Jumat 23 Sep 2016 17:00 WIB

FOKUS PUBLIK- Reklamasi Dinilai Abaikan Hukum

Red:

Sepekan lalu, Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memastikan reklamasi Pulau G di Jakarta akan dilanjutkan. Keputusan itu menganulir keputusan tiga menteri sebelumnya yang menyatakan membatalkan proyek reklamasi. Luhut mengatakan, keputusan itu didasarkan pada sejumlah kajian, baik oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Luhut memastikan, pengembang selalu berupaya memenuhi semua syarat yang diminta KLHK sehingga konsep reklamasi Teluk Jakarta sejalan dengan konsep Indonesia National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).

KLHK telah memberikan keputusan terkait proyek reklamasi Teluk Jakarta melalui Surat Keputusan Nomor 354,355 dan 356 tentang pengenaan sanksi administratif pada pengembang berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Luhut meminta publik berhenti meributkan masalah kelanjutan reklamasi yang dinilainya sarat kepentingan politik. Apa yang dilakukan Luhut menuai kritikan dari sejumlah kalangan. Sejumlah pihak menginginkan pemerintah berpedoman pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memberhentikan proyek reklamasi.

Putusan ini dinilai tepat karena mengakomodasi kepentingan masyarakat luas yang terganggu akibat program reklamasi. Masyarakat banyak yang menyayangkan mengapa reklamasi dilanjutkan. Mereka tidak menyangka pemerintah berani berseberangan dengan putusan hukum yang sudah dikeluarkan.    ed: Erdy Nasrul

Reklamasi Bukan untuk Kepentingan Umum

Fani Wardhana, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Jawa Timur

Siapa yang tidak mau negaranya menjadi tujuan destinasi para pelancong baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Siapa yang tidak mau pembangunan sektor pariwisata dan ekonomi meningkat. Tentu semuanya seiya sekata, untuk Indonesia yang lebih baik dan maju.

Akhir-akhir ini santer pemberitaan media tentang reklamasi di Jakarta. Banyak pihak yang pro dan kontra terkait masalah ini. Masyarakat diberikan penjelasan, jika reklamasi berhasil, pendapatan negara akan bertambah karena banyaknya turis yang akan menikmati rekreasi yang tersaji di daratan hasil reklamasi.

Namun, coba lihat apa yang terjadi pada proyek reklamasi? Ternyata tujuan utamanya bukan untuk kepentingan umum. Bahkan, menimbulkan kerusakan lingkungan dan berdampak merugikan nelayan Teluk Jakarta.

Wahai para pejabat, jangan hanya karena ingin memenuhi iming-iming para investor lantas kalian mengorbankan nasib rakyat jelata. Proyek reklamasi yang terletak di Provinsi DKI Jakarta dinilai telah melanggar hukum.

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara saya rasa sudah tepat untuk menunda proyek tersebut sampai muncul kekuatan hukum tetap. Tentu keputusan tersebut berdasarkan pertimbangan fakta yang terjadi di lapangan.

Banyak poin pelanggaran yang terjadi dalam proyek reklamasi ini. Mulai dari SK Reklamasi yang mengabaikan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir, SK Reklamasi keluar sebelum ada zonasi kawasan, sampai penyusunan amdal reklamasi yang tidak melibatkan nelayan.

Meski banyak dugaan pelanggaran, reklamasi tetap dilakukan dengan mengabaikan putusan PTUN. Masih saja ada pejabat yang rela mengorbankan kepentingan rakyat di atas kepentingan segelintir pihak yang sama sekali tak memperhatikan nasib rakyat banyak. Semoga Allah memberikan hidayah kepada para pemimpin negeri ini.

-----

Reklamasi untuk Rakyat atau Pengembang?

Didi Jahidi, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Mercubuana Jakarta

Keputusan pemerintah untuk melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta dinilai terburu-buru saat kajian soal reklamasi masih berlangsung. Pemerintah memiliki kesalahan berpikir yang mendasar terkait reklamasi. Seharusnya pemerintah lebih fokus pada  rehabilitasi pengembangan kota yang tidak sustainable, bukan membangun ilusi baru seperti waterfront city.

Selain itu, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan tidak menaati hukum dan perundang-undangan yang berlaku dengan melanjutkan proyek reklamasi Pulau G.

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah memutuskan, proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta ditunda sampai berkekuatan hukum tetap dengan pertimbangan banyaknya perundang-undangan yang dilanggar.

Apa yang dilakukan oleh Menko Kemaritiman merupakan tamparan keras bagi Presiden Joko Widodo. Ini akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Pemerintah memperlihatkan dan mempraktikkan model pembangunan serampangan dengan melabrak konstitusi. Selain itu, pemerintah juga tidak memiliki wibawa di mata korporasi.

-----

Pemerintah Melawan Hukum

Sri Hadi Fahrudin SH, Managing Partner Kantor Advokat Fahrudin & Partners

Pemerintah memberikan contoh yang sangat buruk pada masyarakat dengan tidak menghormati dan mematuhi putusan lembaga peradilan. Keputusan akan melanjutkan proses reklamasi jelas bertentangan dengan putusan PTUN Jakarta No 193/G/LH/2016/PTUN-JKT. Isi putusan memerintahkan menunda SK Gubernur DKI tentang reklamasi Pulau G yang dikerjakan PT Muara Wisesa Samudra sampai dengan perkara tersebut berkekuatan hukum tetap atau ada penetapan lain yang mencabutnya.

Hakim beralasan SK gubernur bertentangan dengan undang-undang di atasnya. Sama saja keputusan pemerintah untuk melanjutkan reklamasi ini bertentangan dengan undang-undang. Itu artinya pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Ini pelanggaran serius lho, jangan anggap remeh. Bisa-bisa di impeach nanti presidennya.

Seharusnya pemerintah bijak menyikapi permasalahan ini, jangan ngotot. Lihat dan dengar suara para nelayan. Mereka sangat terganggu dengan proyek reklamasi. Para nelayan hidup dan menghidupi anak istri dari hasil melaut. Laut sudah menjadi bagian hidup mereka selama bertahun-tahun.

Reklamasi selain mengganggu lalu lintas pelayaran nelayan, juga merusak lingkungan, ekosistem, dan habitat laut. Sudah sepantasnya kita menolak reklamasi dilanjutkan. Hentikan sekarang juga. Tak ada gunanya.

Proyek reklamasi hanya diperuntukkan kalangan ekonomi atas. Harga properti yang dijual mencapai miliaran rupiah, tidak mungkin terjangkau nelayan. Sehingga, kita bertanya sebenarnya reklamasi itu untuk apa dan siapa? Mengapa pemerintah ngotot melanjutkan?

----------------

Asas Manfaat, Faktor Penentu Keberlanjutan Reklamasi Jakarta

Proyek reklamasi bertujuan menambah luas daratan suatu wilayah provinsi untuk berbagai kepentingan. Praktik reklamasi bukan barang baru di Indonesia. Keputusan akhir penetapan proyek reklamasi oleh pemerintah provinsi sarat dengan pesan politik atau didominasi oleh kebijakan politik.

Jalannya reklamasi Jakarta tidak lepas dari kepentingan politik. Ada juga yang bermain di dalamnya untuk meraih keuntungan besar. Mereka adalah pebisnis yang merencanakan tata wilayah di daratan hasil reklamasi.

Meski gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah, bukan berarti dengan semangat otonomi daerah mengantongi hak prerogatif. Jika presiden diminta bersikap soal reklamasi, dipastikan presiden sudah mendelegasikan wewenangnya kepada gubernur dan terserah kebijakan yang diambil pembantunya.

Namun, yang harus diperhatikan adalah kepentingan masyarakat sekitar. Seberapa pentingkah proses ini bagi masyarakat. Kalau memang tidak penting, apalagi mengganggu lapangan pekerjaan mereka sebagai nelayan di sana, apakah proyek ini akan tetap dilanjutkan?

------------

Pemerintah Harus Tegas

Giyat Yunianto, Wisma Jaya, Bekasi Timur, Jawa Barat

Kian sempitnya lahan di Jakarta adalah salah satu alasan diadakannya proyek reklamasi. Reklamasi sah-sah saja jika semua persyaratan telah terpenuhi. Tetapi, tentu saja hal tersebut tidaklah mudah.

Para nelayan sudah pasti tidak akan setuju jika reklamasi Teluk Jakarta dilanjutkan. Karena, hal tersebut akan mengurangi pendapatan mereka. Pemerintah harus tegas untuk menghentikan reklamasi jika tak ingin terjadi gejolak yang lebih besar di tengah masyarakat.

Kepentingan rakyat kecil, utamanya nelayan yang berada di sekitar Teluk Jakarta, harus diprioritaskan daripada kepentingan para pengembang. Insya Allah Indonesia akan semakin berkah jika pemimpinnya berpihak kepada orang-orang yang lebih membutuhkan bantuan dan pertolongan.

Ya Allah, bukakanlah hati dan sehatkanlah akal serta pikiran para pemimpin kami agar mereka dapat merasakan penderitaan rakyat yang sedang dalam kesusahan.Amin. Wallahu a'lam bishawab. Semoga bermanfaat. 

-----

Harus Adil

Fauzan Suhada, Alumnus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat

Saya hanya ingin mengingatkan pemerintah tentang firman Allah dalam QS al-Maidah: i'diluuu huwa aqrabu littaqwa (berlaku adillah karena adil itu lebih dekat ke takwa). Ketika ada banyak protes dari nelayan dan Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) terkait proyek reklamasi Teluk Jakarta, pemerintah sudah sepatutnya berintrospeksi, sudahkah berbuat adil, baik pada nelayan maupun pada makhluk hidup lain yang bergantung pada manusia.

Ingat, manusia itu adalah pemegang amanah Allah SWT di dunia. Janganlah kecintaan pada dunia mendorong kita berlaku tak adil dengan melakukan genosida pada orang-orang lemah dan merusak ekosistem alam secara serampangan. Semoga Allah SWT memberikan hidayah kepada semua umat manusia agar mereka mencintai kebenaran dan senang berlaku adil terhadap sesamanya.

-----

Bukti Pemerintah tidak Pro Rakyat Kecil

Salahudin Yuswa, Depok, Jawa Barat

Melanjutkan reklamasi di Jakarta adalah bentuk pengabaian putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta oleh pemerintah pusat. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan telah mengabaikan keputusan hakim PTUN yang membatalkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G Kepada PT Muara Wisesa pada 31 Mei 2016.

Ini patut disesalkan. Sebab, yang namanya putusan pengadilan itu wajib untuk dilaksanakan. Semua putusan pengadilan bisa diartikan sama dengan undang-undang yang harus dipatuhi, kecuali jika ada putusan yang lebih tinggi, misalnya, banding, kasasi, atau putusan yang lebih tinggi lainnya.

Putusan PTUN Jakarta itu telah mengabulkan gugatan yang disampaikan para nelayan yang terdampak reklamasi. Hakim pun telah memutuskan, baik pengerjaan fisik maupun administratif terkait SK itu harus ditunda sampai adanya keputusan hukum tetap. Dalam amar putusan, hakim PTUN Jakarta sudah mempertimbangkan, SK reklamasi Pulau G harus dibatalkan karena itu menabrak undang-undang di atasnya, mendahului zonasi kawasan, dan tidak melibatkan nelayan dalam penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

Hakim juga menilai reklamasi merusak lingkungan dan merugikan nelayan. Apabila reklamasi ini tetap dijalankan, akan ada banyak pihak yang dirugikan. Sementara, nantinya baik pengadilan tinggi maupun MA akan menguatkan putusan PTUN Jakarta. Apabila apa yang diputuskan oleh menteri itu tetap dijalankan dan mengabaikan apa yang sudah diputuskan oleh PTUN Jakarta, itu dapat diartikan tidak sah. Masyarakat luas bisa menilai, ada keberpihakan pemerintah kepada segelintir orang. Ujungnya tetap rakyat kecil yang menderita.

-----

Jadikan Hukum Sebagai Acuan Menata Jakarta

Fakhrudin, Tenaga Kependidikan STEI Tazkia Bogor, Mahasiswa PDIE UNS Surakarta

Teluk Jakarta adalah perairan laut Jawa yang terletak di sebelah utara Jakarta. Di sana bermuara 13 anak sungai. Luas Teluk Jakarta 514 km persegi dengan kedalaman rata-rata 15 meter. Tak heran dengan semakin padat tingkat hunian dan akses mudah ke pusat kota, Pemda DKI mencoba mengembangkan dengan mereklamasi Teluk Jakarta.

Sebagai negara hukum, apa pun yang diputuskan oleh pemerintah pusat ataupun Pemda DKI harus berdasarkan ketentuan hukum. Polemik panjang tentang dilanjutkan atau tidaknya reklamasi Teluk Jakarta harus melihat dasar hukumnya.

Banyak yang dilanggar saat pemerintah tetap melanjutkan reklamasi Teluk Jakarta. Di antaranya SK Menteri LHK Nomor 35/MLHK/Sekjen/Kum/9/5/2016 tertanggal 9 Mei 2016, Surat Menteri KKP Nomor B 398/MEN-KP/VII/2016, dan Keputusan PTUN Jakarta Nomor 193/G/LH/2016/PTUN-JKT.

Negara harus tetap menjadikan hukum panglima dalam menata Jakarta. Kalaupun reklamasi Teluk Jakarta tetap mau dilanjutkan, harus ada kajian dengan melibatkan seluruh komponen yang berkepentingan dengan  Teluk  Jakarta.  Di sana ada nelayan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kemaritiman, Pemda DKI, dan pengembang. Jangan sampai ada tumpang tindih dan ketidakselarasan masing-masing komponen yang pada kemudian hari membuahkan tuntutan dan ketidakpuasan. Para pemangku kepentingan harus tetap mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan pengusaha ataupun golongan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement