Rabu 25 Jan 2017 06:00 WIB

Gadis Rembulan

Bulan Purnama

Gadis kecil itu menolak didaftarkan menjadi murid SD, karena malu. "Sekolah tak usah malu. Kalau tidak mau jalan kaki, besok beli sepeda baru," ujar ibunya.

"Aku malu, karena dianggap anak haram! Aku tidak punya ayah. Ibu tidak pernah menikah!"

"Kata siapa?" tanya ibunya dengan mata berkaca-kaca.

Betapa aib di masa lalu masih juga belum terhapus karena aib itu telah membuatnya hamil dan kemudian memiliki anak perempuan yang akan terus tumbuh menjadi besar dan pasti akan mengerti sejarah hidupnya. Kini rasanya semakin sulit membohongi anak gadisnya itu. Jika dulu gadis kecil itu percaya dirinya berasal dari rembulan, kini kepercayaan itu sudah mulai luntur.

"Kalau tidak mau sekolah, kamu harus belajar di rumah."

Gadis kecil itu tidak menanggapi kata-kata ibunya. Dan ketika anak-anak sebayanya sudah mulai sekolah di SD, ia memilih mengurung diri di dalam kamar. Lalu lama berdiri di ambang jendela kamar, melihat langit luas sambil membayangkan dirinya bisa melayang tinggi di awan untuk melihat kota-kota lain seperti yang sering dilihatnya di layar televisi.

Di suatu kota yang pernah dilihatnya di layar televisi, banyak anak-anak perempuan bersekolah tanpa seragam, sebelum kemudian dijemput oleh ibunya dan diajak pulang. Tak terlihat seorang ayah yang menjemput anaknya. Mungkinkah aku bisa menikmati sekolah di kota yang entah letaknya di mana itu, pikirnya.

Ibunya dan pembantunya sangat sedih melihat gadis kecil itu semakin suka mengurung diri di kamar seharian. Dan suatu malam, gadis kecil itu keluar kamar lalu duduk bersimpuh di halaman rumah sambil memandangi rembulan bundar di langit kelam. Angin semakin dingin dan jendela-jendela rumah tetangga sudah ditutup, tapi gadis kecil itu masih saja duduk bersimpuh di halaman rumah sambil mendongak menatap rembulan bundar.

"Ayolah masuk dan segera tidur. Udara makin dingin. Kamu bisa masuk angin." Ibunya mendekat dengan wajah tegang.

Gadis kecil itu tiba-tiba berkata-kata, "Aku ingin seperti Ibu. Aku ingin rembulan itu jatuh dan pecah di pangkuanku. Lalu aku menyunyahnya." Sang ibu meneteskan airmata, sebelum kemudian memaksa anak gadisnya untuk masuk ke dalam rumah.

 

Anita Retno Lestari

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement