Selasa 24 Mar 2015 17:00 WIB

Sertifikasi Dai Dinilai Perlu Dai harus mampu menyampaikan ajaran Islam yang santun, moderat, dan menyejukkan.

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA — Layaknya sertifikasi guru, seorang mubalig atau dai pun diharapkan memiliki mekanisme serupa. Hal ini penting untuk menjaga kualitas dakwah seorang dai.

“Sertifikasi dai diperlukan agar dakwahnya tersampaikan dengan baik dan berkualitas,” kata Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) KH Ahmad Satori Ismail kepada Republika, Senin (23/3).

Selain itu, menurut Satori, sertifikasi juga perlu untuk mengetahui sejauh mana seorang dai memiliki paham Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja) yang baik, bukan yang beraliran keras.

Ia menjelaskan, dai atau pelaku dakwah adalah seseorang yang menyampaikan dan mengajarkan Islam serta berusaha mewujudkan ajaran tersebut dalam kehidupan.  Seorang dai dituntut menguasai ilmu secara komprehensif dan memiliki akhlak mulia karena sejatinya mutu dan penampilan dai sangat menentukan kelemahan dan kekuatannya dalam berdakwah.

Sertifikasi dai, menurutnya, bertujuan mencetak dai yang mampu menyampaikan ajaran Islam yang santun, moderat, dan menyejukkan. “Jangan sampai ada yang ekstrem.”

Ketika Islam bersentuhan dengan dunia modern, terutama menghadapi globalisasi, menurut Satori, saat itu pula permasalahan dakwah Islam menjadi semakin kompleks. Nilai-nilai agama dan moral semakin jauh dari esensi dan konteks yang Rahmatan lil alamin. Paham-paham agama yang ekstrem dan radikal pun menjadi-jadi.

“Di situlah peran dai sangat dibutuhkan untuk menyampaikan ajaran Islam yang sejuk, toleran, dan mengayomi seluruh lapisan masyarakat dari berbagai macam golongan.”

Ikadi sendiri, ia mengungkapkan, sudah melakukan sertifikasi dai. Namun, sertifikasi ini bersifat internal, artinya hanya diberlakukan kepada para dai yang terhimpun dalam Ikadi.

Sertifikasi dai yang dilakukan Ikadi juga tidak seperti sertifikasi pendidikan.

“Tidak seperti sertifikasi pendidikan yang kalau sudah ikut sertifikasi mendapat uang dari negara. Tidak demikian,” ujarnya.

Sertifikasi dai Ikadi terdiri atas beberapa fase, mulai dari fase pendaftaran, penerimaan, dan pelatihan dasar dai. Setelah mengikuti pelatihan dasar, Satori menjelaskan, peserta bisa diketahui kepribadiannya, apakah ia layak dan sesuai untuk menjadi penyampai ajaran agama Islam yang Rahmatan lil alamin.

“Setelah peserta selesai mengikuti pelatihan dan dapat diketahui bahwa peserta merupakan dai yang baik dan kompeten menyampaikan dakwah maka bisa langsung disertifikasi sebagai dai muda.” Sertifikasi ini dilakukan oleh para dai senior di daerah-daerah.

Kompetensi dan integritas

Pentingnya sertifikasi dai juga disuarakan oleh Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama Sulawesi Selatan (LDNU Sulsel) Muhammad Galih. Ia menilai, sertifikasi akan membuat dai bisa disebut sebagai mubaligh profesional karena mempunyai kompetensi serta integritas pribadi untuk menjadi panutan jamaah.

“Sehingga dalam menyampaikan dakwah, mereka bukan hanya mampu berinteraksi melalui lisan dan tulisan, melainkan juga sesuatu yang lebih dengan ilmu yang mereka miliki,” ujar Galih dalam diskusi bertema “Sertifikasi Dai, Perlukah?” di kantor NU, Makassar, Sulsel, Ahad (22/3).

Namun, Galih melanjutkan, upaya sertifikasi ini bukan berarti akan menghalangi setiap Muslim untuk menyampaikan ilmu agama kepada siapa pun. Pasalnya, setiap Muslim justru harus saling mengingatkan mengenai ajaran agama meski hanya merupakan hal kecil.

Saat ini, katanya, banyak dai yang berdakwah di berbagai wilayah di Tanah Air.

Sayangnya, banyak dari mereka tidak terdata sehingga sulit dipastikan apakah mereka dari suatu ormas Islam atau bukan. Dengan adanya sertifikasi, ormas-ormas Islam yang ada bisa mempunyai data mengenai keberadaan para anggotanya.

“Pokoknya kita akan terus kaji sehingga persyaratan dan hasil dari sertifikasi ini bisa memberikan banyak manfaat, bukan hanya untuk dai itu sendiri, melainkan juga masyarakat luas.” n c24

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement