Rabu 18 Nov 2020 17:42 WIB

Riya dan Syahwat Tersembunyi yang Dikhawatirkan Rasulullah

Rasulullah begitu khawatir pada keadaan umatnya setelah ia wafat.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Ani Nursalikah
Riya dan Syahwat Tersembunyi yang Dikhawatirkan Rasulullah. Ilustrasi.
Foto: EPA-EFE/FAZRY ISMAIL
Riya dan Syahwat Tersembunyi yang Dikhawatirkan Rasulullah. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah begitu khawatir pada keadaan umatnya setelah peninggalannya, mengerjakan ibadah bukan karena Allah tapi ingin dipuji orang (riya). Karena amal ibadah yang dikerjakan dengan riya akan hangus tak berbekas dan bagian dari syirik.

"Dari Syaddad, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda," barangsiapa mengerjakan sholat dengan maksud pamer, sungguh ia telah berbuat syirik, barangsiapa yang berpuasa dengan maksud pamer, sungguh ia telah berbuat syirik. Barangsiapa bersedekah dengan maksud pamer, sungguh ia telah berbuat syirik."

Baca Juga

Kekawatiran Rasulullah terhadap umatnya akan melakukan syirik seperti disampaikan dari syahddad bina Aus ra, bahwa suatu ketika ia menangis, lalu ditanya kepadanya, mengapa kamu menangis?" 

Ia pun berkata: Aku menangis karena teringat sesuatu yang pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW: Aku mendengar SAW bersabda: Aku khawatir terhadap umatku mengenai syirik dan syahwat yang tersembunyi."

Aku bertanya, wahai Rasulullah apakah umatmu akan berbuat syirik sepeninggalmu nanti? Beliau menjawab "Ya". Malaikat tidaklah menyembah matahari, bulan, batu, maupun berhala. Akan tetapi mereka bermaksud riya dengan amalan mereka; sedangkan syahwat yang tersembunyi adalah jika seorang berpuasa pada pagi hari, lalu ketika timbul salah satu ingin rasanya aku melihat pun membatalkan puasanya."

Syeikh Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi Rah.a menerangkan hadist di atas. Katanya salah satu keinginan nafsunya: seperti makan, bersebadan, dan sebagainya. Yakni, jika seseorang sedang melakukan amalan ketaatan kepada Allah lalu timbul hasrat dalam dirinya, maka ia mengutamakan keinginan dirinya dari pada ketaatan kepada Allah, sehingga Ia mengikuti hawa nafsunya. Hal ini akan mengantarkannya kepada kebinasaan. (Syarhuth-Thibiy jil.10,hal.15).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement