Jumat 10 Feb 2012 17:29 WIB

Bermalam di Padang Edelweis Surya Kencana

Alun-alun Surya Kencana
Foto: Foto-foto: Nyanyu/PicnicHolic
Alun-alun Surya Kencana

Pernahkah Anda membayangkan untuk menghabiskan satu malam di tempat istimewa tanpa harus mengeluarkan banyak biaya? Cobalah berkunjung ke Surya Kencana!

Kenapa saya katakan istimewa? Jika pun ada kata lebih dari istimewa untuk menggambarkannya, cobalah Anda bayangkan padang yang luas sepanjang mata memandang, kumpulan bunga edelweiss yang tumbuh liar di mana-mana, bukit-bukit hijau memagari lembah yang beratapkan langit biru dan awan yang senantiasa bisa kita lihat pergerakannya, suara aneka satwa khas hutan tropis Indonesia. Dan jika malam tiba, jajaran rasi bintang terasa begitu dekat dengan mata. Dan semakin istimewa karena biaya retribusi untuk masuk ke wilayah cagar alam ini hanya Rp. 7.000/orang. Murah, bukan?

Mendaki Menuju Surya Kencana

Sore itu, saya dan beberapa kawan menuju Gunung Putri, yang merupakan pintu gerbang untuk pendakian ke Gunung Gede-Pangrango. Surya Kencana memang masuk kedalam wilayah TNGGP (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango). Umumnya para pendaki yang ingin mencapai puncak Gunung Gede dengan melewati jalur Gunung Putri akan bermalam di Surya Kencana terlebih dahulu.

Gunung Putri berjarak sekitar 7 km dari Cibodas, atau 107 km dari Jakarta. Pendaftaran untuk  pendakian sudah kami lakukan dengan cara booking online di website resmi TNGGP seminggu sebelum keberangkatan. Pihak pengelola TNGGP memang mewajibkan para pendaki/pengunjung yang akan bermalam di wilayah tersebut untuk melakukan reservasi maksimal 3 hari menjelang pendakian.

Untuk mencapai Surya Kencana, kita memang harus mendaki karena letaknya berada di atas Gunung Putri. Jalur Gunung Putri lebih curam dan terjal dibanding jika kita mendaki lewat Gunung Gede. Namun, melalui jalur Gunung Putri, kita bisa memangkas hampir separuh waktu. Untuk yang amatir bisa mencapai Surya Kencana dalam waktu 5-6 jam pendakian (sudah termasuk istirahat). Kalau untuk yang biasa mendaki, bisa mencapai waktu sekitar 3 jam.

Bahkan penduduk lokal sudah biasa bolak-balik ke Surya Kencana menjajakan makanan. Dan sekali jalan mereka hanya waktu tidak lebih dari dua jam. Mereka menjual nasi uduk dan aneka minuman ringan. Penjual-penjual ini biasanya hanya memakai sepatu boot berbahan pvc dan sambil menenteng dagangan mereka, termasuk termos berisi air panas.

Jalur yang terjal membuat kami justru makin tertantang untuk melaluinya. Hawa yang sejuk segar dan aneka tumbuhan unik membuat kami tetap semangat melangkah meskipun rasa lelah kerap datang. Sesekali kami berhenti untuk sekedar minum ataupun makan coklat untuk mengumpulkan energi kembali, sambil menikmati pemandangan yang ada tentunya.

TNGGP yang merupakan hutan tropis memang banyak ditumbuhi berbagai macam tanaman unik dan merupakan rumah bagi 100 lebih jenis satwa. Bahkan rumah bagi hewan yang hampir punah, Elang Jawa dan Lutung.

Padang Edelweis

Rasa lelah langsung lenyap saat kami mulai melihat pohon-pohon di jalur yang kami lewati semakin pendek, tanda bahwa kami akan segera sampai di alun-alun Surya Kencana. Lembah seluas 50 ha ini akhirnya terbentang di depan mata. Terlihat pucuk-pucuk edelweis yang tumbuh liar dimana-mana.

Edelweis yang terkenal dengan sebutan bunga abadi --dan banyak orang mengkaitkannya sebagai lambing cinta-- memang tumbuh subur di dataran tinggi, terutama di lereng-lereng pegunungan. Meskipun cantik, bunga dengan nama latin Anaphalis Javanica ini tidak boleh dipetik dan dilindungi oleh undang-undang. Jangan sekali pun mengabaikan peringatan untuk tidak memetik karena petugas jagawana akan memeriksa bawaan kita saat turun dari Surya Kencana. Jika tertangkap tangan membawa turun Edelweis, hukuman berupa denda dan pidana siap mengancam kita.

Setelah mengabadikan pemandangan cantik dalam bentuk gambar, segera saja kami mendirikan tenda. Angin lembah yang bertiup membawa udara dingin, memaksa kami untuk segera mencari lokasi yang pas untuk mendirikan tenda. Pas dalam artian tanahnya datar,  tidak jauh dari mata air, dan terlindung dari ancaman binatang buas.

Kami mendapatkannya, tepat di belakang beberapa ilalang lebat sehingga kami juga aman dari terpaan dinginnya angin lembah. Dinginnya hawa di Surya Kencana yang menerpa di saat kami lelah mendaki membuat perut memberikan sinyal untuk minta diisi.

Begitu ada bapak penjaja makanan menghampiri, langsung saja kami memesan nasi uduk bungkus dan beberapa mie instan siram yang kuah panasnya cepat sekali menjadi dingin. Takjub juga ada orang tua yang rela mendaki hingga ketinggian 2.750 m dpl (di atas permukaan laut) demi menjajakan makanannya, terlebih dicuaca yang sangat dingin.

Tanpa peralatan khusus, bapak-bapak yang rata-rata sudah berumur di atas 40 tahun ini mendaki Surya Kencana dengan menenteng termos panas dan tas yang berisi nasi bungkus serta minuman instant. Salut sekali dengan perjuangan mereka mengingat trek untuk menuju Surya Kencana bukanlah medan yang mudah.

    

Alun-Alun Surya Kencana

Perut kenyang, tenda sudah terpasang, namun kami tetap di luar meskipun angin dingin berhembus kencang. Keindahan panorama Surya Kencana memang wajib dinikmati dan diabadikan. Langit biru yang membentang dengan awan yang bergerak cepat menghipnotis kami layaknya itu sebuah pertunjukan mahal yang haram untuk dilewatkan. Pun saat kabut turun dan udara bertambah dingin, Surya Kencana tetap memancarkan pesonanya.

Bentangan langit biru mulai gelap, disusul dengan kemunculan bintang gemintang yang jumlahnya jutaan. Seluruh rasi bintang seperti menyatu dan bersekutu untuk memenuhi langit. Dan yang membuat suasana lebih dramatis adalah suara satwa liar yang jelas terdengar saat kami duduk mengitari api unggun yang sengaja kami buat. Tak heran tempat ini selalu menjadi tempat persinggahan para pendaki yang ingin mencapai puncak Gede ataupun turun dari Gunung Gede.

Surya Kencana menawarkan semuanya. Air tawar yang bersih, pemandangan yang luar biasa, lahan yang nyaman untuk bermalam, dan juga persahabatan. Terbayang kembali beberapa tahun lalu saya pernah melakukan upacara kemerdekaan 17 Agustus bersama ratusan teman-teman sependakian. Kami tak saling mengenal, tapi kami menyatu dalam kehangatan. Berbagi makanan dan api unggun, berceloteh tentang keindahan Indonesia, dan bersama-sama membersihkan Surya Kencana dari sampah yang ada.

Saat mengulang kembali ke tempat ini, semua rasa dan kecantikannya tidak sirna. Pesona Surya Kencana tetap menggoda!!

Nyanyu Partowiredjo, pelaku wisata

[email protected]

Rubrik ini bekerja sama dengan PicnicHolic

www.picnicholic.webs.com

@PicnicHolic

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement