Jumat 23 Dec 2016 19:55 WIB

Menyambut Indeks Zakat Nasional

Red: Arifin

Dr Irfan Syauqi Beik 

Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB

 

Pada tanggal 13 Desember 2016 lalu, Badan Amil Zakat Nasional resmi meluncurkan suatu alat ukur untuk menilai kinerja pengelolaan zakat nasional yang disebut dengan Indeks Zakat Nasional (IZN). Ketua BAZNAS Prof Bambang Sudibyo dalam konferensi pers peluncuran IZN tersebut menyatakan bahwa keberadaan indeks ini sangat penting sebagai parameter untuk menilai kualitas pengelolaan zakat secara obyektif. IZN ini pun merupakan indeks pertama di dunia yang digunakan secara resmi sebagai alat ukur oleh otoritas zakat di suatu negara.

Malaysia dan Arab Saudi yang memiliki penge lolaan zakat yang baik pun, tidak mempublikasikan indeks atau alat ukur untuk menilai bagaimana posisi pengelolaan zakat mereka saat ini. Biasanya yang dipublikasikan dalam Annual Reportmereka adalah gambaran umum pengelolaan zakat di negara masing-masing beserta data-data penghimpunan dan penyaluran zakat serta laporan keuangan yang telah diaudit.

Karena itu, kita perlu menyambut inisiatif BAZNAS dalam menghasilkan alat ukur yang dapat dijadikan referensi oleh berbagai stakeholderperzakatan nasional untuk menilai kondisi perzakatan nasional secara obyektif.

Secara umum, konsep IZN yang merupakan hasil kajian Pusat Kajian Strategis (Puskas) BAZNAS ini menganut konsep multi-stage composite index.

Artinya, IZN ini pada dasarnya juga merupakan kombinasi dari indeks-indeks yang ada, dimana indeks-indeks tersebut terbagi menjadi tiga tingkatan perhitungan, yaitu tingkatan dimensi, indikator dan variabel. Setiap dimensi memiliki sejumlah indikator, dan indikatorindikator tersebut memiliki sejumlah variabel.

Cara menghitung IZN ini adalah dengan terlebih dahulu menghitung indeks setiap variabel, lalu setelah itu indeks setiap indikator, dan terakhir menghitung indeks setiap dimensi sebelum indeks kedua dimensi tersebut dijumlahkan untuk menjadi nilai akhir IZN. Setiap dimensi, indikator dan variabel memiliki bobot masingmasing.

IZN ini terbagi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi makro dan mikro. Pada dimensi makro, ada tiga indikator utama, yaitu indikator regulasi, anggaran pemerintah untuk pengelolaan zakat, dan database muzakki, mustahik dan lembaga zakat resmi. Khusus dua indikator pertama, tidak ada variabel khusus yang digunakan, sementara pada indikator database terdapat tiga variabel yang digunakan. Yaitu pertama, jumlah lembaga zakat resmi, muzakki dan mustahik. Kedua, rasio jumlah muzakki individu terhadap rumah tangga nasional dan ketiga, rasio jumlah muzakki badan usaha terhadap jumlah badan usaha nasional.

Indonesia, melalui UU No 23/2011, menganut mazhab bahwa muzakki itu tidak hanya bersifat perorangan, namun juga mencakup muzakki badan usaha (perusahaan), baik UMKM maupun usaha besar, selama mereka telah memenuhi syarat sebagai harta obyek zakat.

Sedangkan dimensi mikro terdiri atas dua indikator, yaitu kelembagaan dan dampak zakat.

Indikator kelembagaan ini selanjutnya terdiri atas variabel penghimpunan, penyaluran, pengelolaan dan pelaporan, yang menggambarkan keseluruhan proses kelembagaan amil zakat.

Sementara indikator dampak zakat memiliki tiga variabel, yaitu indeks kesejahteraan CIBEST (mengkombinasikan aspek pendapatan material dan kondisi spiritual), modifikasi Indeks Pembangunan Manusia (dampak terhadap pendidikan dan kesehatan mustahik) dan kemandirian (terkait sustainabilityatau keberlanjutan sumber pendapatan mustahik pasca program penyaluran zakat). Secara umum, nilai IZN ini berkisar antara 0 dan 1, dimana semakin mendekati angka 1 berarti semakin baik pengelolaan zakat nasional, dan semakin angka 0 berarti semakin buruk pengelolaan zakat nasional.

Manfaat IZN Formulasi IZN diharapkan dapat memberikan dua manfaat utama. Pertama, pimpinan BAZNAS dapat mengetahui kondisi aktual pengelolaan zakat dan dapat mengidentifikasi aspekaspek apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan pengelolaan zakat yang ada serta kebijakan yang perlu diambil. Misalnya, jika skor IZN sama dengan 0,3 maka dapat segera diketahui dimensi, indikator dan variabel mana yang berkontribusi terhadap rendahnya nilai IZN tersebut.

Jika yang menjadi titik lemah, misalnya, adalah indikator dampak zakat, dan dari indikator tersebut nilai variabel indeks kesejahteraan CIBEST adalah yang paling kecil (buruk), maka dapat disimpulkan bahwa program penyaluran zakat yang ada belum mampu meningkatkan pendapatan mustahik (aspek material) secara signifikan dan belum mampu memperbaiki kondisi mental spiritual mustahik ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, IZN ini memberikan potret yang lebih akurat mengenai aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dan pembenahan sehingga hal ini akan sangat membantu Anggota BAZNAS dalam merumuskan kebijakan yang tepat.

Kedua, bagi stakeholderperzakatan yang lain, seperti pemerintah dan masyarakat, IZN ini juga memberikan informasi secara lebih transparan mengenai posisi aktual pengelolaan zakat, sehingga diharapkan akan muncul dukungan kongkrit yang lebih besar dari pemerintah dan masyarakat. Jika misalnya nilai indeks regulasi rendah akibat ketiadaan Perda Zakat di tingkat provinsi, maka Pemprov dan DPRD Provinsi dapat didorong untuk melahirkan Perda Zakat untuk pengelolaan yang lebih baik.

Contoh lain, jika indeks pelaporan nilainya sangat baik, sehingga indeks kelembagaan meningkat, maka masyarakat tidak perlu ragu kepada BAZNAS dan LAZ karena lembaga zakat yang ada telah secara transparan dan akuntabel melaporkan hasil pengelolaan zakatnya dengan baik. Sehingga, tidak perlu ada kekhawatiran dan kecurigaan akan ada penyalahgunaan.

Pendeknya, IZN ini merupakan instrumen yang dapat memotret pengelolaan zakat dengan lebih obyektif.  Wallaahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement