Jumat 12 Sep 2014 14:00 WIB
Kabar dari Tanah Suci

Jadi Temus, Terpenuhi Segala-segalanya

Red:

Oleh: Zaky Al Hamzah -- Ada 101 alasan yang dikemukakan para mukimin (orang Indonesia yang menetap di Arab Saudi) yang menjadi petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) tahun ini. Lima alasan tertinggi adalah kebahagiaan melayani tamu-tamu Allah SWT, berhaji gratis, mendapat teman baru sesama orang Indonesia, agak rileks (tidak dikejar target pekerjaan bila tak menjadi petugas PPIH), dan alasan paling favorit, yakni honor petugas selama musim haji.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Yasin Habibi

Panitia Pelaksana Ibadah Haji (PPIH) memeriksa kartu kamar calon jamaah haji kloter 20 asal Jakarta saat memasuki Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (23/9).

Hal itu pula yang diakui Syukur Madjana Sanan (48 tahun) dan Rokib Saitungen (43). Mereka adalah sebagian kecil dari ratusan petugas PPIH Daerah Kerja (Daker) Jeddah. Sesuai namanya, Syukur selalu bersyukur atas nikmat yang diperolehnya selama ini. Di usianya yang hampir setengah abad, pria kelahiran Jakarta ini sudah berhaji sebanyak 10 kali, satu kali di antaranya adalah haji badal. Semuanya gratis. Istrinya yang asli Yogyakarta juga sudah berhaji dua kali dan gratis pula.

Anugerah lain, meski berprofesi sebagai sopir, bapak dua anak ini sudah memiliki tabungan sekitar Rp 200 juta. Uang sebanyak itu berasal dari honor sebagai petugas PPIH sejak 2008. Sejak diterima sebagai petugas PPIH pada 2008, Syukur termasuk salah satu mukimin yang selalu lolos sebagai petugas PPIH, yakni sebagai sopir. Pada 2009 memang tak lolos sebagai petugas reguler, tapi hikmahnya justru bagus, dia direkrut sebagai tenaga sopir tambahan yang mengantarkan anggota DPR dan DPD selama melakukan peninjauan di Makkah, Madinah, dan Jeddah. "Memang, masa tugasnya hanya 40 hari, beda dengan petugas reguler yang sampai 60 hari hingga 73 hari," tuturnya kepada saya di sela tugas di Bandara International King Abdul Aziz, Jeddah, belum lama ini.

Dia menuturkan, honor petugas reguler sekitar 16 ribu riyal hingga 19 ribu riyal (satu riyal setara Rp 3.000) per musim haji. Pada 2008 dia memperoleh hampir 11 ribu riyal selama masa kerja 76 hari dengan kurs rupiah yang masih kecil. Kemudian, menjadi 19 ribu riyal pada musim haji 2009. Jumlah itu terbilang besar dibandingkan dengan gaji yang diterima sebagai sopir pribadi di majikannya, yakni 1.500 riyal per bulan.

Dari sekian alasan, Syukur mengaku bahagia bisa melayani ribuan jamaah haji asal Indonesia. Karena, dia pun merasakan kebahagiaan bisa berhaji, apalagi sampai 10 kali. Dia menuturkan, sudah berhaji 10 kali selama menetap 15 tahun menjadi mukimin di Jeddah.

Kali pertama tiba di Jeddah, Syukur bekerja sebagai sopir pribadi seorang pemilik dealer mobil. Ia bertugas mengantarkan anak-anak pengusaha tersebut. Atas kebaikan majikan ini, Syukur menetap di kediaman majikan. Setelah 10 tahun bekerja, majikan "membebaskan" Syukur alias boleh bekerja apa saja. Tapi, Syukur tetap diizinkan tinggal di rumah majikan. Majikan Syukur juga memiliki sikap baik karena tidak mengenakan biaya proses perpanjangan KTP sementara yang rata-rata dikenakan 2.000 riyal per orang.

Perkenalan dengan PPIH bermula saat dia ngobrol dengan teman-teman sopir asal Indonesia. Temannya memberikan brosur pendaftaran PPIH. Syukur kemudian mendaftar dan diterima. Tugas pertama adalah sopir bus yang mengantarkan petugas dari pemondokan/hotel ke bandara Jeddah. Tahun berikutnya, dia tidak lolos sebagai petugas reguler karena tidak lolos ujian. Ujian terberat adalah ujian tulis dan pengetahuan umum bahasa Arab. "Pada 2008 saya lolos dengan ujian sama. Tapi, pada 2009 saya tidak lolos karena pengujinya beda dan materi ujian lebih banyak," katanya. Pada 2010 hingga 2014 ini Syukur selalu lolos ujian dengan posisi sama, sopir.

Kini, tabungan yang dimiliki Syukur mencapai Rp 200 juta dan dikelola istrinya yang memutuskan menetap di Yogyakarta merawat orang tuanya. Syukur berencana pensiun sebagai petugas haji pada usia 50 tahun dan akan kembali ke Indonesia bercocok tanam bersama istri di Yogyakarta.

Kebahagiaan serupa dialami Rokib Saitungen. Meski posisinya hanya sebagai tenaga konsumsi di hotel/pemondokan tempat para petugas PPIH menginap,  bapak kelahiran Bangkalan, Madura, ini menikmati pekerjaannya. Rokib juga merupakan mukimin di Jeddah sejak 2005, saat kali pertama mendaftar sebagai TKI. Ketertarikan bergabung sebagai petugas PPIH adalah melayani tamu-tamu Allah, berhaji gratis dan tentunya memperoleh pendapatan lebih besar daripada pendapatan di luar menjadi petugas haji. Di luar menjadi petugas haji, pria berkumis khas orang Madura ini bekerja sebagai sopir taksi.

Selain Syukur dan Rokib, penuturan serupa saya dapatkan dari beberapa mukimin yang lolos menjadi petugas PPIH. Wajah mereka sejuk dan penuh senyum. Senyum mereka terpancar makin terang saat melayani para tamu-tamu Allah SWT yang mendarat di bandara Jeddah. Menjadi temus (tenaga musiman) sebagai petugas PPIH memang memperoleh segala-galanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement