Jumat 18 Nov 2016 17:00 WIB

FOKUS PUBLIK- Babak Baru Kasus Penistaan Agama

Red:
Sejumlah perwakilan dari pihak pelapor mengikuti gelar perkara dugaan kasus penistaan agama di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/11)
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Sejumlah perwakilan dari pihak pelapor mengikuti gelar perkara dugaan kasus penistaan agama di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/11)

Kasus penistaan agama memasuki babak baru. Polri meningkatkan kasus ini ke ranah penyidikan berdasarkan hasil gelar perkara pada Selasa (15/11). Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), sebagai terlapor kini sudah berstatus tersangka.

Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Setya Novanto memberikan apresiasi. Polri dinilainya telah menangani kasus dugaan penistaan agama dengan cepat dan transparan. Ini bukti kepolisian bekerja secara profesional dan independen tanpa intervensi siapa pun. Hasil keputusannya, Ahok ditetapkan sebagai tersangka.

"Saya mengimbau seluruh masyarakat untuk tetap tenang dan menjaga ketertiban di lingkungannya masing-masing. Jangan mau diprovokasi atau termakan isu-isu negatif pascakeputusan Polri terhadap kasus tersebut," ujar mantan ketua DPR RI itu dalam keterangan tertulis, Rabu (16/11).

Pihaknya mengajak seluruh elemen bangsa, termasuk partai politik, untuk menjaga suasana damai, penuh kebersamaan, dan kekeluargaan. Kehidupan demokrasi dapat berjalan dengan baik dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Golkar juga mengapresiasi pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo. Presiden dinilainya perhatian terhadap kasus penistaan agama. Bahkan, Presiden memerintahkan agar penanganan kasus ini dibuka dengan transparan, tidak boleh ada intervensi, dan memercayakan penuh kasus ini ke aparat penegak hukum.

Setnov meminta jangan lagi ada prasangka dan rasa curiga terhadap aparat penegak hukum dan juga pemerintah. Pemerintah dan aparat penegak hukum telah melaksanakan tugasnya dengan sangat baik.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, gejolak masyarakat mereda setelah Polri menetapkan Ahok sebagai tersangka. Politikus PKS ini menilai Polri menjalankan tugasnya dengan profesional. Masyarakat diharapkannya mengawal kasus ini hingga berkekuatan hukum tetap.

Semula masyarakat Muslim di Jakarta dan sekitarnya mengagendakan akan melakukan unjuk rasa lanjutan pada 25 November. Unjuk rasa itu dilakukan jika aparat tidak bersikap profesional menyikapi dugaan kasus penistaan agama.

Menurut dia, jika Polri memproses penistaan agama, tidak ada alasan lagi untuk berunjuk rasa. Namun, proses hukum tersebut, kata dia, harus terus dikawal. Jangan sampai putusan akhirnya melenceng.

Kuasa hukum Ahok mengaku tidak akan mengajukan praperadilan. "Saya tegaskan kami tidak akan melakukan langkah hukum praperadilan karena praperadilan itu adalah sebuah mekanisme terhadap proses penegakan hukum. Apakah sudah memenuhi asas hukum pidana dalam KUHAP atau tidak," kata Sirra Prayuna, kuasa hukum Ahok, dalam konferensi pers di Rumah Lembang, Jakarta.

Tim kuasa hukum menghormati proses hukum dan keputusan Polri. Dengan demikian, masyarakat pun diharapkan tidak lagi menghalangi kampanye pasangan Ahok-Djarot, terutama saat blusukan. "Biarkan (Ahok) menjalankan hak konstitusional di seluruh wilayah DKI Jakarta. Jangan sampai ada cerita Pak Basuki dihalangi," kata Sirra. Pasangan Ahok-Djarot pun mengaku akan tetap melakukan kampanye seperti biasa.        ed: Erdy Nasrul

***

Haedar Nashir

Ketum PP Muhammadiyah

Kami mengapresiasi langkah kepolisian yang akhirnya menetapkan Ahok sebagai tersangka dan dicekal ke luar negeri sembari menanti proses hukum lanjutan. Seluruh warga negara RI hendaknya belajar dari kasus ini bahwa agama adalah ajaran suci yang mutlak diyakini oleh pemeluknya serta harus dijunjung tinggi keberadaannya sebagaimana dijamin konstitusi. Umat Islam dan semua pihak hendaknya berlapang hati menerima proses hukum tersebut.

Johan Budi

Staf Khusus Presiden,

Apa yang dilakukan Polri sekarang ini sudah memenuhi kaidah-kaidah yang diperlukan, transparan, adil, dan profesional. Ini patut diapresiasi. Presiden meminta pada semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang dan akan dilakukan oleh Polri. Tugas masyarakat selanjutnya yakni mengawasi proses hukum berikutnya. Mari sama-sama kita awasi dengan baik. Kita yakin proses hukum ini akan berjalan hingga tuntas.

Ade Komarudin

Ketua DPR

Saya beri apresiasi kepada Polri, terutama kepada para penyidik yang bekerja secara profesional. Proses hukum harus independen dan berjalan tidak atas dasar tekanan siapa pun, termasuk eksekutif, legislatif, maupun masyarakat. Komisi III DPR diundang menghadiri gelar perkara, tapi tidak mau hadir karena khawatir dikesankan mengintervensi. Hukum biarkan berjalan indepenen dan tidak boleh dikendalikan politik atau siapa pun.

Hendardi

Ketua Setara Institute

Penetapan tersangka terhadap Ahok menjadi preseden buruk untuk kemajuan kebebasan beragama di Indonesia. Karena, penegakan hukum tidak sepenuhnya dijalankan dengan mematuhi prinsip due process of law. Namun, keputusan Polri menetapkan tersangka terhadap Ahok perlu diapresiasi dan dihormati dalam negara demokrasi. Ini menunjukkan Presiden Joko Widodo tidak terbukti mengintervensi. Selama ini, Presiden dianggap melindungi Ahok.

Hasto Kristiyanto

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan

PDI Perjuangan menjadikan peristiwa hukum terhadap Ahok sebagai pembelajaran berharga. Kami berharap semua pihak percaya pada penegakan hukum. Kami menghormati proses hukum yang sedang terjadi pada Ahok. Dukungan kami terhadap pasangan Ahok-Djarot tetap dan tidak berubah. PDIP dan tiga partai lainnya sebagai pengusung terus berjuang menawarkan gagasan terbaik untuk pembangunan DKI Jakarta.

Apresiasi untuk Polri

Sri Hadi Fahrudin, Managing Partner Kantor Advokat Fahrudin & Partners Wonosobo

Penetapan Ahok sebagai tersangka sudah tepat. Kita perlu apresiasi kerja Polri dalam proses penyelidikan sampai gelar perkara dan akan dilanjutkan ke tahap penyelidikan. Setidaknya kita melihat Polri memenuhi rasa keadilan yang diharapkan Muslim terhadap Ahok. Penegak hukum perlu ingat kembali, penegakan hukum pidana itu untuk temukan kebenaran materiil demi tercapainya keadilan substansial. Maka, untuk menganalisis perkara ini, penyidik mestinya menggunakan rasa dan bahasa jangan hanya bahasa.

Pertama dari segi rasa, lihatlah apa yang dirasakan Muslimin atas ucapan Ahok. Jutaan Muslim yang turun ke jalan itu mesti dilihat sebagai korban, belum yang tidak ikut aksi. Mereka terluka oleh ucapan Ahok. Penyidik harus memihak kepada korban yang jumlahnya lebih banyak dibanding satu orang pelaku.

Kedua dari segi bahasa. Membaca tulisan Prof Mahsun (Kepala Badan Bahasa Kemendikbud 2012-2015, Republika 15/11/2016) menjadi semakin gamblang di mana letak Ahok menistakan Alquran. Diterangkan bahwa frase "macem-macem" yang mengikuti kalimat "dibohongin pakai al-Maidah 51 macem-macem itu" mengandung arti, al-Maidah 51 merupakan surat yang kandungan isinya tidak seharusnya, tidak lazim. Ia merupakan hasil tindakan macam-macam dari Sang Pencipta. Di sinilah letak penghinaannya. Prof Mahsun mendasarkan frase "macem-macem" ini adalah frase yang selalu berkonotasi negatif. Itu sebabnya selalu diikuti dengan kata larangan "jangan" atau "tidak". Misal: "kamu jangan macam-macam ya" atau "kamu tidak boleh macam-macam di sini". Dua alasan ini sudah cukup untuk membawa Ahok ke pengadilan, tidak perlulah melibatkan ahli sampai puluhan orang.

Hukum itu harus tajam ke atas. Mengapa? Karena, pejabat negaralah yang lebih berpeluang melakukan penyimpangan. Mereka memegang kekuasaan sangat besar. Salah sedikit saja, runcing ujung tombak hukum siap menusuk. Begitulah hubungan antara hukum, masyarakat, dan negara yang harus kita bangun.

Polri untuk Rakyat

Herwin Nur, Tangerang Selatan, Banten

Polri tumbuh dan berkembang dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Korps Bhayangkara ini harus berinisiatif dan bertindak sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom rakyat.

Prinsip ini sejalan dengan paham kepolisian di semua negara yang disebut filosofi polisi yang modern, "Vigilant Quiescant". Artinya, kami berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tenteram.

Polri sudah berupaya maksimal mengusut dugaan penistaan agama. Butuh keseriusan dan kecermatan dalam mengusut kasus ini karena menjadi sorotan masyarakat luas. Mari awasi pengusutannya.

Butuh Ketegasan Aparat

Lutpiatul Fitria, Mahasiswa Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Indonesia sebagai negara hukum mempunyai konsekuensi siapa pun yang melakukan pelanggaran hukum, baik rakyat, aparat, birokrat, maupun pejabat harus ditindak. Hukum harus ditegakkan secara adil. Tak pandang bulu ataupun tebang pilih.

Hukum juga harus berjalan tanpa melihat siapa yang melanggar. Tak peduli orangnya, apa pun jabatannya, jika melanggar, harus segera diproses. Kalau terbukti bersalah, harus ditindak tegas tanpa adanya kepentingan apa pun di belakangnya. Tanpa ada pihak manapun yang mengintervensinya.

Baru-baru ini, Indonesia dihebohkan oleh kasus penistaan agama. Kasus ini harus diusut tuntas. Jangan dibiarkan berlarut-larut. Kita bisa lihat respons masyarakat, terutama Muslim pada demo 4 November lalu. Tentu, kita tak berharap ada demo susulan lagi yang jauh lebih besar.

Kasus ini membuat masyarakat harap-harap cemas akan akhir cerita dari kasus ini. Aparat harus menangani kasus ini dengan segera mungkin. Hukum harus dijunjung tinggi. Harapannya dengan ketegasan aparat atau Polri kerukunan dan rasa kebangsaan tetap terjaga sehingga kasus penistaan agama dapat teratasi sampai tuntas.

Polri Ujung Tombak Penegakan Hukum

Enon Kosasih, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Kasus penistaan agama yang baru-baru ini terjadi menjadi ujian besar bagi bangsa Indonesia. Polri sudah menetapkan Ahok sebagai tersangka kasus tersebut. Semoga kasus ini ditangani secara serius. Aparat hukum dan lembaga penegakan hukum lainnya harus sigap menyikapi kasus ini.

Hukum jangan tumpul ke atas, tapi runcing ke bawah. Masyarakat terkadang merasa tertipu dengan hukum itu sendiri.

Polri sebagai salah satu ujung tombak penegakan hukum sudah cepat dan tanggap menyikapi kasus ini. Polri harus mengusut tuntas permasalahan ini sehingga ke depannya tak ada kasus serupa. Polri harus berindak tegas. Jawaban dalam mengatasi persoalan kasus penistaan agama harus bisa membuat masyarakat puas dan percaya.

Penistaan Agama Jangan Melebar

DIDI JAHIDI

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Mercubuana Jakarta

Energi bangsa kita akhir-akhir ini tersita oleh peristiwa dugaan penistaan agama yang diduga melibatkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kasus tersebut meluas hingga menjadi masalah nasional.

Jika Pemerintah mau menengok ke belakang, kasus serupa pernah terjadi pada era pemerintahan Presiden Soeharto, yaitu kasus tulisan Arswendo yang merendahkan Rasulullah. Tulisan itu membuat umat Islam saat itu marah besar. Suharto sangat paham apa yang diperbuat Arswendo jelas melukai umat Islam.

Pemerintah Jokowi harus belajar bagaimana Soeharto saat itu merespons dengan cepat. Masalah tersebut tidak melebar dan menimbulkan gejolak sosial.

Pemerintah Jokowi jangan memandang remeh persoalan ini, karena lambannya proses penegakan hukum, akan menimbulkan persepsi negatif dari publik. Lambatnya penanganan kasus Ahok terkait penistaan agama tidak tertutup kemungkinan akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Presiden Jokowi harus cermat dalam mengambil langkah agar tidak memicu persoalan menjadi besar dan melebar.

Lambatnya polisi dalam menangani kasus penistaan agama, bukan tidak mungkin menimbulkan provokasi publik. Kita tidak ingin permasalahan ini melebar. Langkah yang lebih persuasif harus diambil oleh polisi.

Penyelesaiannya adalah Penegakan Hukum

Tatang Muljadi, Pegawai Pemda Karawang, Jawa Barat

Dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok telah menimbulkan kegaduhan. Puncaknya adalah aksi damai 411 yang menumpahruahkan ratusan ribu, bahkan mungkin jutaan umat Islam datang ke Jakarta.

Ternyata tidak sampai di situ. Setelah aksi damai 411, kemudian muncul aksi saling tuduh, saling lapor, baik secara perseorangan maupun kelompok, bahkan muncul pula benih-benih permusuhan di antara elemen masyarakat.

Penyelesaian persoalan ini adalah penegakan hukum yang profesional, adil, dan menjauhkan diri dari kepentingan politik golongan tertentu. Jika tidak, dikhawatirkan akan menciptakan persoalan baru yang lebih rumit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement