Jumat 10 Jul 2020 06:33 WIB

UNESCO: Perubahan Status Hagia Sophia Harus Ditinjau

UNESCO menyatakan setiap perubahan status Hagia Sophia harus ditinjau komite

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Hagia Sophia di Turki. UNESCO menyatakan setiap perubahan status Hagia Sophia harus ditinjau komite warisan dunia. Ilustrasi.
Foto: News
Hagia Sophia di Turki. UNESCO menyatakan setiap perubahan status Hagia Sophia harus ditinjau komite warisan dunia. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menyatakan setiap perubahan dalam status museum Hagia Sophia abad ke-6 Istanbul harus ada pemberitahuan. Perubahan yang mungkin terjadi harus ditinjau terlebih dahulu oleh komite Warisan Dunia.

UNESCO mengatakan Hagia Sophia ada dalam daftar Situs Warisan Dunia sebagai museum dan karena itu memiliki komitmen dan kewajiban hukum tertentu. "Jadi, negara harus memastikan bahwa tidak ada modifikasi yang merusak nilai universal luar biasa dari sebuah situs yang terdaftar di wilayahnya," kata UNESCO, Kamis (9/7).

Baca Juga

Pejabat Turki menyatakan pengadilan administratif utama Turki kemungkinan akan mengumumkan perubahan status Hagia Sophia dari museum tahun 1934 pada Jumat (10/7). Langkah ini dinilai akan melanggar hukum karena merestorasi museum tersebut menjadi masjid kembali.

"Setiap modifikasi harus diberitahukan sebelumnya oleh negara kepada UNESCO dan ditinjau jika perlu oleh Komite Warisan Dunia," kata UNESCO.

Badan PBB ini menyatakan keprihatinannya kepada pihak berwenang Turki dalam beberapa surat dan menyampaikan pesan itu kepada Duta Besar Turki untuk lembaga tersebut pada Kamis. "Kami mendesak pemerintah Turki untuk memulai dialog sebelum keputusan diambil yang dapat merusak nilai universal situs tersebut," kata UNESCO.

Situs Warisan Dunia berada di pusat kerajaan Bizantium Kristen dan Ottoman Muslim dan saat ini menjadi salah satu monumen yang paling banyak dikunjungi di Turki. Prospek perubahan status museum kembali menjadi masjid telah meningkatkan kekhawatiran di kalangan pejabat Amerika Serikat, Prancis, Rusia dan Yunani, serta para pemimpin gereja Kristen.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement