Jumat 13 Jan 2017 16:00 WIB

Izin Ekspor Minerba Diperpanjang

Red:

JAKARTA -- Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 1 Tahun 2017 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara. Dalam PP tersebut, pemerintah memperpanjang izin ekspor mineral dan tambah mentah yang harusnya dihentikan mulai 11 Januari 2017.

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, poin penting yang terdapat dalam PP tersebut adalah perubahan ketentuan tentang divestasi. Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dalam rangka penanaman modal asing setelah lima tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi sahamnya secara bertahap hingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51 persen dimiliki peserta Indonesia. "Semua pemegang KK dan IUPK wajib tunduk kepada UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang minerba," ujar Jonan dalam jumpa pers di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (12/1).

Divestasi saham wajib dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun setelah produksi. Dalam setiap tahun setelah akhir tahun kelima sejak produksi tidak boleh kurang dari persentase yang telah ditetapkan, yakni 20 persen pada tahun keenam, 30 persen pada tahun ketujuh, 37 persen pada tahun kedelapan, 44 persen pada tahun kesembilan, dan 51 persen pada tahun kesepuluh.

Isi penting kedua adalah perubahan jangka waktu perpanjangan izin untuk perusahaan tambang pemegang IUP dan IUPK. Permohonan perpanjangan IUPK operasi produksi diajukan kepada menteri paling cepat dalam jangka waktu lima tahun dan paling lambat dalam jangka waktu satu tahun sebelum berakhirnya jangka waktu.

Jonan mengatakan, pembahasan pertambangan mineral logam tidak mungkin sebelum dua tahun terakhir karena butuh persiapan. "Kalau dua tahun sebelum berakhir, negosiasi enam bulan. Setahun tidak cukup untuk investasi. Paling cepat lima tahun sebelum jangka waktu izin usaha," ujarnya.

Poin penting ketiga adalah pemegang IUP minerba yang menjual mineral atau batu bara yang diproduksi wajib berpedoman pada harga patokan. Harga mineral logam dan batu bara ditetapkan oleh menteri, sedangkan harga mineral bukan logam dan batuan ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota. Harga patokan ditentukan berdasarkan mekanisme pasar atau sesuai dengan harga yang berlaku umum di pasar internasional.

Poin keempat adalah, pemerintah menganjurkan perusahaan tambang pemegang KK untuk mengubah izinnya menjadi IUPK. Pemegang KK yang tidak mengubah izinnya tidak boleh melakukan ekspor bahan tambang mentah atau konsentratnya.

Jonan mengatakan, syaratnya adalah dalam lima tahun harus membangun pabrik pemurnian atau smelter. "Kalau tidak ada perkembangan akan kami hentikan izin ekspornya," ujarnya. Kewajiban ini diatur dalam Peraturan Menteri ESDM yang baru saja diterbitkan.

Saat ini terdapat 32 perusahaan pengolahan dan pemurnian hasil tambang atau smelter yang telah beroperasi di Indonesia dengan total investasi mencapai 20 miliar dollar AS sejak 2012 hingga 2016. Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonathan Handoyo.

"Dari tahun 2012 sampai 2017 sudah ada 32 smelter baru yang sudah selesai dibangun. Nilai investasinya 20 miliar dollar AS," kata Jonathan saat dihubungi di Jakarta, Kamis. Menurutnya, sebagian besar investor adalah pemegang Izin Usaha Industri (IUI) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang banyak berasal dari Cina.

Adapun ke-32 perusahaan tersebut mengolah berbagai macam logam, seperti nikel, alumina, besi, zircon, silica, dan tembaga yang beroperasi di berbagai daerah di Indonesia seperti di Ketapang, Banten, Gresik, Konawe, Morowali, dan Pulau Obi.     rep: Frederik Bata, Sapto Andika Candra/antara, ed: Satya Festiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement