Selasa 27 Oct 2020 08:28 WIB

Erdogan Serukan Boikot Produk Prancis

Erdogan meminta warganya untuk berhenti membeli barang-barang Prancis

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Foto: Presidensi Turki via AP, Pool
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemimpin Turki Recep Tayyip Erdogan meminta warganya untuk berhenti membeli barang-barang Prancis pada Senin (26/10). Dorongan ini menjadi ekspresi kemarahan terbaru di dunia Muslim atas munculnya kembali karikatur Nabi Muhammad SAW di media Prancis.

Erdogan yang memiliki sejarah hubungan yang buruk dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengatakan Prancis mengejar agenda anti-Islam. "Saya menyerukan kepada semua warga negara saya dari sini untuk tidak pernah membantu merek Prancis atau membelinya," katanya.

Baca Juga

Presiden Turki telah membuat seruan boikot serupa di masa lalu, termasuk seruan untuk tidak membeli barang elektronik Amerika Serikat (AS) pada 2018. Namun dorongan itu tidak ditindaklanjuti setelahnya.

Sebelum menyatakan boikot produk Prancis, Erdogan telah mempertanyakan kesehatan mental Macron. Dia mendorong Paris untuk memanggil duta besarnya di Ankara.

“Apa masalah orang bernama Macron ini dengan Muslim dan Islam? Macron membutuhkan perawatan pada tingkat mental," kata Erdogan dalam pidatonya pada Sabtu (24/10).

Pernyataa Erdogan yang mencekal Prancis ini menunjukkan kemarahan beberapa pemimpin negara dan umat Islam di seluruh dunia. Otoritas agama tertinggi Arab Saudi, Dewan Cendekiawan Senior, mengatakan pada akhir pekan bahwa menghina Nabi Muhammad SAW tidak ada hubungannya dengan kebebasan berekspresi. "Hanya melayani ekstremis yang bertujuan untuk menyebarkan kebencian," ujar lembaga itu.

Pemerintah Qatar mengeluarkan pernyataan mengutuk karikatur itu sebagai retorika populis yang menghasut pelecehan agama. Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, menyatakan di Twitter bahwa menghina Muslim adalah penyalahgunaan kebebasan berbicara oportunistik. Upaya tersebut hanya menyulut ekstremisme.

Pernyataan dari berbagai negara ini dibarengi dengan aksi di lapangan. Di Bangladesh pada Senin, pengunjuk rasa memegang plakat dengan karikatur Macron bertuliskan "Macron adalah musuh perdamaian". Sementara parlemen Pakistan mengeluarkan resolusi yang mendesak pemerintah untuk menarik utusannya dari Paris.

Sebuah supermarket di Kuwait telah menurunkan rak kosmetik L'Oreal dan produk perawatan kulitnya setelah serikat koperasi memutuskan untuk berhenti menyimpan barang-barang Prancis. Sedangkan di Arab Saudi, seruan untuk memboikot jaringan supermarket Prancis, Carrefour, menjadi tren di media sosial, meskipun dua toko di ibu kota Saudi pada Senin tampak sibuk seperti biasanya. Seorang perwakilan perusahaan di Prancis mengatakan belum merasakan dampak apa pun.

Prancis adalah pengekspor utama biji-bijian ke Afrika Utara yang sebagian besar Muslim. Perusahaan Prancis di sektor otomotif dan ritel juga memiliki eksposur yang signifikan ke negara-negara mayoritas Muslim.

Menteri Perdagangan Prancis Franck Riester mengatakan masih terlalu dini untuk memperkirakan dampak dari kampanye boikot tersebut. Sejauh ini hal itu terbatas dalam memengaruhi ekspor pertanian Prancis.

Meski begitu, pemerintah Prancis bersikap tegas dalam menanggapi kemarahan Muslim. Dalam sebuah kicauan di Twitter pada akhir pekan, Macron mengatakan Prancis menghormati semua perbedaan dalam semangat perdamaian.

"Kami tidak akan menyerah, selamanya," ujar Macro menegaskan niatnya. Kementerian Luar Negeri Prancis pun mendesak pemerintah asing untuk memisahkan diri dari seruan boikot.

Macron pada Senin bertemu dengan perwakilan komunitas Muslim Prancis. Pertemuan dilakukan secara tertutup dan Istana Elysee.

Salah satu yang hadir adalah Presiden Dewan Perancis untuk Iman Muslim, Mohamed Moussaoui. Dia mengatakan kepada Macron bahwa mereka menentang boikot. "Muslim Prancis khawatir dengan diskusi yang berusaha membingungkan mereka dengan teroris," katanya kepada penyiar Prancis BFM.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement