Jumat 30 Sep 2016 20:32 WIB

Harapan untuk Gubernur DKI

Red: Firman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta menarik perhatian banyak pihak. Sebagian merasakan kegelisahan sehingga ingin maju untuk menjadi calon gubernur dan wakilnya. Pakar dan praktisi hukum Yusril Ihza Mahendra salah satunya. Dia menyatakan siap memimpin Ibu Kota. Tetapi, kesiapannya tidak mendapatkan dukungan partai politik.

Sementara itu, pasangan pejawat Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat semakin mendapatkan dukungan politik. PDIP, Golkar, Hanura, dan Nasdem mendukung pasangan tersebut untuk maju dalam pilkada mendatang.

PDIP bahkan siap menerjunkan ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, untuk menjadi juru kampanye pasangan tersebut. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, partainya akan berusaha keras memenangkan pasangan tersebut.

Sementara itu, parpol lain tidak mau kalah bersaing. Demokrat, PKB, PAN, dan PPP memberikan kejutan. Mereka mengusung calon gubernur dan wakil gubernur di luar prediksi. Mayor Agus Harimurti Yudhoyono dan pejabat senior Pemprov DKI, Sylviana Murni, diusung sebagai calon gubernur dan wakil gubernur DKI.

Agus rela mengorbankan karier militernya. Dia menanggalkan seragam militernya dan mendaftarkan diri bersama Sylviana ke KPUD DKI Jakarta, pekan lalu.

Gerindra dan PKS tak mau kalah. Kedua partai ini mengusung mantan menteri pendidikan dan kebudayaan Anies Baswedan dan pengusaha Sandiaga Uno. Sandi tak mempermasalahkan posisinya sebagai calon wakil gubernur.

Republika membuat jajak pendapat terkait kriteria calon gubernur yang dikehendaki masyarakat luas. Jajak pendapat ini direspons oleh ribuan pembaca Republika di seluruh Indonesia. Jajak pendapat ini dilaksanakan mulai Kamis (22/9) hingga Rabu (28/9).

Ada empat pertanyaan yang diajukan. Pertama, apakah gubernur DKI Jakarta harus lebih santun? Pertanyaan ini direspons 708 pembaca. Sebanyak 81 persen pembaca menyetujui gubernur DKI Jakarta yang akan datang harus lebih santun. Sisanya, 19 persen, menyatakan tidak.

Pertanyaan kedua adalah yang paling banyak direspons pembaca. Apakah gubernur DKI Jakarta yang akan datang harus membatalkan reklamasi? Sejumlah 1.418 pembaca merespons. Sebanyak 81 persen di antaranya menyetujui harus membatalkan reklamasi. Sisanya, 19 persen, menyatakan tidak.

Pertanyaan ketiga mendapatkan respons lebih dari seribu pembaca. Jumlah pastinya 1.134 orang. Setujukah gubernur yang akan datang menghentikan penggusuran? Mayoritas responden menginginkan gubernur yang akan datang membatalkan reklamasi. Jumlahnya 73 persen. Sisanya, 27 persen, menyatakan tidak.

Pertanyaan terakhir adalah setujukah gubernur DKI yang akan datang tidak mudah memberhentikan PNS DKI? Sebanyak 479 pembaca memberikan tanggapannya, 64 persen di antaranya menyetujui. Sisanya, 36 persen, tidak.  ed: Erdy Nasrul

Pemimpin Seagama, Itu yang Utama

Agus Hidayat, Jakarta Selatan

Bukanlah tanpa alasan mengapa agama menjadi kriteria penting dalam memilih pemimpin. Pertama, karena kita (rakyat) adalah manusia yang beragama (mayoritas Islam) sehingga rakyat juga butuh pemimpin yang beragama sama. Setidaknya dengan seagama, pemimpin akan mengerti dan memahami keyakinan rakyat yang dipimpinnya.

Kedua, agama harus menjadi kriteria memilih pemimpin karena pemimpin yang beragama baik akan memunculkan karakteristik pemimpin yang baik pula. Hal ini tercermin dari tutur kata yang santun serta tingkah laku yang menyenangkan dan membuat nyaman orang-orang di sekitarnya.  

Pemahaman yang menyatakan jangan memilih pemimpin berdasarkan agama tidaklah masuk akal. Adapun yang jadi persoalan kita saat ini adalah apakah kita (umat Muslim) tega menggadaikan akidah keagamaan kita hanya untuk memilih pemimpin yang tidak seagama dengan kita? Apakah kita sudah merasa hebat sehingga dengan lancang menantang perintah Tuhan?

Bukan Era Gubernur Daendels

Tatang Muljadi, Pegawai Pemda Karawang.

Masyarakat Jakarta sebagaimana masyarakat yang lain tentu berharap memiliki figur gubernur dan wakilnya yang benar-benar istimewa dan tepat untuk mengatasi berbagai permasalahan. Tak bisa dimungkiri, Ibu Kota masih saja menjadi tempat persoalan kemacetan, banjir, kemiskinan, pengangguran, pendidikan, keadilan, keamanan, kenyamanan, peningkatan daya beli masyarakat (kecil) yang masih rendah, serta penataan kota yang sering bermasalah.

Mengatasi berbagai permasalahan tersebut sebenarnya merupakan tugas dan kewajiban siapa pun yang mewakafkan dirinya untuk menjadi gubernur DKI Jakarta. Satu hal lagi yang harus dimiliki seorang pempimpin, termasuk bakal calon gubernur DKI Jakarta, adalah di sela-sela bertugas melayani masyarakat yang bersentuhan dengan manusia serta menggunakan tangan orang lain (staf), harus mempertimbangkan dan mengedepankan pula nurani kemanusiaan. Jangan mentang-mentang tugas dan memiliki kewenangan, semua serbamain sikat, main semprot, dan main gusur. Ingat, pejabat publik bukan bekerja di pabrik, melainkan melayani masyarakat (manusia) yang memiliki hati.

Sekarang bukan era Gubernur Daendels lagi. Gaya kepemimpinan penuh caci maki serta menyakiti hati orang janganlah dijadikan tren.

Jakarta Santun, Bersih, dan Lancar

Lukmanudin, Karawaci, Tangerang, Banten.

Masyarakat berharap semoga Pilgub DKI mampu melahirkan pemimpin yang baik. Pemimpin yang loyal terhadap rakyatnya. Pemimpin yang mampu berkata jujur.

Pemimpin itu mereka yang mampu membangun kedekatan emosional. Di antara pemimpin yang diinginkan rakyatnya adalah yang mempunyai integritas tegas dan berani.  Selain itu, masih banyak kriteria lain, misalnya, keadilan, cepat mengambil keputusan, kedekatan dengan rakyatnya, dan selalu memihak kepada rakyat, bukan kepada golongan atau partai.

Kita juga mendambakan pemimpin yang selalu memahami dan menghargai keberagaman serta mewujudkan kesejahteraan, terutama yang bisa meredam kemacetan, banjir, dan mengatasi persoalan sampah. Semua persoalan itu masih saja terjadi dari dulu hingga sekarang.

Jakarta Butuh Gubernur yang tidak 'Ugal-ugalan'

Sri Hadi Fahrudin,

Managing Partner Kantor Advokat Fahrudin & Partners, Wonosobo, Jawa Tengah

Ibarat naik kendaraan, dibutuhkan seorang sopir yang bertugas membawa penumpang menuju satu tujuan. Selama perjalanan, tentu penumpang membutuhkan kenyamanan dan ketenangan berkendara. Bukan kendaraan yang berjalan ugal-ugalan sehingga penumpang resah.

Sopir harus berhati-hati, menaati rambu lalu lintas, memperhatikan dan menghormati pengguna jalan lainnya. Tidak boleh sembrono membawa kendaraan.

Sama persis dengan sopir, gubernur juga tidak boleh ugal-ugalan. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, ugal-ugalan adalah kurang senonoh (kasar) dalam bertingkah laku, kurang ajar, nakal, sembrono/tidak memperhatikan. Jadi, tidak dibenarkan seorang gubernur begitu mudah berkata kasar, apalagi jorok di depan publik, membentak, dan memaki rakyat kecil.

Sementara, si gubernur ramah terhadap orang kaya. Seenaknya main gusur dan membuat keputusan tanpa memperhatikan aspirasi dan efek psikologis, sosiologis, dan ekonomi warga.

Pemimpin itu harusnya memberikan ketenangan dan kenyamanan, bukan malah meneror dan membuat resah warga. Karena pada hakikatnya Pemimpin itu pelayan, bukan penguasa.

Jadi, saya kira Jakarta ke depan membutuhkan sosok gubernur yang tegas, bukan kasar, punya integritas, tapi tidak ambisius, berani dan taat peraturan, percaya diri tapi tidak takabur. Jakarta membutuhkan pemimpin yang cerdas dan inovatif serta senantiasa memberikan ketenangan dan kenyamanan warga.

Gubernur yang dibutuhkan mampu menyentuh hati dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Sosoknya menyebarkan energi positif dan semangat persatuan. Dia adalah gubernur yang tidak ugal-ugalan dalam mengantarkan warganya menuju gerbang kemakmuran dan kesejahteraan.

Pemimpin Alim Harapan Masyarakat Jakarta

Ampuh Sejati,

Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Jakarta membutuhkan pemimpin yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan. Pemimpin harus mempunyai kematangan ilmu pengetahuan secara konsep dan pengalaman kerja praktis untuk mengetahui lapangan. Inilah dua aspek yang tidak bisa dipisahkan bagaikan dua sisi mata uang. Kematangan pengetahuan dalam aspek kepemimpinan sungguh dibutuhkan untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kinerja yang dilakukan.

Pengalaman di lapangan juga harus dimiliki untuk mengintegrasikan antara ide dan realitas. Jika kriteria alim pemimpin Jakarta bisa terpenuhi, masyarakat akan merasa siap dan bersungguh-sungguh untuk membangun dan mencintai Jakarta.

Bukan Gubernur yang Gemar Menzalimi

Giyat Yunianto,

Wisma Jaya, Bekasi Timur, Jawa Barat

Sebagai ibu kota negara kesatuan Republik Indonesia, Jakarta memiliki sejumlah masalah yang harus segera diatasi. Oleh karena itu, kriteria bakal calon gubernur DKI yang diharapkan masyarakat Jakarta haruslah memiliki jiwa yang tangguh dan kesabaran luar biasa agar tak mudah terpancing emosi.

Ya, dengan kian padatnya penduduk Ibu Kota, sudah pasti akan banyak kepentingan yang bermain sehingga seorang gubernur pun akan banyak menerima tekanan. Memang tak mudah untuk menjadi gubernur DKI, tapi masyarakat Jakarta, utamanya kaum dhuafa, pasti berharap agar gubernur DKI yang terpilih nanti mampu melindungi mereka dengan segenap hati.  

Insya Allah Jakarta akan semakin berkah jika gubernurnya memiliki kemauan dan kemampuan melindungi dan menyantuni orang-orang yang sedang dalam kesusahan. Ya Allah, berilah masyarakat Jakarta gubernur yang dapat mengayomi dan bukan gubernur yang gemar menzalimi.

Tegas, Berwibawa, dan tidak Arogan

Laras Sekar Seruni,

Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pemilihan gubernur (pilgub) menjadi isu hangat saat ini. Meskipun terdapat tujuh provinsi yang melaksanakan pilgub, DKI Jakarta menjadi sorotan yang cukup santer dibicarakan daripada daerah-daerah lain. Pembicaraan semakin populer saat ada pembentukan opini tentang "Pilgub Rasa Pilpres."

Terlepas dari itu semua, Jakarta memiliki hak untuk dipimpin. Jika di-flashback, ragam karakter dan kepemimpinan telah mewarnai berbagai figur mantan gubernur DKI Jakarta. Sebagai tampuk negara, tentu kita semua ingin Jakarta memiliki pemimpin yang mampu menjadikan Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian negara.

Bukan hanya itu, Jakarta juga diharapkan dapat memberikan ruang yang cukup bagi para komuter. Maka, tugas gubernur terpilih selanjutnya adalah membuat Jakarta menjadi tempat yang nyaman untuk mencari nafkah.

Sosok yang akan menjadi gubernur pun menjadi salah satu poin penting. Pemimpin yang tegas, berwibawa, dan tidak arogan menjadi kriteria dambaan yang ideal bagi para warga Jakarta.

Cegah Kezaliman

Fauzan Suhada,

Depok, Jawa Barat

Jika ditanya kriteria bakal calon gubernur DKI Jakarta idaman, hendaknya kita melihat tulisan saya di harian Republika tanggal 2 Februari 2014. Di situ saya membahas kewajiban pemimpin kaum Muslimin dengan merujuk pada kitab ad-Durarul bahiyyah fil Masalil Fiqhiyyah karya Imam Asy-Syaukany. Pemimpin harus melindungi umat Islam, mencegah kezaliman, menjaga tsugur (batas negeri), menerapkan syariat Allah pada badan, jiwa, dan harta mereka, dan lainnya.

Sekarang lihatlah realitas yang ada di Jakarta saat ini. Sudahkah gubernur DKI Jakarta saat ini melindungi perempuan Muslim dan anak-anak dari tindakan kekerasan? Sudahkah gubernur DKI Jakarta saat ini bertindak adil terhadap para korban penggusuran, korban kebanjiran, dan korban kemacetan? Sudahkah mewujudkan keadilan sosial saat para buruh banyak mengeluhkan tentang UMR karena gubernur lebih berpihak pada pengusaha?

Sudahkah gubernur DKI Jakarta saat ini bergaya hidup sederhana? Sudahkah gubernur DKI Jakarta saat ini tersentuh hatinya jadi Muslim saat melihat kesabaran dan kemurahan hati umat Islam Jakarta? Saya senantiasa mendoakan agar seluruh umat manusia mendapat hidayah Allah SWT untuk memeluk agama Islam.

DKI harus Melahirkan Pemimpin Solutif

Salahudin Yuswa,

Depok, Jawa Barat

Bagi sebagian kalangan, ajang pertarungan politik dalam pilkada amat membanggakan. Tetapi, tak banyak pula yang merasakan ini biasa saja. Bahkan, ada yang menganggap momentum ini sebagai dagelan politik dari para pemangku kepentingan. Hal ini mengingat sudah banyaknya kandidat calon yang muncul sering kali tidak sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya.

Begitu pula dengan Pilkada DKI Jakarta. Seperti yang kita semua ketahui, baru saja kita melihat ada tiga pasang kandidat calon dari masing-masing koalisi pengusung, yang kesemuanya adalah pilihan dari para petinggi partai politik. Bagaimana dengan rakyat?

Setiap pasangan calon diharapkan bisa mengatasi permasalahan, seperti banjir dan kemacetan yang sering kali terjadi di Jakarta, dapat mengatasi angka pengangguran yang masih tinggi, serta berbagai kesenjangan sosial yang begitu tinggi lainnya di DKI Jakarta. Jangan ada lagi penggusuran yang menguntungkan pengusaha dan merugikan rakyat.

Jangan ada lagi gaji pegawai honerer yang "disunat." Pungli di semua lini pelayanan masyarakat harus diberantas. Masalah korupsi yang ada di DKI Jakarta, seperti kasus Sumber Waras, reklamasi, dan lain sebagainya, harus diselesaikan.

Dari empat pertanyaan dalam jajak pendapat ini, responden cukup intens mengomentari pertanyaan tentang reklamasi. Sebanyak 1.418 responden memberikan pendapatnya terkait kebijakan ini. Pengguna media sosial juga saling bersahutan mengomentari reklamasi di DKI Jakarta.

Akun @Ndoroputri8 mencicit, reklamasi harus dibatalkan. Cicitan ini dilontarkannya sebagai respons terhadap pengguna media sosial lainnya. Pengguna Twitter lainnya juga banyak yang menyatakan menolak reklamasi. Akun @dimas_wid, menulis, tidak ada kompromi dalam hal reklamasi. Kebijakan ini harus ditolak.

Pertanyaan yang cukup menarik perhatian lainnya tentang penggusuran. Sebagian pengguna Twitter mengecam kebijakan penggusuran yang dinilai melanggar hak asasi manusia. Tetapi, ada juga yang membela kebijakan tersebut, seperti yang diutarakan @hermansoekarno. Dia menulis, bangunan yang berdiri di lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya harus ditertibkan. Akun @itha3n menulis, kalau yang digusur melanggar aturan, harus direlokasi.

Ada juga pengguna media sosial yang menyetujui penggusuran dengan catatan tersendiri. Akun @muhendrasidik menjelaskan, penggusuran boleh saja dilakukan, tapi harus didahului komunikasi yang baik. Tujuan penggusuran harus berdampak positif bagi pembangunan.

Ratusan responden juga menyatakan sikapnya terkait dua pertanyaan lainnya, yaitu seputar kesantunan gubernur DKI Jakarta dan kebijakan memecat PNS di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement