Kamis 05 Aug 2021 20:30 WIB

Pendapat UAS Tentang EDCCSH dan Crypto

UAS jelaskan soal EDCCSH dan Crypto.

Pendapat UAS Tentang EDCCSH dan Crypto. Foto:    Ustadz Abdul Somad memberikan tausiyahnya saat acara MPR-RI Bersholawat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/8). Majellis Permusyawaratan Masyarakat (MPR) menggelar syukuran dan doa bersama tersebut dalam rangka mensyukuri 73 tahun kemerdekaan Indonesia dan HUT ke 73 tahun MPR dan DPR RI
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Pendapat UAS Tentang EDCCSH dan Crypto. Foto: Ustadz Abdul Somad memberikan tausiyahnya saat acara MPR-RI Bersholawat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/8). Majellis Permusyawaratan Masyarakat (MPR) menggelar syukuran dan doa bersama tersebut dalam rangka mensyukuri 73 tahun kemerdekaan Indonesia dan HUT ke 73 tahun MPR dan DPR RI

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--E-Dinar Coin Cash (EDCCash) dan Money Crypto sedang digandrungi sebagian komunitas masyarakat Indonesia sebagai ladang usaha. Bahkan peminat menambang uang di EDCCas, Crypto melebihi jual beli saham.

Bagaimana pendapat ulama apakah bertransaksi jual beli dengan EDCCas, atau Crypto itu haram atau halal? 

Baca Juga

Dai kondang Ustadz Abdul Somad atau yang akrab disapa UAS menegaskan tidak ada masalah jika EDCCas atau Crypto dijadikan alat barter antara sesama komunitas. Yang penting ada kesepakatan di antara para pihak.

"Kesimpulannya money crypto uang digital sebagai alat tukar boleh tetapi sebagai investasi tidak. Beberapa pemain crypto ada artis terkenal kehilangan uang digital karena dianggap sebagai investasi. Paham?" jawab UAS saat ditanya jamaah tentang bagaimana investasi tentang EDCCas.

Untuk memperjelas jawabanya, UAS menceritakan bagaimana model transaksi jual beli sehari-hari di masyarakat. Jawaban lengkap UAS ini disiarkan oleh Accun YouTube Dakwah Singkat Padat yang memiliki 24,1 ribu subscriber. 

Video UAS menjawab tentang EDCCas ini diberi judul "Hukum bitcoin atau cryptocurrency dalam agama". Video UAS yang disiarkan ini mendapat 1,6 ribu komentar. 

Berikut jawan UAS selengkapnya:

Dulu awal-awal jual belinya bapak punya padi saya punya ikan, ikannya ditukar dengan padi. Kamu mau ikan ini ditukar dengan padi? 

"Mau mau mau. "

"Karena tidak mungkin dia makan beras tidak pakai ikan. Saya pun tidak mungkin makan ikan nasi, maka tukar-tukaran. Ikan saya bagi dua, beras kamu bagi. Akhirnya setuju maka jual-beli ini disebut dengan barter," tuturnya.

Kemudian maju lagi dari Yunani ada logam yang dicetak bulat-bulat namanya Dinar. "Orang yang Yunani menyebutnya Dinar,  sampai ke kota Makkah sampai ke kota Madinah dia disebut sebagai Dinar tiga tidak lagi pakai barter."

"Saya punya Dinar saya bisa beli apapun dengan Dinar itu. Bisa beli tanah, bisa beli onta, bisa beli gandum dulu pakai Dinar. 1 Dinar itu 4,5 gram emas. Nah meningkatkan dari barter pakaian Dirham," katanya.

Lalu meningkat yang ketiga, tidak lagi pakai Dinar. Dinar tidak bisa lagi dibawa karena kalau sampai saya bawa Dinar sekarang habis saya dikejar maling. 

"Nah itu dia ada Dinar, ada Dinar, pakai cincin emas aja bisa sampai dirampok orang, bukan di ambil emasnya tapi sama jari-jarinya dipotong," katanya.

Jadi model transaksi jual beli itu berubah dari masa kemasa mengikuti perkembangan zaman. Pertama tingkatannya yang disebut dengan barter di atas barter dikenal dengan Dinar.

"Di atas Dinar ini yang ketiga keluarlah apa yang disebut dengan uang kertas. Uang kertas dicetak oleh negara supaya emas tidak berkeliaran di jalan," katanya.

UAS mencontohkan, di Indonesia ada berapa emas, sebut saja satu ton maka satu ton emas dikeluarkan kertas senilai satu ton emas itu.  Jadi megara hanya boleh mencetak kertas sebanyak emas di negaranya.

"Jadi di negara itu emasnya cuman 50 kg maka boleh dicetak uang kertas senilai 50 kg. Jadi seluruh dunia ini yang paling banyak boleh mencetak kertas adalah di pulau Jawa karena disitulah "mas" yang paling banyak," katanya.

Lalu kemudian kata UAS, Amerika mencetak kertas lebih banyak daripada emas yang ada di negaranya. Jadi Amerika yang pertama kali melanggar ketentuan ini.

" Amerika dia cetak kertas ternyata nilai emasnya tidak sesuai sebanyak itu di Amerika mas tidak terlalu banyak. Kenapa emas sekarang paling banyak di Amerika, bukan dari tanah Amerika tetapi emas itu dibawa dari Papua ke Amerika karena dia punya perusahaan di Papua, dia sedot emas di situ dibawa ke Amerika," katanya.

Lalu kemudian Amerika melanggar itu dia cetak uang kertas tidak sesuai dengan itu. Akan tetapi karena dia punya kekuasaan dia menguasai dunia akhirnya boleh negara mencetak uang kertas walaupun tidak senilai dengan emas yang ada di situ.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement