Rabu 14 Jun 2017 14:46 WIB

Reaksi Terhadap Dokter Islami

Dokter
Dokter

REPUBLIKA.CO.ID, -- Dalam ilmu kedokteran, reaksi alergi dapat dijelaskan sebagai respons tubuh yang berlebihan terhadap zat pemicu alergi yang sebebarnya tidak berbahaya (alergen). Rupanya hal ini tidak hanya terjadi dalam tubuh manusia, tapi juga dalam kehidupan dokter di Indonesia.

Kita mendengar beberapa waktu lalu ada seorang dokter anestesi yang dipecat secara sepihak oleh pihak rumah sakit karena terlibat aksi bela Islam. Dokter tersebut dianggap rasis karena menggalang gerakan Dokter Bela Islam (DBI) sebagai bentuk sikap penolakan terhadap Ahok dalam kasus penistaan agama. Padahal, gerakan itu adalah respons dibentuknya Dokter Kebhinekaan yang tidak langsung berisi dokter-dokter yang mendukung Ahok.

Tapi anehnya, terdapat seorang dokter yabg menyuarakan sinismenya terhadap ulama besar Islam, yang kemudian mendapat respons pembelaan dari para pendukung ulama tersebut, justru dikawal dan dilindungi kepolisian. Sebagai puncaknya, dibentuklah Dokter Bhineka Tunggal Ika (DBTI) sebagai bentuk keprihatinan terhadap dokter yang dinilai menjadi korban intimidasi tersebut.

Bila kita telaah, respons penolakan selalu timbul terhadap isu yang berkaitan dengan agama Islam. Dokter yang Islami yang hanya berusaha membela apa yang diyakini, dianggap intoleransi. Namun, bila ada yang menghina ulama Islam itu sendiri, begitu pendukungnya bereaksi justru dianggap korban intimidasi. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan mayoritas umat Islam. Mengapa kemudian alergi terhadap agama Islam itu sendiri?

Pemerintah pun yang seharusnya menjadi obat antihistamin yang dapat mengobati reaksi alergi, justru berdiam diri. Bila memang kebebasan menerapkan ajaran agama menjadi hal setiap warga negara, kembalikan hak kami, para dokter Islami untuk bersuara terhadap apa yang kami yakini.

dr Ikrimah Nisa Utami

Dokter Residen Ilmu Penyakit Dalam, UNS, Solo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement