Jumat 11 Nov 2016 18:00 WIB

FOKUS PUBLIK- TKA Masuk ke Daerah

Red:

Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) mengklaim, jumlah TKA pada 2016 menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jumlahnya mencapai 69.025 orang.

Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, hingga akhir Februari, terdapat 25.328 TKA yang masuk ke Tanah Air. Untuk mengawal derasnya arus TKA, Kemenaker memiliki sejumlah peraturan. Di antaranya Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Di dalam beleid itu tercantum level-level yang dapat ditempati TKA. Regulasi ini diklaim dapat menjaga agar TKA ilegal tidak dapat masuk ke Indonesia.

Sementara, bagi yang legal, mereka dipersilakan masuk asalkan memenuhi sejumlah syarat yang diperlukan. Salah satunya adalah visa bekerja. Namun, ada saja TKA yang membandel. Mereka kerap melanggar tujuan kedatangan. Ada yang awalnya mereka datang sebagai turis untuk berwisata, setelah itu mereka justru bekerja.

Sejauh ini, TKA bukan hanya bekerja di kota-kota besar, seperti Jakarta dan sekitarnya, melainkan juga ke pembangunan infrastruktur, seperti pembangkit listrik yang lebih banyak dibiayai investor asing di sejumlah daerah.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karawang, meningkatkan pengawasan terhadap TKA. Sebab, di sejumlah daerah serbuan TKA sudah marak. Bahkan, banyak TKA ilegal.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karawang, Ahmad Suroto, mengatakan, sampai akhir 2015, jumlah TKA di Karawang mencapai 2.394 orang. Mereka bekerja di perusahaan asing, seperti Jepang dan Korea. Keberadaan TKA tersebut sudah terdaftar. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum menerima kabar adanya TKA ilegal. Dinas Tenaga Kerja bersama tim PORA (pengawasan orang asing) terus meningkatkan pengawasan.

Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola memerintahkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat untuk segera mengusut kebenaran laporan keberadaan pekerja tambang asal Cina, yang masuk ke Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Oktober lalu. Dia mendapatkan laporan ada 50 WNA asal Cina dan sejumlah penerjemah tiba di Bandara Haluoleo, Kendari, beberapa waktu lalu.

Pakar Ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga Surabaya, Hadi Subhan, menilai, paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah belum mampu mengakomodasi kepastian serapan tenaga kerja lokal. Sebab, pemerintah belum mampu melakukan pengawasan yang baik terkait masuknya TKA ke Indonesia, khususnya di level buruh.

Republika meminta pendapat pembacanya melalui Twitter. Hasilnya, mayoritas menilai pemerintah mempermudah akses TKA. Mereka juga menilai, TKA mengancam pemerintah Indonesia.     ed: Erdy Nasrul

DATA

Survei Daring TKA

Waktu            : Rabu (9/11)

Medium survei        : Twitter @republikaonline

Apakah pemerintah mempermudah akses TKA?

88 persen ya

12 persen tidak

565 responden

Apakah TKA mengancam pemerintah?

86 persen ya

14 persen tidak

816 responden

Bagaimana pengawasan TKA di Indonesia?

4 persen ketat

55 persen lemah

7 persen biasa

34 persen dibiarkan

508 responden

Pemerintah Jangan Diam

Herwin Nur

Kota Tangerang Selatan, Banten

Indonesia adalah negara yang perekonomiannya memiliki kelebihan tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi tidak berbanding lurus dengan pengentasan pengangguran dan kemiskinan. Disinyalir, masalah perekonomian tidak sekadar seputar pengangguran dan kesempatan kerja, tapi juga kompetensi dan produktivitas SDM (sumber daya manusia) yang dinilai kurang dapat bersaing.

Sebanyak 20,76 persen dari 7,56 juta total pengangguran berpendidikan SMK. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pengangguran lulusan SMA sebanyak 6,95 persen, SMP 5,76 persen, dan SD 3,44 persen.

Ini adalah data Badan Pusat Statistik (BPS) 2015. Pada 2010 tingkat pengangguran usia 15 hingga 19 tahun berada pada level 23,23 persen. Kemudian meningkat menjadi 31,12 persen pada akhir 2015.

Indonesia harus mampu membalik piramida kualifikasi tenaga kerja. Saat ini, mayoritas tenaga kerja masih berpendidikan SD dan SMP. Mereka harus terdidik dan terampil.

Masalah ketenagakerjaan terkait erat dengan penciptaan kesempatan iklim usaha, wujud negara stabil, dukungan kebijakan, baik tingkat lokal maupun nasional. Kondisi ini dapat menjadi faktor penentu proses produksi barang dan jasa, termasuk suplai dan distribusi. Tak kalah pentingnya adalah kualifikasi tenaga kerja Indonesia.

Jika SDM atau tenaga kerja Indonesia mempunyai daya saing di atas rata-rata negara ASEAN, dipastikan investor mancanegara enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Investor asing pada umumnya juga akan menyertakan penduduknya sebagai tenaga kerja asing.

Pemerintah tidak boleh membiarkan hal ini. Harus ada sikap tegas. Meskipun asing bisa berinvestasi, bukan berarti mereka harus membawa tenaga kerja asing ke negara ini.

Kuatkan Daya Saing Global

Suwanto, Ilmu Perpustakaan, Fakultas Adab & Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga dan Pendidikan Kimia UNY

Salah satu konsekuensi logis era globalisasi ialah banyak tenaga kerja asing yang datang ke Indonesia. Apalagi, tirai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah dibuka lebar-lebar sejak 2015 lalu. Hal ini tentu semakin menambah potensi banjirnya tenaga kerja asing (TKA) di Tanah Air. Jika kita tidak siap, bisa-bisa kita bisa menjadi kuli di negeri sendiri. Bayangan mimpi buruk ini tentu tidak diharapkan.

Meskipun begitu, tingginya arus serbuan TKA membombardir Indonesia tak dapat kita hindari. Namun, bukan berarti kita diam saja, menunggu tanpa adanya kesiapan dan antisipasi menghadapinya. Di antara hal yang perlu kita siapkan ialah menguatkan daya saing global. Sumber daya manusia (SDM) harus disiapkan dengan baik, terutama pendidikan dan keterampilannya.

Perguruan tinggi sebagai salah satu institusi pencetak insan intelektual, terus mebina keterampilan dan kompetensi mereka baik dari segi bahasa asing maupun keterampilan di berbagai bidang. Itu artinya, peran sentral keberadaan kampus sebagai kawah candradimuka SDM berkualitas harus memerhatikan betul semua potensi mahasiswanya untuk dibina dan dikembangkan.

Jika itu semua diupayakan dengan serius, bukan tidak mungkin akan dihasilnya SDM yang berdaya saing global. Ini menjadi modal pokok untuk siap sedia menghadapi serbuan TKA. Bangsa ini pun menjadi optimistis menghadapi era global dengan langkah tegap.

Sangat Disesalkan

Giyat Yunianto, Bekasi, Jawa Barat

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Hal tersebut merupakan peluang jika dapat dioptimalkan oleh pemerintah.

Adanya tenaga kerja asing yang 'menyerbu' Indonesia sangatlah disesalkan. Jika dibiarkan bukan hanya akan menyebabkan bertambahnya pengangguran, tapi juga kecemburuan sosial penduduk pribumi terhadap warga asing yang bekerja di Indonesia.

Pemerintah harus tegas untuk membatasi jumlah tenaga kerja asing yang masuk wilayah Indonesia. Karena sejatinya kemampuan yang dimiliki putra dan putri bangsa Indonesia sudah semakin teruji dan sanggup bersaing dengan bangsa lain.

Insya Allah, jika para pemimpin Republik Indonesia menyadari pentingnya menghargai kemampuan putra dan putri negeri ini, bukan hal yang mustahil pada masa yang akan datang Indonesia tidak hanya akan menjadi macan asia, tapi juga dunia.

Ya Allah, sadarkanlah pemimpin kami dan sehatkanlah akal dan nurani mereka agar mau menghargai keahlian dan kemampuan putra dan putri Ibu Pertiwi.

Negosiasi Pemerintah Lemah

Fauzan Suhada, Depok, Jawa Barat

Sekadar mengingatkan tentang tulisan artikel saya di Harian Republika tanggal 8 Januari 2016 dan 29 Juli 2016 tentang perlindungan pemerintah terhadap warga negara Indonesia, terutama terkait penerapan UU Agraria dan kewajiban tenaga kerja asing transfer keahlian kepada orang Indonesia. Kemudian, dijawab dengan kebijakan pemerintah memberikan visa wisatawan berlaku hingga lima tahun yang dipergunakan dengan baik oleh orang asing untuk mencari uang di Indonesia. Sekarang, yang membuka keran masuknya orang asing itu siapa? Pemerintah sendiri kan. Kemampuan negosiasi Pemerintah Indonesia kepada pemerintah negara lain sangat lemah. Sehingga, rakyat sendiri yang dikorbankan. Seharusnya, pemerintah banyak membuka pasar untuk produk asli Indonesia, agar tercipta program padat karya yang membuka banyak lapangan kerja.

Tenaga Kerja Indonesia untuk Membangun Negeri

Zaki MuttaQien, Guru di Dayah Terpadu Ruhul Islam Rayeuk Kuta Aceh Utara, Mahasantri Pesantren al-Hikam

Ekonomi Indonesia sedang memberikan dampak positif tahun ini. Pemerintah mengklaim peningkatan perekonomian terjadi di mana-mana, di berbagai sektor, utamanya infrastruktur.

Memang tidak bisa dimungkiri, era Presiden Joko Widodo memberikan perhatian khusus kepada sektor infrastruktur, bahkan memberikan porsi lebih dalam penganggaran belanja negara. Tak tanggung-tanggung, kurang lebih setengah dari APBN dialokasikan untuk kemajuan infrastruktur.

Ketika proyek banyak diberikan oleh pemerintah untuk memajukan infrastruktur maka banyak pula pekerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek tersebut. Namun, banyak dari tenaga kerja yang dipakai oleh pemerintah bukan dari penduduk indonesia.

Alangkah baiknya, apabila tenaga kerja yang dipakai adalah penduduk Indonesia. Selain lebih bisa memberikan rasa nasionalisme dengan membangun indonesia, pemanfaatan tenaga kerja Indonesia juga akan meningkatkan kesejahteraan warga sendiri.

Nida Fauziyah, Santri Madrasah Muallimaat Muhammadiyah YK

Maraknya tenaga kerja asing di Indonesia harus menjadi catatan tersendiri. Tentu ini menjadi koreksi dan PR bagi bangsa Indonesia. Kita harus bisa membuktikan kepada dunia bahwa kitalah tuan rumah. Kita yang memiliki dan kita pula yang menjadi pengelolanya. Tentu harus dengan strategi yang benar. Jika tidak, kita akan menjadi budak di negeri sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement