Rabu 08 Apr 2020 15:43 WIB

Gerakan Sedekah Nasional Hadapi Pandemi Covid-19

Gerakan Sedekah Nasional setidaknya bisa meringankan beban selama pandemi covid-19.

Ustadz Yusuf Mansur mengajak umat Muslim bersama-sama dalam Gerakan Sedekah Nasional guna menghadapi pandemi covid-19.
Foto: ROL/Wisnu Aji Prasetiyo
Ustadz Yusuf Mansur mengajak umat Muslim bersama-sama dalam Gerakan Sedekah Nasional guna menghadapi pandemi covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Yusuf Mansur, Pengasuh Pesantren Darul Qur'an.

Wabah virus Corona melanda hampir semua negara di dunia tanpa pandang bulu. Negara-negara berpenduduk Muslim maupun non-muslim menjadi korban keganasannya. Orang-orang kaya dan miskin terinfeksi. Sebagian besar meninggal dunia. Ekonomi global terguncang, terlebih rakyat kecil dengan penghasilan pas-pasan. Islam sebagai rahmatan lil alamin harus diterjemahkan ke dalam gerakan nyata yang berdampak langsung karena wabah.

Dalam khazanah Islam klasik, hidup bahu-membahu antara golongan orang yang mampu dan membutuhkan pertolongan sudah terang-benderang. Abu Yusuf dalam Kitab al-Khoroj (Kitab Pajak) menceritakan gerakan politik sahabat Nabi bernama Khalid bin al-Walid radhiyallahu ‘anh. Beliau mengeluarkan dana bantuan dari Baitul Mal kepada penduduk Hairoh, terlebih golongan lansia yang tidak mampu lagi bekerja, orang-orang yang sakit dan biaya pengobatannya, juga orang-orang kaya yang jatuh miskin (Wizarah al-Awqaf wa al-Syu’un al-Islamiyah, al-Mawsu’ah al-Fiqhiyah, juz 8, Kuwait, 1986: 253).

Abu Abdullah Muhammad Ibnu Saudah al-Tawadi menyebutkan baitul Mal dibangun dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi masyarakat, di mana pemerintah adalah pihak paling bertanggung jawab atasnya. Semua hajat hidup rakyat banyak ditanggung dengan baik oleh manajemen Baitul Mal. Inilah yang terjadi dalam perjalanan sejarah umat Muslim (Ibnu Saudah, Kasyf al-Hal ‘an al-Wujud allati Yantazhimu minha Baitul Mal, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1209 Halaman: 2-4). Terutama di era pandemi covid-19 ini.

Selain memaksimalkan fungsi Baitul Mal, teladan hidup generasi salafus sholeh adalah berlomba-lomba dalam bersedekah. Sejarah Islam mencatat, orang miskin dan orang kaya saling bersaing dalam memberikan sebagian hartanya untuk kebutuhan orang lain.

Ibnu Sa’ad meriwayatkan perkataan Abu Hurairah, yang mengatakan: “Manusia terbaik di mata orang-orang miskin adalah Ja’far bin Abi Thalib. Dia mengajak kami ke rumahnya, lalu menyuguhkan ‘akkah (wadah dari kulit tempat menyimpan madu) yang sudah kering isinya, hingga kami terpaksa merobek dan menjilatinya,” (Musa Syahin Asyin, Fathul Mun’im Syarhu Shahih Muslim, juz 4, Kairo: Dar al-Syuruq, 2002: 372).

Bersedekah untuk menolong orang lain tidak harus dalam jumlah besar. Pada suatu hari, Jabir bin Abdullah kedatangan banyak tamu, sementara dirinya hanya punya beberapa potong roti dan cuka. Imam al-Baihaqi mengutip ucapan Jabir kepada para tamunya itu: “makanlah, aku mendengar Rasulullah saw bersabda: saus terbaik itu cuka. Celakalah manusia yang menghina hidangan yang disuguhkan pada mereka. Juga celakalah bagi siapa pun yang menganggap remeh makanan di rumahnya untuk ia hidangkan pada tamunya,” (Musa Syahin, 2002: 372).

Praktik hidup per individu maupun program pemerintah pada era salafus sholeh didasarkan pada ajaran al-Quran maupun Hadits Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam. Allah swt berfirman: “hendaklah orang yang mampu memberi berinfaq menurut kemampuannya. Dan orang-orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi infaq dari harta yang diberikan Allah padanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan padanya. Allah akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan,” (Qs. At-Thalaq: 7).

Salah satu tafsir kelapangan sesudah kesempitan dalam ayat al-Quran di atas adalah sabda Rasulullah saw: “sedekah dapat menolak 70 macam bencana, dan yang paling ringan adalah kusta juga sopak,” (HR. Thabrani). Hadits lain: “bersegeralah bersedekah, sebab bala bencana tidak pernah bisa mendahului sedekah,”(HR. Baihaqi). Terakhir, “bentengilah diri kalian dari siksa neraka meskipun dengan separuh buah kurma,”(Muttafaq ‘alaih).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement