Senin , 09 Nov 2015, 23:19 WIB

Daerah Keluhkan Seretnya Penyerapan Beras Bulog

Rep: sonia fitri/ Red: Taufik Rachman
Republika/Prayogi
Beras BULOG
Beras BULOG

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah daerah melaporkan soal penyerapan beras petani oleh Perum Bulog yang terkendala. Utamanya disebabkan oleh ketidakcocokan harga beli. Di tengah harga beras yang sedang tinggi, Bulog sulit menyerap karena menggunakan harga pembelian pemeringah.

"Pemerintah apakah ada solusi agar penyerapan beras Bulog maksimal? Persaingan dengan pengusaha dan pedagang beras membuat posisi Bulog sulit," kata Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah Tri Iriani pada Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Pertanian, Senin (9/11).

Ia juga mengevaluasi soal mekanisme penunjukan langsung atas segala kegiatan yang berkaitan dengan bantuan pemerintah. Mekanisme tersebut diakuinya efektif dalam mempersingkat waktu, namun realisasi ketika bantuan ingin didatangkan, daerah harus melalui beragam administrasi dan pengambilan bantuan yang makan waktu dan jarak.

Tri pun mengusulkan agar pemerintah mendorong pengadaan produsen untuk bantuan pertanian di sejumlah daerah, jangan terfokus hanya di Jawa saja. "Mestinya di tiap daerah ada perwakilannya, belum lagi soal hukum, ini ada administrasi panjang," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menjawab urusan serapan rendah berkaitan dengan kinerja Bulog yang berada di bawah Kementerian BUMN. Begitu pun dengan distribusi pupuk bersubsidi. "Kita juga berkoordinasi dengan BUMN," kata dia singkat saat wartawan kembali menegaskan soal pernyataan Mentan soal penyerapan beras Bulog.

Mantan Kepala Bulog yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia ( Perpadi) Sutarto Alimoeso angkat bicara soal sumber masalah seretnya penyerapan beras oleh Bulog.

Ia menerangkan, mula-mula pemerintah harus terlebih dahulu memahami soal pola panen. "Ketika panen berlangsung, harus disambut dengan penyerapan sebanyak-banyaknya," kata dia.

Di situasi normal, kata dia, panen raya di musim hujan terjadi pada Maret-April. Panen kemudian terjadi lagi di Juli-Agustus. Tapi ada juga situasi anomali, di mana masa tanam mundur, pun terjadi gejala alam semisal El Nino. Itulah yang harus diantisipasi sejak jauh-jauh hari. Soal penyerapan beras yang erkendala, bukan melulu disebabkan HPP.

Bulog bersama pemerintah, lanjut dia, seharusnya dapat mengimplementasikan mekanisme "jaringan semut" ketika akan melakukan penyerapan beras. Anggota Perpadi sebanyak 182 ribu unit harus diajak kerja sama secara head to head. "Kalau yang aktif kerja sama dengan 100 ribu unit, masing-masing kita minta 20 ribu ton, itu sudah bisa jadi 2 juta ton penyerapan," ujarnya.

Terkait harga, pengusaha anggota Perpadi senantiasa bersikap terbuka. Di mana, harga menyesuaikan dengan momentum. Ketika panen raya tiba, pembwlian beras akan dilakukan dengan mekanisme HPP. Namun ketika kondisinya paceklik, tak ada panen besar, harga menyesuaikan dengan pasar. Ia konsisten dengan hukum pasokan dan ketersediaan dan faktor harga di pasar menjadi salah datu pertimbangan utama.  


Video

Setjen DPR RI Komit Berdayakan Perempuan