Rabu 25 Nov 2020 00:37 WIB

Mayjen Dudung di Antara Patung Sukarno dan Gatot Nurmantyo

Dudung kerap menunjukkan sikap tegas kepada pihak yang dianggap 'oposisi' penguasa.

Momen peresmian patung Proklamator Bung Karno di Akademi Militer (Akmil) kala Mayjen Dudung Abdurachman menjadi Gubernur Akmil.
Foto: istmewa/doc Pen Akmil
Momen peresmian patung Proklamator Bung Karno di Akademi Militer (Akmil) kala Mayjen Dudung Abdurachman menjadi Gubernur Akmil.

Oleh : Erik Purnama Putra*

REPUBLIKA.CO.ID, Nama Mayjen Dudung Abdurachman menjadi bahan pembicaraan masyarakat beberapa hari terakhir. Hal itu terkait dengan ketegasan dia yang berani pasang badan untuk melawan Front Pembela Islam (FPI). Bahkan, perwira tinggi (pati) yang pertama kali berdinas di Yonif 744/Satya Yudha Bhakti yang bermarkas di Timor Timur, ini secara terang-terangan menunjukkan sikap konfrontatif dengan mengusulkan agar FPI dibubarkan saja.

Abituren Akademi Militer (Akmil) 1988 ini juga mengkritik pendiri FPI Habib Rizieq Shihab yang mengeluarkan kata-kata tidak pantas di acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat (Jakpus), Sabtu (14/11) malam WIB. Kegeraman Dudung terhadap FPI sangat jelas terlihat saat sesi konferensi pers usai gelar pasukan di Lapangan Monas, Jakpus, Jumat (20/11) pagi WIB.

Dudung secara terang-terangan, mengaku memerintahkan jajarannya untuk mencopot spanduk dan baliho bergambar HRS. Dia menuding ajakan revolusi jelas melanggar aturan. Usai acara di Monas, Dudung yang sekaligus menjabat Komandan Komando Garnisun Tetap (Kogartap) I/Jakarta memerintahkan anak buahnya dari tiga matra untuk menyisir semua baliho HRS.

Hampir di semua titik jalan protokol, baliho dan spanduk diturunkan oleh pasukan TNI. Tidak cukup sampai di situ, puluhan personel TNI yang dikerahkan juga dikawal panser Anoa. TNI benar-benar show of force untuk menunjukkan daya gentar kepada FPI dan simpatisannya agar tidak berbuat macam-macam di Ibu Kota dan sekitarnya.

Di sini, jelas nama Dudung mendapat sorotan publikasi yang luas dari media. Namanya meroket. Di satu sisi dipuja kelompok pendukung pemerintah. Di sisi lain, dia dikecam simpatisan FPI dan kelompok yang kritik terhadap pemerintah. Dudung pun teguh dengan pendiriannya yang tetap meneruskan tindakan pencopotan baliho.

Baru tiga bulan menjabat sebagai Panglima Kodam (Pangdam) Jaya, eks Gubernur Akmil ini memang kerap menunjukkan sikap tegas kepada pihak yang dianggap 'oposisi' penguasa. Tentu saja hal itu menjadi kredit poin sendiri bagi Dudung. Misalnya, Dudung berani berpendapat keras menyikapi peristiwa ziarah sejumlah purnawirawan Jenderal ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan pada Rabu (31/9), yang berakhir ricuh.

Ziarah itu dipimpin mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Dalam rombongan, tercatat hadir Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) periode 2005-2007 Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) periode 2009-2012 Marsekal (Purn) Imam Sufaat, Komandan Korps Marinir (Dankormar) periode 1996-1999 Letjen (Purn) Suharto, Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus periode 2007-2008 Mayjen Soenarko, serta beberapa pensiunan jenderal yang tergabung dalam Purnawirawan Pengawal Kedaulatan Negara (P2KN), dan Forum Komunikasi Keluarga Purnawirawan Baret Merah (FKKPBM).

Kunjungan ziarah itu menjadi ricuh setelah Letjen (Purn) Suharto menyampaikan deklarasi di pintu masuk menuju TMP Kalibata. Dandim 0504/Jaksel Kolonel Ucu Yustiana berani mengadang rombongan Gatot, dan membubarkan acara. Kondisi di lapangan memang tidak kondusif.

Pasalnya, saat purnawirawan Jenderal tersebut berziarah, di jalan raya malah ada demonstrasi yang menolak kehadiran Gatot. Situasi sempat memanas, hingga akhirnya keadaan berlangsung terkendali setelah pendemo diusir, dan para pensiunan Jenderal bubar.

Keesokan harinya, Dudung menggelar konferensi pers di Markas Kodam Jaya, Cililitan, Jakarta Timur. Dudung pun membuka komunikasinya dengan Ketua Umum Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri), Jenderal Kehoramatan (Purn) Agum Gumelar bahwa organisasi purnawiran yang berkegiatan di TMP Kalibata bukan resmi di bawah Pepabri.

Jelas sekali eks Wakil Asisten Teritorial (Waaster) KSAD tersebut menuding kerumuman peziarah melanggar protokol kesehatan dan belum mendapatkan izin dari Kementerian Sosial untuk melakukan ziarah. Di sini, tidak jelas apakah memang Gatot Cs harus memiliki izin untuk ziarah ke TMP Kalibata. Hanya saja, Dudung berani berterus terang mengoreksi Gatot, yang itu jelas diapresiasi kubu pemerintah.

Setelah momen itu, Dudung unjuk gigi dengan ingin menumpas FPI, yang dianggap menggelar kerumuman massa tanpa memedulikan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Dudung tanpa tedeng aling-aling mengingatkan agar FPI tidak memecah-belah masyarakat. Dia juga menyentil HRS yang dianggap kerap mengucapkan hal yang tidak baik.

Sikap galak Dudung itu berkorelasi dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Subden Denma Mabes TNI, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakpus pada Sabtu (14/11) malam WIB, yang memberi peringatan kepada pihak tertentu, yang ingin memecah persatuan bangsa. Hadi menyampaikan pendapat yang direkam video oleh Puspen TNI, untuk kemudian disebar ke wartawan itu didamping lima pimpinan pasukan elite.

Mereka adalah Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen Eko Margiyono, Komandan Komando Operasis Khusus (Koopssus) TNI Mayjen Richard Tampubolon, Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) Mayjen Mohamad Hasan, Komandan Korps Marinir (Dankormar) Mayjen (Mar) Suhartono, dan Komandan Korps Pasukan Khas (Dankorpaskhas) Marsda Eris Widodo Yuliastono.

Dari pernyataan Hadi itulah, Dudung menerjemahkan di lapangan dengan tegas. Dia mendapat back up langsung dari TNI 1, sehingga berani berhadapan dengan FPI, yang dianggap bandel dan kerap melanggar aturan. Bahkan, ia menggunakan kata siap menghajar FPI jika berani melawan TNI. Penggunaan diksi seperti itu jelas menunjukkan tingkat emosi tinggi dalam hati Dudung.

Patung Bung Karno

Menengok sejarah ke belakang, Dudung pernah membuat bangga partai penguasa ketika meresmikan patung Proklamator Sukarno di Akmil, Magelang, Jawa Tengah pada 7 Februari 2020. Patung Bung Karno diletakkan di hall utama kompleks pendidikan calon perwira TNI AD tersebut. Bisa jadi, itu patung pertama Bung Karno yang ada di ksatrian TNI. Gara-gara patung ayahnya dibuat di Akmil, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri ikut datang menghadiri peresmian.

Megawati datang didampingi putrinya sekaligus Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Pur) Budi Gunawan, dan Menteri Pertahanan (Menhan) Letjen (Purn) Prabowo Subianto, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa, Jenderal Kehormatan (Purn) AM Hendropriyono selaku mantan Kepala BIN yang juga mertua Andika, dan Dudung sebagai tuan rumah. Dudung menjelaskan, keberadaan patung Bung Karno di Akmil sebagai simbol, untuk menghormati dan mengabadikan perjalanan perjuangan bersejarah sang proklamator.

Tentu saja, dengan sepak terjangnya yang sekarang, Dudung setidaknya mendapatkan kredit dari penguasa. Sampai di sini, penulis optimistis, Dudung bakal memiliki karier cerah di tiga tahun masa dinasnya di TNI AD. Minimal dia bakal pensiun dengan pangkat bintang tiga atau Letjen. Promosi bakal didapatnya cepat atau lambat.

Bahkan, bukan tidak mungkin namanya akan masuk dalam daftar kandidat KSAD. Apalagi, Jenderal Andika Perkasa santer disebut-sebut bakal menggantikan Hadi sebagai Panglima TNI. Dengan skenario tersebut, besar peluangnya untuk menjadi AD 1.

Hanya saja, jika Hadi pensiun normal pada akhir 2021, dan Panglima TNI dijabat oleh KSAL Laksamana Yudo Margono, Dudung mentok bisa Wakil KSAD. Hal itu lantaran masa pensiun Dudung hanya berjarak setahun dengan Andika. Sangat jarang KSAD terpilih memiliki masa dinas pendek. Meski bisa saja, Dudung mendobrak kebiasaan itu berkat kiprahnya yang dianggap positif oleh penguasa.

Sampai di sini, penulis menganggap, Dudung bisa bersaing dengan Eko yang merupakan leting satu tingkat di bawahnya. Hanya saja, Eko memiliki karier moncer hingga sudah meraih bintang tiga dan jabatan mentereng. Selain kedua nama itu, tentu saja calon KSAD adalah, Pangdam V/Brawijaya Mayjen Suharyanto (1989), yang pernah menjadi Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) Jokowi.

Di luar ketiga nama itu, nantinya juga muncul kandidat baru yang berpeluang promosi ke bintang tiga. Hal itu lantaran terlalu dini pula menebak calon pengganti Andika yang masa pensiunnya masih dua tahun lagi. Jika Andika ditunjuk menjadi Panglima TNI, tentu gerbong mutasi lebih cepat terjadi di Mabesad.

Sampai di sini, Dudung berpeluang menggantikan Andika jika skenarionya seperti itu. Apalagi masa dinas Eko masih panjang. Sehingga apabila RI 1 memilih Andika menggantikan Hadi, maka bisa berurutan Dudung dan Eko menjadi KSAD.

*) Penulis adalah jurnalis Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement