Senin 29 Nov 2021 13:45 WIB

Israel-Inggris Kolaborasi Cegah Iran Peroleh Senjata Nuklir

PM Israel menyatakan kesiapannya untuk meningkatkan konfrontasi dengan Iran.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 Foto satelit dari Planet Labs Inc. menunjukkan fasilitas nuklir Natanz Iran pada hari Rabu, 14 April 2021.
Foto: ap/Planet Labs Inc.
Foto satelit dari Planet Labs Inc. menunjukkan fasilitas nuklir Natanz Iran pada hari Rabu, 14 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris dan Israel akan bekerja sama penuh untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir. Baru-baru ini, Tel Aviv mengisyaratkan siap meningkatkan konfrontasi dengan Teheran.

“Jam terus berdetak, yang meningkatkan perlunya kerja sama erat dengan mitra dan teman kami untuk menggagalkan ambisi Teheran,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris Liz Truss dan Menlu Israel Yair Lapid dalam sebuah artikel bersama di surat kabar Telegraph pada Ahad (28/11).

Baca Juga

Menurut Telegraph, kedua menlu tersebut dijadwalkan menandatangani perjanjian kerja sama lintas bidang pada Senin (29/11). Keamanan siber, teknologi, termasuk pertahanan merupakan beberapa bidang yang masuk dalam kesepakatan.

Pekan lalu, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengisyaratkan kesiapan negaranya meningkatkan konfrontasi dengan Iran. Dia menegaskan, Israel tidak akan terikat dengan kesepakatan nuklir baru yang kini tengah dinegosiasikan Iran dan Amerika Serikat (AS).

Bennett mengungkapkan, saat ini Iran sudah berada pada tahap paling maju dalam program nuklirnya. Meski sebelumnya pernah mengatakan akan terbuka pada kesepakatan nuklir baru dengan pembatasan lebih ketat terhadap Iran, Bennett menekankan kembali otonomi Israel untuk mengambil tindakan terhadap musuh bebuyutannya tersebut.

Israel sebelumnya sudah menyuarakan penolakan saat pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengumumkan niatnya membawa kembali AS ke kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

“Kami menghadapi masa-masa yang rumit. Ada kemungkinan bahwa akan ada perselisihan dengan teman-teman terbaik kami,” kata Bennett pada Selasa (23/11).

Mengenai potensi keberhasilan Iran dan AS memulihkan JCPOA, Bennett menekankan Israel bukan pihak dalam perjanjian tersebut. “Israel tidak diwajibkan oleh kesepakatan itu,” ujarnya.

JCPOA disepakati pada 2015 antara Iran dan negara kekuatan dunia, yakni AS, Prancis, Inggris, Jerman, Rusia, serta Cina. Kesepakatan itu mengatur tentang pembatasan aktivitas atau program nuklir Iran. Sebagai imbalannya, sanksi asing, termasuk embargo terhadap Teheran, dicabut.

Namun, JCPOA retak dan terancam bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Sejak saat itu, Iran tak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium.

 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement