Rabu 11 Jan 2017 16:00 WIB

Industri Rumput Laut Butuh Dukungan

Red:

JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) meminta pemerintah meninjau ulang beberapa kebijakan di sektor perikanan dan kelautan. Sejumlah kebijakan itu dianggap kontraproduktif bagi pengembangan sektor kelautan nasional, khususnya bagi komoditas ekspor rumput laut.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto berharap pemerintah bisa mempercepat revisi semua peraturan yang menghambat pengembangan di sektor tersebut. "Diharapkan, ke depan pemerintah mengeluarkan kebijakan didukung dengan proses kajian, melalui proses konsultasi publik, proses sinkronisasi peraturan dan juga sosialisasi yang baik," ujanya dalam forum group discussion (FGD) di gedung Kadin, Jakarta, Selasa, (10/1).

Ia mengaku selama ini banyak menerima keluhan dari dunia usaha mengenai beberapa aturan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang kurang berpihak pada usaha penangkapan, unit pengelola dan budi daya ikan, termasuk para pengusaha rumput laut. Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan mendesak pemerintah agar road map (peta jalan) kelautan serta perikanan disusun berdasarkan kajian mendalam komoditas sehingga bisa diterapkan di lapangan.

Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Aziz mengatakan, beberapa kebijakan KKP ada yang belum sesuai dengan keinginan pelaku usaha, di antaranya soal bea keluar. "Sudah pernah diusulkan pengolahan rumput laut di dalam negeri dari 40 persen menjadi 50 persen, namun itu ditangguhkan dulu," ujarnya saat ditemui seusai FGD.

Menurut dia, hal itu sangat mengkhawatirkan karena pemerintah hanya menyatakan pelarangan ekspor dengan alasan supaya industri dalam negeri meningkat, sedangkan di sisi lain pemerintah membuat surat bea keluar.

"Kalau mau industri perikanan dan kelautan berkembang, pemerintah beri insentif agar orang merasa aman berinvestasi dan masyarakat nyaman menanam," ujar Safari. Ia menambahkan, insentif perlu diberikan baik di tingkat hulu maupun hilir.

Ia meminta pemerintah agar lebih memperhatikan aspek pengembangan di hulu yang terus digenjot produksinya sehingga tidak mengorbankan nasib para petani pembudi daya rumput laut. "Di sektor hilir penyerapannya masih rendah dan biasanya membeli dengan harga yang kurang bersaing. Sementara, pihak asing bisa menyiapkan cara pembayaran efektif dengan harga kompetitif yang menguntungkan petani," ujar Safari.

Safari menambahkan, sebenarnya, dari hulu, para petani ikut memperhatikan mulai dari pembibitannya, bahkan sampai tahapan panen dan pascapanen. "Sebelum ke tingkat pedagang hingga ke tingkat pengolah, para petani terlebih dulu menjaga nilai tambah, apalagi yang berorientasi ekspor tentu harus menjaga hasil panen," ujarnya.

Safari berharap, dalam membuat road map, pemerintah jangan sampai hanya mengedepankan larangan atau hambatan lain terhadap ekspor bahan baku rumput laut.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2015 sektor hulu rumput laut menyumbang devisa lebih besar daripada hilirnya. Totalnya mencapai 78 persen dengan nilai lebih dari 160 juta dolar AS. Sedangkan, hilirnya hanya 22 persen dengan nilai sekitar 45 juta dolar AS.

Berdasarkan data statistik KKP 2015, total rumput laut yang diekspor dalam bentuk bahan baku dan produk olahan sebanyak lebih dari 236 ribu ton atau 21 persen dari total produksi nasional yakni lebih dari 1 juta ton.       rep: Iit Septiyaningsih, ed: Satya Festiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement