Jumat 07 Aug 2020 09:46 WIB

Membatalkan Haji dan Menggunakan Dananya, Bolehkah?

Pembatalan haji tidak boleh dilakukan ketika sudah berada di Tanah Suci

Rep: Andrian Saputra/ Red: A.Syalaby Ichsan
Jamaah haji (Ilustrasi)
Foto: Republika.co.id
Jamaah haji (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Belakangan ini, sejumlah jamaah haji yang batal berangkat ke Tanah Suci memilih untuk menarik setoran dana haji mereka. Alhasil, keputusan itu membuat jamaah haji tersebut kehilangan kursi atau kuota haji. Mereka tidak bisa diberangkat kan tahun depan sebagaimana direncanakan pemerintah. Mereka pun akan sulit untuk merencanakan lagi pendaftaran haji mengingat waktu tunggu haji yang lama.

Sebenarnya bolehkah orang yang mampu dan sudah memiliki kesem patan berhaji namun malah memba talkan hajinya? Apakah membatalkan haji tanpa alasan yang jelas termasuk menyia-nyiakan kesempatan berhaji? Bagaimana juga dengan dana haji yang sudah ditarik? Bolehkah menggunakan dana tersebut untuk kepentingan atau keperluan seharihari, padahal dana itu sudah diniat kan sejak awal untuk berangkat haji?

Sekretaris Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Misbahul Munir menjelaskan, salah satu syarat wajib berhaji adalah mampu baik dari sisi finansial maupun kesiapan lainnya, seperti jaminan keamanan dalam berhaji, sehat fisik, dan memi liki kuota atau porsi haji. Menu rut Kiai Munir tidak menjadi persoal an bagi seorang Muslim membatal kan rencananya berhaji dan menarik kembali dana setoran hajinya ketika masih berada di Tanah Air atau belum memasuki waktu berhaji.

Namun, pembatalan haji tidak boleh dilakukan ketika sudah berada di Tanah Suci dan sudah memasuki waktu dan niat haji. Konsekuensinya bila membatalkan maka orang tersebut harus membayar dam. "Kalau dia sudah ada di Makkah, dia sudah ada di sana kemudian dia pulang ke Indonesia padahal dia su dah niat melaksanakan haji. Sudah masuk niat, kok dibatalin, itu ada den da, ada dam yang harus dibayar, arti nya ada salahnya dia. Itu perbe daan antara di Indonesia dan di Arab Saudi," kata kiai Misbahul Munir seperti dikutip dari Dialog Jumat Republika edisi Jumat (7/8).

Kiai Munir menjelaskan, orang yang sudah masuk ke Kota Makkah dan berniat berhaji maka harus melaksanakan hajinya dengan sempurna. Bila sudah masuk pelak sanaan ibadah haji, kemudian orang tersebut mundur dari pelaksanaan haji maka harus membayar denda. Sementara itu, terkait dana setoran haji yang diambil kembali menurut Kiai Misbahul juga tidak ada masalah. Dana tersebut halal untuk digunakan keperluan sehari-hari. Terlebih menurutnya bila orang tersebut memiliki kebutuhan mendesak.

"Apabila dia membutuhkan uang yang dipergunakan mendesak tidak apa-apa secara fikih. Jadi, misalnya orang yang sudah daftar haji kemudi an uangnya ditarik lagi karena keper luan sehari-hari yang mendesak ya tidak apa apa, uangnya dia. Berarti dia pada saat itu tidak masuk pada orang yang istithaah atau tidak masuk orang yang mampu (berhaji) karena didesak oleh kebutuhan yang lain," kata dia.

Meski demikian, Kiai Munir menjelaskan, akan lebih baik orang tersebut mempertahankan dana hajinya. Sedang untuk keperluan lain dapat mencari pendanaan dari lainnya. Sehingga orang tersebut masih dapat me miliki kesempatan istimewa untuk melaksanakan ibada haji tahun selanjutnya.

"Kalau memang kita ingin niat haji dan terlaksana niat tersebut, tabungannya jangan ditarik. Karena itu, sudah masuk ke dalam niat dalam hatinya jangan diutak-atiklah. Sehingga ketika dia dipanggil oleh Allah, maka dia dalam keadaan niat mau melaksanakan haji. Tapi, dia tak mampu dari sisi kuota, keamanan, karena masih musim korona kan tidak aman, maka dia tidak termasuk orang golongan istithaah atau yang mampu memaksa ibadah haji," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement