini tak perlu terjadi. Sebab, pemeriksaan mahram hanya dilakukan terhadap jamaah umrah. "Kalau jamaah haji tak dipersoalkan apakah bersama mahram atau tidak meski semua jamaah haji perempuan pasti didampingi mahram," tuturnya.

Saat dilakukan penelusuran, jelas Yunus, pihak yang mempersoalkan mahram adalah petugas kontrak pemeriksa paspor di Bandara Jeddah. Petugas ini hanya bekerja di Imigrasi selama umrah sehingga tidak memahami prosedur pemeriksaan paspor selama musim haji.

Masalah lain yang menjadi sorotan Kadaker Jeddah adalah ketentuan batas waktu menunggu jamaah haji Indonesia di plaza atau ruang tunggu jamaah selama di Bandara Jeddah. Sejauh ini, jelasnya, rata-rata masa tunggu jamaah di ruang transit adalah dua jam.

Bila masih ada satu-dua kelompok penerbangan (kloter) yang transit di atas dua jam, kata dia, hal itu hanya masalah teknis pemberangkatan bus tujuan Madinah atau Makkah. Sebab, Naqabah atau organda setempat harus menjadwalkan keberangkatan jamaah dari berbagai negara, bukan hanya dari Indonesia.

Keterlambatan penerbangan

Keterlambatan (delay) kedatangan jamaah haji juga perlu mendapat perhatian. Berdasarkan catatan Media Center Haji (MCH), jumlah penerbangan yang mengalami keterlambatan sebanyak lima penerbangan. Dua di antaranya kloter 11 Embarkasi Banjarmasin yang terlambat tiga jam 25 menit dan kloter 4 Embarkasi Lombok yang terlambat enam jam saat masih di Bandara Internasional Lombok. "Namun, secara keseluruhan, proses penyambutan jamaah haji dari Bandara Jeddah oleh PPIH Daker Jeddah berjalan lancar. Bila ada masalah, alhamdulillah, sudah bisa kami tangani," katanya.

Tahun ini, jumlah jamaah haji reguler Indonesia adalah sebanyak 155.200 jamaah yang diterbangkan dalam 371 kloter. Mereka mendarat di Bandara Jeddah dan Bandara Madinah. PPIH Daker Jeddah yang berjumlah 132 petugas melayani kedatangan 202 kloter dengan 83.069 orang jamaah haji Indonesia per 23 September 2014. rep:zaky al hamzah ed: wachidah handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement