Selasa 24 Nov 2020 02:00 WIB

Bisakah Menunda Rencana Libur Akhir Tahun?

Setiap usai libur panjang, angka covid-19 selalu melonjak dahsyat.

Pasien COVID-19 beraktivitas di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran di Jakarta, Ahad (15/11/2020). Ketua Satgas Penanganan COVID-19 sekaligus Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo mengatakan selama dua minggu terakhir angka kasus konfirmasi positif COVID-19 di Indonesia mengalami peningkatan yang berdampak pada keterisian ruang isolasi yang semula 32 persen saat ini naik menjadi 53 persen.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Pasien COVID-19 beraktivitas di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran di Jakarta, Ahad (15/11/2020). Ketua Satgas Penanganan COVID-19 sekaligus Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo mengatakan selama dua minggu terakhir angka kasus konfirmasi positif COVID-19 di Indonesia mengalami peningkatan yang berdampak pada keterisian ruang isolasi yang semula 32 persen saat ini naik menjadi 53 persen.

Oleh : Reiny Dwinanda*

REPUBLIKA.CO.ID, Setahun sudah virus corona tipe baru menyebar ke seluruh penjuru dunia. Tanggal 17 November 2019, virus yang dinamakan SARS-CoV-2 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pertama kali ditemukan di Wuhan, Provinsi Hubei, China.

Setahun kemudian, peneliti di Italia bilang, virus itu sudah menyebar keluar China sejak September 2019. Italia merujuk pada temuan peneliti yang mengungkap ada warganya yang punya antibodi virus corona enam bulan sebelum kasus Covid-19 pertama kali terkonfirmasi di negaranya.

Data yang diterbitkan di jurnal Tumori itu berasal dari analisis sampel darah dari 959 orang yang diambil saat pemindaian kanker paru mulai September 2019 hingga Maret 2020.

Temuan itu sontak membuat China merasa terbebas dari tuduhan pemantik pandemi. Menurut China, itu berarti SARS-CoV-2 yang menyebabkan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) bukan berasal dari negaranya.

Di lain sisi, ilmuwan lain ada yang meragukan dan ada pula yang mengapresiasi temuan Italia dengan segala kelemahan studinya. Kedua kubu sepakat masih butuh penelitian mendalam untuk menguak asal usul SARS-CoV-2.

Kemajuan apa lagi yang dicapai dalam penanganan pandemi? Dari sisi obat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat (AS) telah menyetujui penggunaan darurat antibodi monoklonal produksi Regeneron antara lain untuk pasien Covid-19 ringan hingga sedang pada orang dewasa. Obat eksperimental ini pernah diberikan Presiden AS Donald Trump sewaktu kena Covid-19.

Lalu, FDA AS pada 19 November menyetujui penggunaan baricitinib yang dikombinasikan dengan remdesivir untuk pasien di atas usia dua tahun yang dirawat dalam kondisi membutuhkan bantuan oksigen atau alat bantu napas lain.

Di Indonesia, BPOM memberi lampu hijau penggunaan favipiravir pasien Covid-19 dengan derajat ringan hingga sedang. Remdesivir dapat diberikan untuk pasien Covid-19 dengan derajat berat yang dirawat di rumah sakit.

Di lain sisi, pada 20 November ini, WHO mengumumkan pihaknya tidak  merekomendasikan remdesivir untuk pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit karena tidak ada bukti obat produksi Gilead Sciences tersebut menurunkan angka kematian atau menekan keparahan. Padahal, sudah 50 negara menyetujui penggunaan remdesivir, termasuk Indonesia.

Juga di bulan November, dunia merayakan hasil uji klinis tahap akhir vaksin eksperimental Pfizer/BioNTech dan Moderna yang diklaim memiliki efektivitas di atas 90 persen. Vaksin Sputnik Rusia kabarnya juga menjanjikan. Hanya saja, data keamanan ketiga vaksin itu serta efikasinya terhadap orang yang berusia lanjut atau punya komorbid maupun keandalannya mencegah keparahan penyakit belum tersedia untuk sementara waktu. Banyak pertanyaan lain yang juga menunggu untuk dijawab, termasuk soal berapa lama antibodi yang terbentuk bisa bertahan.

Kegembiraan atas temuan-temuan itu seharusnya tak mengurangi kewaspadaan kita. Sebab, vaksin masih lama untuk bisa menjangkau masyarakat secara luas.

Setelah delapan bulan sejak kasus Covid-19 pertama kali terkonfirmasi di Indonesia, kebosanan hidup dalam kungkungan protokol kesehatan serta rasa kagen akan kehidupan sebelum pandemi memang wajar menyergap. Tapi rasa itu bisa kita kendalikan dengan mengedepankan fakta bahwa virus corona masih ada di sekitar kita.

Rekor Jakarta

Lihat saja apa yang terjadi di Ibu Kota, wilayah yang kontribusi testing PCR-nya terbanyak se-Indonesia. Sabtu (21/11), DKI Jakarta mencapai rekor 1.579 kasus baru.

Itu bukan pertanda bagus.  Apalagi, menurut survei Fakultas Kesehatan  Masyarakat Universitas Indonesia per 21 November, terdapat penurunan kepatuhan masyarakat dalam menerapkan 3M, yakni memakai masker (65 persen), mencuci tangan (30 persen), dan menjaga jarak (60 persen). Padahal, persentase kepatuhan masyarakat soal 3M harus 80 persen untuk dapat mengendalikan Covid-19.

Kerumunan yang tercipta, besar risikonya untuk membentuk klaster, entah dari pengajian, resepsi pernikahan, gowes bareng, atau pilkada. Virus corona bisa menyerang siapa saja, mulai dari pedagang pasar, guru, pelajar, ulama, dokter, perawat, hingga pejabat pemerintahan.

Tak akan ada habisnya kalau kita terus saling menyalahkan. Lebih baik tiap individu ambil inisiatif untuk menjadi pemimpin bagi diri sendiri dan orang terdekat dalam mencegah penyebaran dan penularan Covid-19.

Satu per satu orang tersadar, kerumunan makin minim tercipta. Kita pun berpartisipasi dalam melindungi para guru, ulama, dokter, maupun pemimpin agar tak jatuh sakit akibat Covid-19

Berbekal kesadaran yang sama, berarti kita juga bersedia menunda rencana libur akhir tahun. Bukankah sudah terbukti, tiap libur panjang kasus Covid-19 kembali meroket.

Covid-19 memang bisa tak bergejala atau ringan saja gejalanya. Tapi, itupun masih ada long haulers, orang-orang yang belum terbebas dari gangguan kesehatan berbulan sejak sembuh Covid-19.

Belum lagi kalau sakit parah atau meninggal dunia. Bayangkan nestapa  yang dihadirkan dari penyakit yang sebetulnya bisa kita cegah dengan sedikit mengekang kebebasan dan kesenangan.

*penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement