Kamis 19 May 2022 21:37 WIB

Pertanyaan Ini Jarang Diajukan yaitu Apakah Iman adalah Makhluk Allah SWT?

Tak boleh dikatakan bahwa iman adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi iman kepada Allah SWT. Tak boleh dikatakan bahwa iman adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT
Foto: ANTARA FOTO/Jojon
Ilustrasi iman kepada Allah SWT. Tak boleh dikatakan bahwa iman adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Terdapat sebuah pertanyaan yang mungkin jarang diajukan oleh umat Islam, yaitu apakah iman adalah makhluk? 

Salah satu ulama Nusantara dari Banten, Syekh Nawawi al-Bantani menulis kitab Qathr al-Ghaits fi Syarh Masa’il Abi al-Laits, yang sudah diterjemahkan menjadi buku berjudul “Akidah Islam ala Santri Sejati.”                        

Baca Juga

Dalam menjawab persoalan terakhir ini, Syekh Nawawi mengutip berbagai pendapat para ulama. 

Syekh Abu Mu’in An-Nasafi berkata, “Tidak boleh dikatakan bahwa iman adalah makhluk atau bukan makhluk, tetapi boleh dikatakan  bahwa iman dari hamba adalah ikrar dengan lisan dan pembenaran dengan hati, dan dari Allah adalah hidayah dan taufik.” 

Sedangkan Abu Al-Laits As-Samarwandi, dalam menjawab pertanyaan ini menjelaskan, “Iman adalah adalah ikrar dan hidayah. Ikrar adalah perbuatan manusia dan ia adalah makhluk. Sementara itu, hidayah adalah ciptaan Allah dan ia bukan makhluk. Hal ini dapat dipahami karena hidayah Allah kepada hamba adalah penyebab keimanan, bukan bagian dari iman. Padahal, yang ditanyakan adalah iman, bukan dengan penyebabnya sekaligus.” 

Syekh Nawawi mengurai 17 persoalan itu berdasarkan jawaban yang diberikan oleh Syekh Abu Laits al-Samarwandi. Uraian Syekh Nawawi juga disandarkan pada dalil-dalil Alquran dan hadits, serta pendapat para ulama.      

 

Siapa Syekh Nawawi?

Syekh Nawawi al-Bantani lahir di Tanara, yang saat ini masuk wilayah Serang, Banten pada 1813 M dan wafat di Makkah pada 1897 M. Dia adalah ulama Indonesia bertaraf internasional yang pernah menjadi Imam Masjidil Haram di Makkah 

Dalam menuntut ilmu, Syekh Nawawi tidak hanya belajar kepada ulama di Tanah Air, tapi juga beguru kepada sejumlah ulama besar di Makkah. Setelah tiga tahun bermukim di Makkah, Syekh Nawawi pulang ke Banten sekitar 1828 Masehi. Lalu, dia berdakwah keliling Banten. 

Namun, pemerintah Kolonial Belanda kemudian membatasi gerak-geriknya dalam berdakwah. Hingga akhirnya dia kembali Makkah untuk memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya. 

Setelah menetap di Makkah, namanya pun semakin masyhur ketika ditunjuk sebagai Imam Masjidil Haram menggantikan Syekh Ahmad Khatim al-Minangkabawi. 

Syekh Nawawi al-Bantani merupakan ulama nusantara yang produktif menulis kitab. Jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fikih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan akidah. Karena kemasyhurannya, dia pun dijuluki sebagai Sayyid Ulama Hijaz, pemimpin ulama Hijaz. 

Selain itu, dia juga banyak menulis syarah dari kitab yang ditulis oleh para ulama besar sebelumnya, termasuk buku “Akidah Islam ala Santri Sejati” ini.     

Karya Syekh Nawawi yang satu ini berisi penjelasan dari kitab yang dikarang oleh Imam Abu al-Laits al-Samarkandi, seorang ulama ahli tafsir dan hadits yang wafat pada 373 Hijriyah.

Buku kecil 124 halaman ini berisi tentang tanya jawab seputar keimanan. Setidaknya ada 17 macam persoalan yang disajikan. Meskipun buku ini kecil, tapi isinya sangat penting untuk meningkatkan kualitas keimanan umat Islam.   

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement