Rabu , 08 Jun 2016, 09:20 WIB

Anomali di Sektor Pangan

Red: Dwi Murdaningsih
Kementan
Acara ulang tahun ke-16 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang mengangkat tema  Bebas Kartel Indonesia Makmur'.
Acara ulang tahun ke-16 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang mengangkat tema Bebas Kartel Indonesia Makmur'.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut sektor pangan penuh dengan anomali. Hal ini didasarkan pada fakta empiris di lapangan bahwa pasokan minyak goreng, bawang merah, cabai, daging ayam dan pangan lainnya cukup melimpah dan stok cukup, tetapi di tengah kondisi ini harga tetap naik.

“Fenomena ini, jelas hukum ekonomi supply-demand untuk Indonesia tidak berlaku,” ujar Amran pada acara ulang tahun ke-16 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang mengangkat tema  Bebas Kartel Indonesia Makmur'.

Amran menjelaskan solusi jangka pendek yang dilakukan untuk mengurai fenomena tersebut yakni membangun komitmen produsen terbesar minyak goreng, gula pasir, daging sapi, daging ayam, untuk berpartisipasi menurunkan harga, menggelar bazar pangan, dan lainnya.

Kedua, perlu melakukan pemetaan sentra produksi yang siap panen Juni-Juli 2016. Produk petani dibeli dan langsung dikirim ke konsumen, melibatkan  Bulog, Toko Tani Indonesia, Koperasi Pasar, Puskop TNI dan Polri, Gapoktan dan Kelompoktani.

“Ketiga, perlu melakukan pengendalian harga di tingkat konsumen melalui bazar pangan murah secara besar besaran,” kata Amran.

Menurutnya, untuk solusi jangka menengah dan panjang tentunya dengan memperpendek rantai pasok dan membentuk struktur pasar baru sehingga petani menikmati profit.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Kajian Pangan dan Ekonomi Kerakyatan, Nawacita Watch, Tenri Ajeng mengapresiasi capaian produksi pangan pokok yang saat tersedia dari produksi dalam negeri. Namun menurutnya, produksi yang tersedia ini diperlukan kerjasama atau sinergitas antar lembaga untuk mengamankan produksi dan sampai ke konsumen tanpa ada anomali harga.

Sebab, permasalahan besar pangan yakni pada aspek pendistribusian dari petani ke konsumen. Di sisi produksi pemerintah sudah sukses, namun pada konsumen yang belum dikerjakan.

Ia menjelaskan, ini dapat dilakukan dengan membentuk mata rantai produksi-sirkulasi-konsumsi. Di sini yang menjadi kelemahan pemerintah selama ini, ketika produksi melimpah tidak dibarengi sirkulasi atau pendistribusian yang lancar dan pendek ke konsumen, sehingga menyebabkan harga melonjak padahal stok dalam negeri tersedia.

“Akhinya lagi-lagi pemerintah melalui Bulog langsung mengambil jalan pintas impor untuk memadamkan harga dengan alasan berpihak pada konsumen padahal di satu sisi mencekik petani,” ungkapnya.

Video

Setjen DPR RI Komit Berdayakan Perempuan