Jumat 07 May 2021 08:14 WIB

Hamas Serukan Kembali Pengaktifan Parlemen Palestina

Pengaktifan kembali parlemen Palestina dinilai bisa mengatasi kebuntuan politik

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Bendera Palestina. Ilustrasi. Anggota Biro Politik Hamas Mahmoud Al-Zahar menyerukan untuk mengaktifkan kembali parlemen Palestina, Kamis (6/5) waktu setempat.
Foto: Reuters
Bendera Palestina. Ilustrasi. Anggota Biro Politik Hamas Mahmoud Al-Zahar menyerukan untuk mengaktifkan kembali parlemen Palestina, Kamis (6/5) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH - Anggota Biro Politik Hamas Mahmoud Al-Zahar menyerukan untuk mengaktifkan kembali parlemen Palestina, Kamis (6/5) waktu setempat. Seruannya itu bertujuan sebagai jalan keluar terbaik dari kebuntuan politik saat ini.

Dalam wawancara eksklusif dengan Al Watan Voice yang dikutip laman Middle East Monitor, Al-Zahar mengatakan, bahwa mengaktifkan kembali parlemen harus mendahului setiap proposal untuk pemerintah persatuan nasional. "Parlemen adalah satu-satunya lembaga Palestina yang mempertahankan legitimasinya menurut hukum Palestina, dan itu harus diaktifkan kembali sampai parlemen baru terpilih," ujarnya.

Baca Juga

Dia mengatakan, bahwa faksi-faksi  Palestina harus meminta perwakilan mereka untuk menghadiri pertemuan parlemen atau memilih orang lain menggantikan mereka. Menurutnya, para pejabat Hamas mengatakan bahwa parlemen harus membentuk komite, setelah diaktifkan kembali.

Itu termasuk pembentukan pemerintah atau komite nasional untuk menjalankan negara. "Kami ingin memulai dengan masalah hukum," kata dia.

Al-Zahar mengatakan bahwa Fatah harus menerima undang-undang yang mengatur kerja parlemen karena telah meratifikasinya sebelum pemilihan parlemen Palestina pertama yang diadakan pada 1996 ketika Hamas tidak berpartisipasi. Ia mengatakan parlemen adalah satu-satunya lembaga Palestina yang diterima secara global karena dipilih secara bebas, sedangkan Dewan Nasional Palestina (PNC) hanya terdiri dari anggota Fatah atau pro-Fatah. "Ini yang menjadi alasan untuk didiskualifikasi," tuturnya.

Pada Jumat (30/5) lalu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menerbitkan keputusan untuk menunda penyelenggaraan pemilu. Langkah itu diambil menyusul respons negatif Israel untuk mengizinkan pemilu digelar di Yerusalem.

Otoritas Palestina kemudian mengatakan akan mengadakan pembicaraan dengan faksi-faksi politik di sana untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement