Senin 16 Jul 2018 01:00 WIB

Vaksin HPV dan Penyakit Autoimun

Peneliti asal Kanada meyakini vaksin HPV tak memicu penyakit autoimun dan sejenisnya.

Logo halal dari LPPOM MUI.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Logo halal dari LPPOM MUI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Informasi yang menyatakan bahwa vaksin HPV dapat memicu kondisi autoimun seperti lupus, reumatoid artritis, diabetes tipe 1, dan multiple sclerosis merupakan isu belaka. Penelitian terbaru telah membuktikan bahwa vaksin HPV tidak berkaitan dengan penyakit autoimun.

Untuk mengetahui pengaruh vaksin HPV terhadap kemunculan penyakit autoimun, tim peneliti asal Kanada meninjau data dari 210 ribu anak perempuan berusia 12-17 tahun yang memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin HPV. Data ini dikumpulkan sejak 2007 hingga 2013.

Dari hampir 181 ribu anak perempuan yang divaksinasi HPV, ada sekitar 680 anak yang terdiagnosis dengan penyakit autoimun. Anak-anak ini terdiagnosis dengan penyakit autoimun dalam periode satu pekan hingga dua bulan setelah vaksinasi.

Tim peneliti menyatakan bahwa angka kejadian penyakit autoimun tersebut sama seperti angka kejadian penyakit autoimun secara umum pada anak-anak di kelompok usia 12-17 tahun. Dengan kata lain, temuan ini menunjukkan bahwa pemberian vaksin HPV tidak menyebabkan terjadinya peningkatan kasus penyakit autoimun pada anak-anak yang menerima vaksin HPV.

"Temuan ini menambah bukti terkait keamanan vaksin HPV4 (quadrivalent) dan seharusnya memberi keyakinan pada orang tua dan penyedia layanan kesehatan," ungkap salah satu peneliti, Linda Levesque, seperti dilansir WebMD

Beberapa waktu lalu, Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) mendorong program nasional vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks segera dilaksanakan pemerintah karena kondisinya sudah mendesak. Data Globocan 2012 menunjukkan setiap satu jam perempuan meninggal karena kanker serviks di Indonesia. Kematian seorang perempuan yang juga seorang ibu akibat kanker serviks bukan sekadar hilangnya satu nyawa, melainkan membawa dampak sosial bagi anak dan keluarga yang ditinggalkan.

Hal itu ditegaskan Ketua HOGI Prof dr Andrijono SpOG(K) di hadapan anggota Komisi IX DPR RI dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi IX, awal Februari. Skrining atau deteksi dini kanker serviks dengan tes pap smear dan IVA sampai saat ini tidak dapat menurunkan angka kejadian kanker serviks. Apalagi cakupan deteksi dini kanker serviks baru mencapai 11 persen, yaitu empat persen dengan IVA dan sembilan persen dengan pap smear.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement