Selasa 17 Jan 2017 14:00 WIB

Parlemen Sepakat Ubah Konstitusi Turki

Red:

ANKARA -- Parlemen Turki menyepakati perubahan konstitusi dalam voting putaran pertama yang digelar Ahad (15/1). Putaran kedua pemungutan suara masih akan dilakukan pada pekan mendatang.

Jika disetujui, maka konstitusi baru secara otomatis akan diajukan ke referendum.  Kemungkinan referendum dilakukan pada April mendatang dan jika disetujui maka secara resmi akan menjadi konstitusi baru.

Banyak kritikus yang menilai konstitusi baru tersebut sangat kontroversial. Hal itu karena di dalamnya terdapat sejumlah poin yang memperbesar kekuasaan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan secara signifikan.

Dalam konstitusi baru itu, terdapat aturan yang memungkinan presiden untuk mengangkat dan memberhentikan para menteri secara langsung. Selain itu, jabatan perdana menteri akan dihapus untuk pertama kalinya dalam sejarah Turki. Sebaliknya, akan ada satu atau beberapa wakil presiden di negara itu.

Konstitusi yang saat ini diadopsi Turki sudah berlaku sejak 1982 lalu, di mana dua tahun sebelumnya, tepatnya pada 1980, terjadi kudeta militer. Tujuannya adalah untuk menjamin independensi pengadilan dari organ pemerintahan.

Sebaliknya, dalam rancangan konstitusi baru ini akan memungkinkan campur tangan presiden secara langsung dalam peradilan. Kemudian, presiden dan parlemen juga dapat bersama-sama memilih empat anggota Dewan Agung Hakim dan Jaksa (HSYK).

HSYK merupakan sebuah dewan yang menjadi kunci peradilan. Dewan di dalamnya dapat menunjuk dan menghilangkan personel lembaga peradilan. Dengan demikian, pengadilan militer yang sebelumnya dapat menghukum pemimpin negara seperti Perdana Menteri Adnan Menderes pada 1960 lalu tidak akan ada lagi.

Di bawah rancangan konstitusi, status keadaan darurat negara dapat berlaku dalam hal pemberontakan terhadap bangsa. Kemudian juga saat terjadi tindakan kekerasan yang menempatkan situasi nasional berbahaya.

Presiden, seperti sebelumnya, dapat memutuskan status ini berlaku untuk Turki atau tidak. Parlemen juga akan diberi tahu sesaat setelahnya untuk dimintai persetujuan.

Jumlah anggota parlemen Turki dalam konstitusi baru juga akan diperbanyak. Jika sebelumnya hanya ada 550 politisi yang berada di dalamnya, nantinya dapat mencapai 600.

Batas usia minimum mereka yang ingin duduk di kursi parlemen juga diubah. Nantinya, untuk menjadi anggota parlemen tak perlu menunggu hingga usia 25 tahun, bagi yang menginjak umur 18 tahun sudah diperbolehkan.

Pemilu legislatif sesuai konstitusi baru akan berlangsung sekali dalam lima tahun. Pemilu itu diselenggarakan pada hari yang sama dengan pemilihan presiden.

Selain itu, parlemen masih akan memiliki kekuatan untuk memberlakukan, memodifikasi, dan menghapus undang-undang. Dengan demikian, kekuasaan pengawasan dalam mempertahankan hak untuk menulis pertanyaan dengan bantuan dari otoritas investigasi.

Kemudian, parlemen mampu mengawasi kinerja presiden. Jika presiden dituduh atau dicurigai melakukan kejahatan, permintaan penyelidikan dapat diajukan, termasuk juga menghapus keputusan presiden yang berkaitan dengan kekuasaan eksekutifnya.

Pasal akhir dalam rancangan undang-undang (RUU) tersebut sekaligus membuat partai berkuasa, yaitu Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), mendapatkan jatah kursi pemerintahan lebih banyak dari porsi yang diperlukan, yaitu tiga per lima.

Secara keseluruhan, Erdogan akan memiliki kekuasaan lebih besar. Namun, salah seorang pendukung konstitusi tersebut mengatakan, Turki akan seperti Prancis dan Amerika Serikat (AS) dengan pemerintahan yang lebih efisien.

Dihitung dari nol

Erdogan telah berkuasa di Turki pada 2002 lalu, setahun setelah pembentukan AKP. Selama 11 tahun, pria berusia 62 tahun itu menjabat sebagai perdana menteri hingga pada 2014 terpilih menjadi presiden.

Rancangan konstitusi menyatakan bahwa pemilihan presiden dan parlemen berikutnya akan diselenggarakan secara serentak pada pada 3 November 2019 mendatang. Presiden terpilih akan memiliki jangka waktu lima tahun dengan maksimal dua mandat.

Meski Erdogan sudah terpilih sebagai presiden pada 2014 lalu, masa jabatannya mungkin disarankan akan dihitung dari nol pada 2019. Hal itu sejalan dengan konstitusi baru yang juga menciptakan peran baru bagi presiden.

Dengan demikian, Erdogan dapat tetap berkuasa sampai 2029, tidak 2024 seperti semula. Hingga berita ini ditulis, belum ada komentar Erdogan mengenai kemungkinan tersebut.     reuters, ed: Yeyen Rostiyani 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement