Kamis 24 Mar 2016 18:00 WIB

Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin: Kajian Islam Terkait Lingkungan Harus Diseimbangkan

Red:

Seiring dengan kemajuan zaman, lingkungan hidup di tanah air sudah semakin semakin rusak. Namun, kerusakan tersebut harus menjadi tanggung jawab bersama, termasuk mayoritas umat Islam di Indonesia.

Tema lingkungan saat ini masih jarang dikaji secara lebih dalam, baik dalam forum-forum pengajian maupun di perguruan tinggi. Tema kajian yang banyak dibahas saat ini masih berkutat tentang hubungan manusia dengan Allah SWT atau persoalan ibadah.

Berdasarkan hal itu, Ketua Prodi Magister Agama dan Filsafat, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin mengatakan, dalam forum kajian keislaman mulai saat ini harus sesekali dijelaskan juga tentang hablum minannas (hubungan dengan manusia) dan hablum minal alam (hubungan dengan alam), sehingga hubungan ketiganya menjadi seimbang.

"Nah ini yang sering sekali tidak seimbang di sini, lingkungan tidak diterangkan panjang lebar oleh para kiai atau para penceramah," kata dosen yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Ilmu Al-Quran dan Tafsir se-Indonesia (AIAT) tersebut.Berikut wawancara lengkap Republika dengan Sahiron Syamsuddin, Senin (21/3).

Lingkungan saat ini semakin rusak, ini menjadi tanggung jawab siapa?

Menurut saya rusaknya lingkungan hidup tidak disebabkan oleh satu tangan saja. Mungkin banyak pihak yang menyebabkan lingkungan itu menjadi rusak. Karena itu, ini menjadi tanggung jawab kita semua untuk memperbaikinya. Tidak perlu terlalu jauh menyalahkan pihak-pihak tertentu. Meskipun sebenarnya kita tahu ada pihak-pihak bersalah dalam hal kerusakan lingkungan hidup tersebut.

Sebagai contoh, saat kita mengalami musibah kebakaran di Pulau Sumatera, yang menjadi musibah terpanjang hingga lebih dari satu bulan. Meskipun saya bukan ahlinya dalam bidang itu, konon ada yang memang melakukan itu dengan sengaja, dan sebenarnya merekalah yang paling bersalah, namun semestinya kita harus saling bertanggung jawab untuk memperbaikinya.

Seluruh tanggung jawab terhadap masalah lingkungan jangan sampai  dilimpahkan ke pihak-pihak tertentu. Artinya, kita semua juga harus sadar dan harus mengerti bahwa menjaga lingkungan hidup itu adalah kewajiban kita bersama sebagai warga negara Indonesia.

Menjaga lingkungan itu apakah termasuk akhlak Islam?

Betul, itu menjaga lingkungan termasuk dalam kategori akhlak karimah. Jadi, banyak sekali ayat-ayat Alquran maupun hadis-hadis Nabi SAW yang secara eksplisit atau implisit itu memerintahkan kepada Umat Islam untuk menjaga lingkungan dengan baik.

Di dalam Alquran, Allah menjelaskan di dalam surah al-A'raf, yang artinya " Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS Al A'raf [7 ] : 56)

Dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa ketika diciptakan oleh Allah, bumi  itu masih dalam keadaan baik dan tidak ada kerusakan. Tapi, kemudian ada pihak-pihak tertentu atau manusia tertentu yang melakukan kerusakan.

Ayat tersebut merupakan larangan kepada kita agar tidak merusak bumi, yaitu jangan merusak lingkungan sekitar kita, baik dalam  bentuk hutan, tanah, laut, atau gunung dan sebagainya.  Jadi jelas, Islam mengajarkan kepada kita bahwa kita harus menjaga lingkungan kita dengan baik, dengan akhlak karimah tentunya.

Bagaimana hadis nabi berbicara tentang lingkungan?

Memang agak susah mengatakan ada hadis yang menjelaskan lingkungan hidup secara eksplisit atau terang-terangan. Tapi, terdapat beberapa hadis yang membicarakan lingkungan secara implisit atau secara samar. Seperti hadis yang menjelaskan, bahwa orang Islam sesungguhnya adalah orang Islam yang dapat menjaga lingkungan sekitarnya dari lisan seseorang, kejahatan seseorang, dan juga selamat dari perilaku jahat orang.

Hadis tersebut menerangkan bahwa orang Islam yang haikiki adalah orang yang bisa menjaga hubungan baik dengan orang lain. Dalam hadis tersebut memang dijelaskan tentang berhubungan dengan orang. Tapi, secara implisit itu adalah bagaimana kita berhubungan dengan lingkungan juga, karena lingkungan bukan hanya orang. Jadi, orang Islam yang haikiki itu adalah orang yang mampu menjaga lingkungannya, termasuk menjaga hubungannya dengan orang.

Apa langkah yang dapat dilakukan umat dalam menjaga lingkungan?

Tergantung siapa, maksud saya jika dia seorang kiai, ulama, atau ustaz, maka sebaiknya kita menyampaikan kepada masyarakat umum, baik melalui cara-cara ceramah umumnya atau melalui pengajaran sekolahan, di universitas, dan pengajian-pengajian. Masyarakat juga harus turut menjaga lingkungan tersebut.

Jangan hanya mengandalkan seorang ustaz dalam menyampaikan kepedulian terhadap lingkungan, setiap orang harus menyadari akan perlunya atau harusnya menjaga lingkungan dengan kesadaran tersebut. Kemudian harus diimplementasikan atau direalisasaikan dalam sebuah tindakan.

Pokoknya kalau kita punya sampah misalnya, maka diri kita sendiri harus sadar bahwa jangan sampai membuang sampah semabrangan, seperti plastik, puntung rokok  dan lain-lain.  Itu harus berangkat dari sendiri dulu atau ibtida' bin nafsi.

Jadi, kesadaran pertama adalah kesadaran diri, kemudian yang kedua apa yang sudah ada dalam diri kita akan kesadaran tadi disampaikan juga kepada masyarakat, baik melalui ceramah umum atau diskusi di kelas dan lain-lain.

Perlukah fikih lingkungan dirumuskan?

Iya, saya pikir ini pertanyaan yang sangat bagus. Fikih lingkungan mestinya harus segera dibuat atau diproteksi oleh para ulama. Dalam prosesnya nanti bukan hanya membahas sekedar masalah wajib, sunah atau masalah hukum semata.

Tapi, bagaimana fikih lingkungan itu bisa ditinjau dari berbagai macam aspek, seperti dari sisi teologis dan hukum Islam. Kemudian, kita perkuat semua analisa-analisa itu dari berabagai disiplin ilmu. Misalnya, dari sisi teologi seperti apa, dari sisi kimia seperti apa, bahkan dari sosiologi.

Kalau lingkungannya rapi, bagus, dan terjaga, nantinya juga bisa ditinjau hubungannya dengan pandangan sosiologi. Jadi, kira-kira fikih lingkungan itu, selain ditinjau dari halal dan haramnya,  juga harus ditinjau dengan pendekatan-pendekatan yang lain.

Tema lingkungan yang disebarkan lewat kajian Keislaman masih jarang?

Iya, saya merasakan juga masih jarang.  Begitu juga dengan orang yang ceramah atau mengajarkan  sesutu kepada masyarakat pada umumnya. Ketika kita berceramah, itu seringkali saya dengar materi yang disampaikannya hanya berkutat dengan hal-hala yang sifatnya ubudiyah atau hal-hal ibadah, yaitu hablum minallah (Hubungan dengan Allah).

Karena itu, mulai saat ini harus sesekali dijelaskan juga tentang hablum minannas, bagaimana berhubungan baik dengan manusia, dan juga hablum minal alam/ yaitu bagaimana cara kita berhubungan dengan alam. Nah ini yang sering sekali tidak seimbang di sini, lingkungan tidak diterangkan panjang lebar oleh para kiai atau para penceramah.

Dalam kajian keagamaan selama ini tidak ada keseimbangan, sehingga perlu dikembangkan lagi dan perlu diberikan materi-materi ceramah umum terkait dengan lingkungan. Tentu sebelum ke situ, para penceramah semestinya dapat mendapatkan training  dulu, khususnya tentang ilmu yang terkait lingkungan.

Mereka mungkin bisa ditraining atau diberikan pelatihan oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan lingkungan. Intinya harus ada kerjasama antara orang yang ahli dalam bidang agama dan orang yang ahli dalam ilmu-ilmu lain terkait lingkungan tadi.  c39 ed: Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement