Jumat 13 Jun 2014 14:00 WIB

Merger Bank Mandiri dan BTN Dihentikan

Red:

JAKARTA - Pemerintah tidak akan meneruskan rencana merger dua bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu Bank Mandiri dan Bank Tabungan Negara (BTN). Kedua bank dinilai memiliki karakteristik pelayanan yang berbeda.

“BTN ini adalah bank khusus yang dibangun untuk menunjang sektor perumahan rakyat, sebaiknya bank khusus tidak dimerger dengan bank umum,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung, Kamis (12/6). Bank umum, menurutnya, harus dimerger dengan bank umum lainnya.

Chairul mengatakan, Indonesia sebenarnya membutuhkan satu bank besar yang mampu bersaing di kawasan Asia Tenggara. Namun, belum ada bank nasional yang mampu bersaing secara kompetitif menjelang pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Bank Mandiri bahkan tidak termasuk dalam daftar 10 bank terbesar di ASEAN.

Kondisi, menurutnya, akan merugikan Indonesia. Bila tidak masuk ke dalam urutan tersebut, Bank Mandiri tidak bisa terlibat dalam proses penentuan kebijakan dalam industri perbankan ASEAN. Oleh karena itu, Bank Mandiri perlu melakukan merger dengan bank lain agar likuiditas dan kapasitasnya lebih besar.

Untuk itu, pemerintah sedang melakukan kajian terkait kemungkinan adanya merger bank BUMN pada masa mendatang. Kajian ini akan menjadi rekomendasi bagi pemerintahan baru untuk mengambil keputusan terkait penguatan perbankan nasional. Kajian tersebut dilakukan secara menyeluruh terhadap lingkungan serta fondasi perbankan nasional secara keseluruhan.

Gagalnya merger antara Bank Mandiri dan BTN ini disayangkan oleh sejumlah pihak. Pengamat perbankan, Edwin Sinaga, mengatakan, konsolidasi ini sebenarnya akan menguntungkan BTN. Bank tersebut dapat menjadi bank penyedia pinjaman perumahan yang paling kuat. Keterbatasan modal, likuiditas, jaringan cabang, dan suku bunga yang tinggi yang dialami BTN, bisa diatasi melalui sinergi antara kedua bank tersebut.

Menurut dia, Bank Mandiri dipastikan selalu siap menginjeksi modal bila Bank BTN membutuhkan tambahan permodalan melalui suntikan modal langsung dan inbreng aset. Dia menilai, injeksi modal pemerintah secara langsung ke BTN dengan menggunakan dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) disayangkan jika ada cara lain yang masih bisa dilakukan, seperti misalnya melalui BUMN lain.

Pengamat perbankan, Reagy Sukmana, juga menilai BTN sulit berkembang dengan komposisi kepemilikan saham seperti saat ini. Hal ini mengingat BTN hanya memiliki modal Rp11 triliun dan rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (DPK) atau LDR mencapai 104 persen, jauh di atas ketentuan Bank Indonesia (BI) sebesar 92 persen.

“Dengan kondisi kesehatan seperti ini, BTN sulit menurunkan suku bunganya,” kata Reagy. Menurut Reagy, berbagai kelemahan struktural BTN tersebut justru bisa diatasi oleh Bank Mandiri karena Bank Mandiri merupakan bank dengan aset terbesar di Indonesia. Mandiri juga memiliki rasio kredit macet (NPL) hanya 0,3 persen dan porsi dana murah (giro dan tabungan) yang melimpah ruah.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pemberdayaan Daerah Natsir Mansyur sebaliknya. Dia menilai, akuisisi ini sebaiknya ditangguhkan. Hal ini karena Bank BTN yang bisnis utamanya pembiayaan perumahan mempunyai peran yang jelas. “Yaitu, fokus mengurus perumahan dan hal itu sangat diperlukan,” ujarnya. 

Peran BTN terhadap bisnis perumahan dinilai pihaknya juga berdampak luas kepada perekonomian nasional serta pergerakan ekonomi di daerah khususnya pembiayaan perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang diperkirakan berjumlah hingga 15 juta unit. Dengan gagalnya akusisi, BTN dapat fokus menjalankan fungsinya. rep:meiliani fauziah ed: fitria andayani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement