Kamis 19 Aug 2021 06:12 WIB

Adakah Dalil Perintah Berhias dalam Islam?

Berhias dianjurkan dalam Islam.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
 Adakah Dalil Perintah Berhias dalam Islam?. Foto:  Parfum (ilustrasi)
Foto: Antara
Adakah Dalil Perintah Berhias dalam Islam?. Foto: Parfum (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Islam bukanlah agama yang hanya berfokus pada urusan akhirat semata. Urusan duniawi seperti bersosialisasi, menjaga alam, hingga berhias juga merupakan anjuran yang sangat ditekankan dalam agama ini.

Abdul Fattah As-Samman dalam buku Harta Nabi menjelaskan, berhias sejatinya adalah perintah Allah dan sunah para Nabi. Sebab Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-A’raf ayat 31, “Ya bunayya Aadama khudzuu zinatakum inda kulli masjidin wa kuluu wasyrabuu wa laa tusrifuu innahu laa yuhibbul-musrifin,”.

Baca Juga

Yang artinya, “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan,”.

Dijelaskan bahwa, mengharamkan berhias dan mengingkarinya atas Muslim karena beranggapan bahwa dunia untuk kaum kafir sementara akhirat untuk kaum Muslim adalah kesalahan besar. Anggapan tersebut justru bersebrangan dengan apa yang ditegaskan Allah dalam Alquran Surah Al-A’raf ayat 32.

Allah berfirman, “Qul man harrama zinatallahi allati akhraja li’ibaddihi watthayyibaati minarrazaqi, qul hiya lilladzina aamanuu fil-hayaati ad-dunyaa khaalishatan yaumal-qiyaamati, kadzaalika nufasshilul-aayati liqaumi ya’lamun,”.

Yang artinya, “Katakanlah (Muhammad), ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik? Katakanlah, ‘Semua itu untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada Hari Kiamat’. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang yang mengetahui,”.

Untuk itu, anggapan mengenai haramnya berhias dijelaskan juga bersebrangan dengan sunnah. Sebab yang benar justru sebaliknya, justru di dalam sunah menegaskan dan memperkuat bahwa berhias termasuk sunah para Nabi yang diutus oleh Allah SWT. Di antara penjelasan sunah adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Ayub Al-Anshari, dia berkata, “Rasulullah telah bersabda, “Arba’un min sunanil-mursalina; al-haya-u, watta’athuru, wassiwaku, wannikahu,”. Yang artinya, “Empat perkara termasuk sunah para Rasul yakni rasa malu, memakai wangi-wangian, bersiwak, dan menikah,”.

Nabi bahkan mencontohkan beberapa hal yang berkaitan dengan berhias. Seperti berhias rambut sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi berkata, “Barang siapa mempunyai rambut panjang, maka hendaknya dia memuliakan (rambut)-nya,”.

Memuliakan rambut sebagaimana diperintahkan Nabi ini telah dijelaskan hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mughaffal, dia berkata, “Rasulullah SAW melarang laki-laki membiarkan rambutnya terurai (tidak tertata), kecuali sesekali,”.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga memakai wangi-wangian. Rasulullah sering meminyaki rambut kepalanya, merapikan jenggot, dan meminyaki alas penutup kepala seakan-akan pakaian beliau merupakan baju penghias tubuh beliau.

Dituliskan bahwa Apabila Ibnu Umar ingin menggunakan wangi-wangian, ia memakai Al-Aluwwah (kayu wangi yang dibakar) tanpa campuran. Terkadang juga memakai kapur yang dicampur dengan Al-Aluwwah. Setelah itu Ibnu Umar berkata, “Beginilah kebiasaan Rasulullah SAW memakai minyak wangi,”.

Diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah, dia berkata, “Seakan-akan aku masih melihat semerbaknya wewangian di garis sisiran kepala Rasulullah pada saat beliau berihram,”. Dalam sejumlah literatur Islam memang banyak ditemukan tentang riwayat Nabi memakai wewangian.

Namun yang perlu digarisbawahi dan dipahami adalah, harga minyak wangi dan parfum zaman Rasulullah SAW cukup mahal. Meskipun demikian, Rasulullah tetap memakainya sebab Islam merupakan agama yang indah dan menyukai keindahan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement