Jumat 28 Feb 2020 16:20 WIB

Penggunaan Kawat Gigi dalam Tinjauan Syariat

penggunaan kawat gigi dapat disamakan dengan kegiatan mengikir gigi

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Kawat gigi
Foto: wikimedia
Kawat gigi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Dalam syariat Islam, terdapat pakem-pakem fiqih untuk menimbang halal-haramnya suatu perkara. Seperti perkara kawat gigi atau behel yang kerap digunakan oleh masyarakat tertentu dengan beragam alasan, bolehkah menggunakan behel hanya karena ingin memperindah penampilan?

Imam Nawawi dalam kitab Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim menjabarkan, penggunaan kawat gigi dapat disamakan dengan kegiatan mengikir gigi. Dalam perkara ini, mengikir gigi dengan tujuan memperindah penampilan dihukumi haram atau dilarang.

Alasannya, mengikir gigi, merenggangkan gigi, ataupun meratakan gigi dan penggunaan behel dengan alasan tersebut sama saja bermaksud mengubah ciptaan Allah. Sedangkan tindakan mengubah ciptaan Allah tidak diperkanan karena termasuk tindakan alpa dari rasa syukur terhadap Illahi.

Kendati demikian di sisi lain, Imam Nawawi menerangkan, kegiatan mengikir gigi atau menggunakan behel ini menjadi boleh bila alasannya adalah kesehatan. Misalnya, penggunaan behel di era sekarang masih menjadi alternatif utama pengobatan dari pertumbuhan gigi yang berantakan.

Sedangkan gigi yang bertumbuh berantakan dipercaya kalangan medis akan membuat si penggunanya sulit untuk melakukan aktivitas yang berkaitan dengan mulut. Seperti mengunyah, berbicara, hingga merasakan nyeri yang berkepanjangan akibat penumpukan susunan gigi di bagian tertentu. Belum lagi, kuman-kuman yang menumpuk di sisi mulut tertentu akibat tidak meratanya gigi, akan menimbulkan bau mulut yang jauh dari kata bersih.

Dalam sebuah hadits shahih yang didalamnya terdapat kutipan perkataan Allah SWT dalam Alquran Surah Al-Hasyr ayat 7, Rasulullah SAW bersabda: “Haddatsana Utsmanu Jarirun an Munsirin an Ibrahim an Alqomata qala, Abdulahi l’'anallaha al-wasyimati wal-mustausyimatiwal-mutanammisoti wal-mutallafijati lil-husni al-mughayyirati khalqallahi ta’ala ma’li la-al’anu man la-ana nabiyu shallallahu alaihi wasalama wa huwa fi kitabillahi, wa ma a-takumurrasulu fakhudzuhu wa ma nahakum anhu fantahu,”.

 

Yang artinya: “Utsman telah memberitahukan kepada kami, Jarir telah memberitahu kami, dari Manshur, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah, ia berkata, ‘Allah melaknat wanita-wanita yang mentato, wanita-wanita yang minta ditato, wanita-wanita yang mencabut bulu di wajah, dan wanita-wanita yang merenggangkan gigi untuk memperindah (kecantikan), mereka adalah wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah,’. Mengapa aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Nabi SAW, dan itu terdapat pula dalam Kitabullah: ‘Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah,’.

Dalam kitab Syarah Shahih Bukhari karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, kata-kata al-mutafallijati lil-husni atau merenggangkan gigi bermakna tindakan mengikir gigi satu dengan gigi lainnya agar menjadi renggang (berubah tempat dan bentuk). Sedangkan kata al-husni yang berarti untuk memperindah dimungkinkan bermaksud sebagai batasan.

Menurut beliau, jika dimaksudkan sebagai batasan, maka tidak termasuk larangan apabila seorang wanita merenggangkan giginya bukan untuk memperindah. Contohnya, merenggangkan gigi atau menggunakan behel untuk menghilangkan penyakit serta gangguan gigi lainnya. 

Artinya, apabila tidak terdapat hujjah atau alasan yang konkret untuk mempermudah aktivitas sehari-hari, menggunakan behel hanya karena tujuan ingin cantik dilarang agama. Beda halnya apabila penggunaan behel tersebut berlandaskan argumen kuat dan mendasar yang dapat menjaga kelangsungan aktivitas dan juga kesehatan.

Dalam kaitannya dengan masa kini, penggunaan behel memang sangat lumrah pada masyarakat modern. Namun sayangnya, penggunaan behel di kalangan masyarakat kerap luput dari esensi manfaat behel itu sendiri. Misalnya, penggunaan behel justru sering dijadikan alasan untuk tampil trendi dan gaul semata.

Tanpa menimbang manfaat serta anjuran agama, penggunaan behel yang didasari maksud tersebut jelas dilarang agama. Terlebih dalam Islam terdapat kaidah ushul fikih yang menganjurkan segala tindakan yang hendak dilakukan harus ditimbang antara aspek maslahat (kebaikan) serta mudharat (keburukan)-nya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement